Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdurrahman Wahid, tak pernah berhenti menjadi "bintang" politik. Menjadi presiden pasca-Pemilu 1999, ia dijatuhkan parlemen dua tahun kemudian. Kini, menjelang pemilu presiden 5 Juli 2004, ia jadi rebutan. Lobi partai politik besar buat mengail dukungan dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) mau tak mau harus lewat Gus Dur?panggilan Abdurrahman. "Silakan kalau mau nyolong, kalau berani," ujarnya.
Bekas Ketua Umum PBNU itu memiliki modal tak kecil: ia adalah cucu K.H. Hasyim Asy'ari, pendiri NU. Tapi Gus Dur tak bisa menjadi presiden karena kesehatan matanya. Mahkamah Agung telah menolak permintaan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk menganulir peraturan yang mensyaratkan seorang calon harus sehat fisik dan mental.
Tapi bukan Gus Dur kalau tak menyimpan sejuta jurus. Apa itu? Kepada Jopbie Sugiharto, Hanibal W.Y.W., Widiarsi Agustina, dan Wenseslaus Manggut dari TEMPO, ia memberikan wawancara khusus. Pertama, Rabu malam lalu di Kantor PKB Kalibata, Jakarta. Dan kedua, Kamis di Kantor NU Jalan Kramat Raya?keduanya sebelum putusan Mahkamah Agung itu dikeluarkan.
Anda menggelar jurus, melobi ke sana kemari. Apa yang ingin Anda capai?
Saya ingin Indonesia mempunyai kesopanan politik. Meski kita berbeda (pilihan politik), ada fatsun politik yang harus dijaga dengan baik. Ketika saya dilengserkan pada 21 Juli 2001, fatsun itu tak ada. Saya menentang pemerintahan sekarang dan saya adalah lawan tokoh-tokoh yang melengserkan saya. Meski demikian, saya tetap bergaul baik dengan mereka.
Anda berobat agar penyakit mata Anda sembuh. Anda optimistis bisa jadi presiden lagi?
Saya diperintah kiai untuk jadi presiden.
Siapa yang Anda siapkan untuk jadi calon wakil presiden?
Nantilah. Sudah ada yang ditugasi untuk berunding.
Kenapa Anda tak mau rujuk dengan Mega?
Saya enggak mau ditikam dua kali.
Ada utusan Mega yang bertemu Anda?
Taufiq Kiemas duluan. Lalu Soetardjo Soerjogoeritno dan Sabam Sirait.
Apa yang dibicarakan dengan Taufiq?
Ia ingin agar saya baik dengan Mega. Yang lain cerita sehari-hari.
Selasa 4 Mei ini, katanya Anda akan bertemu Mega. Mau rujuk?
Enggak. Pertemuan-pertemuan saja. PDI Perjuangan sebagai institusi kan harus kita akui sebagai kekuatan besar kaum nasionalis.
Apa yang harus dilakukan Mega untuk bisa rujuk?
Ya, sudah (enggak mau lagi). Menurut Al-Quran, orang tak boleh keblowok (terperosok) ke lubang yang sama dua kali.
Anda aktif bertemu Akbar Tandjung dan Wiranto. Apa yang dibicarakan?
Opsi Golkar adalah memakai NU atau tidak memakai NU. Kata saya, wis pek-pek'en kabeh (ambil saja semua). Akhirnya, yang ketakutan Wiranto. Cari lakon begini kan angel (sulit). (Saya akrab dengan) Wiranto, Susilo Bambang Yudhoyono, Siswono, Aburizal Bakrie. Terserah mereka. Yang penting, saya baik (dengan mereka). Pak Wiranto mengatakan tak akan mengambil orang dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) atau Nahdlatul Ulama (NU) yang tak saya restui.
Kabarnya, Golkar mendekati NU melalui Rais Aam NU, K.H. Sahal Mahfudz?
Tidak bisa. Kiai Sahal akrab dengan saya, kita telepon-teleponan. Kiai itu begitu: ikut Gus Dur. Selesai.
Tak bisa menjadi presiden, Anda akan beroposisi?
Kita tak ikut pemerintahan. Pek-pek'en kabeh, wis ngono ae (ambil saja semua, begitu saja). Kalau mau membentuk pemerintahan untuk kemaslahatan orang banyak, silakan. Soal saya mendukung atau tidak, lihat saja nanti.
Anda akan beroposisi bersama PKB?
Tidak, saya sendiri. Sama saja. Tapi, kalau PKB keterlaluan, bubarkan saja. Wong semua itu saya yang bikin.
Sikap Anda bisa membuat NU dan PKB tersisih dari politik?
Biar saja. Saya (bisa) bergerak tanpa parlemen. Dewan Pengurus Pusat PKB pun boleh royokan jadi presiden, semonggo kono (berebut jadi presiden, silakan). Silakan jadi menteri. Kan enak to tinggal nyateti. Sing kenek dienggo sopo. Kok angel-angel (Tinggal mencatat, siapa yang masih bisa dipakai. Kok sulit). Nanti ketahuan siapa yang berkhianat.
Kabarnya, banyak orang PKB yang sudah terima tawaran dari partai lain?
Saya tahu dan yang ditawari takut kalau saya tersinggung, lalu sumpah-sumpah (tak mengakui). Pada akhirnya mereka harus memilih: ikut saya atau yang lain.
Jika Anda di luar pemerintahan, oposisi akan seperti pada 1980-an?
Ya dan lebih kuat.
Adakah partai yang akan mendukung sikap Anda?
Paling tidak 19 partai (kecil) itu.
Apakah Anda akan merestui Ketua Umum NU Hasyim Muzadi, yang ingin jadi wakil presiden?
Pak Hasyim menemui saya di Situ Gunung, Sukabumi. Katanya, ada pihak-pihak yang menginginkan dia jadi calon presiden atau wakil presiden. Tapi, katanya, dia belum menjawab karena masih mempertimbangkan untung dan ruginya bagi NU. Saya bilang, ya baik. Tapi saya tak pernah merestui.
Mengapa?
Mencla-mencle (plin-plan) dia itu, tak jujur. Pak Hasyim pernah bertemu saya dua kali di lift PBNU, tapi dia tak mengaku. Saya katakan itu kepada kiai, tapi Pak Hasyim membantah. Masa, sopir saya, pembantu, satpam kantor NU, semuanya bohong.
Hasyim harus bagaimana agar mendapat restu Anda?
Enggak bisa. Kethok'en drijiku (potong jari saya).
Kalau Hasyim tetap maju?
Silakan. Tapi hanya sedikit rakyat NU yang mendukung. Tak sampai 10 persen.
Anda terganjal dan banyak partai yang ingin Anda mendukung kandidat lain. Komentar Anda?
Saya katakan kepada Wiranto, itu tak akan terjadi. Kalau mau nyolong, boleh-boleh saja kalau berani. Kalau saya tak jadi calon, 70 persen pemilih tak mau datang ke tempat pemungutan suara. Legitimasi pemilu bisa dipertanyakan. Pemerintahan yang tak legitimate tak akan lama umurnya. Ujung-ujungnya, Komisi Pemilihan Umum yang disalahkan. Apal kabeh aku ngono-ngono iku (saya hafal semua yang model begitu).
Anda pernah bertemu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)?
Begitu menang pemilu, SBY ketemu saya. Dia mengatakan selalu tunduk kepada saya dan selalu konsultasi. Wong tak pernah konsultasi, kok. Lagi-lagi ketemu orang tak jujur.
Antara Wiranto dan SBY, siapa yang hubungannya paling baik dengan Anda?
Podho wae (sama saja).
Anda tak mendukung SBY dan Wiranto karena Anda anti-militerisme?
Dari dulu saya katakan militerisme itu bahaya. Tapi saya tak bisa seumur hidup bertentangan dengan institusi TNI. Kalau dengan individu yang melanggar hukum, bolehlah. Ada dua sasaran yang ingin dicapai TNI: ingin Fraksi TNI di DPR (dipertahankan) dan anggota militer yang terancam hukuman supaya dibebaskan.
Siapa mereka?
Ya, Wiranto juga. Semuanya terancam hukuman. Tapi bisa saja orang-orang seperti Wiranto diadili dan dinyatakan bersalah, lalu kita ampuni. Soeharto juga.
Tapi dua bekas militer yang jadi calon presiden punya kasus di masa lalu. Komentar Anda?
Saya tak peduli.
Bagaimana hubungan Anda dengan Amien Rais?
Terus terang saya tak mau kerja sama dengan Amien Rais. Saya enggak percaya sama dia.
Anda akan mendukung Siswono Yudohusodo sebagai calon presiden kalau Siswono gagal berpasangan dengan Amien Rais?
Saya tak pernah janji apa-apa.
Lo, kok Anda pergi bersama Siswono ke Lasem, Jawa Tengah?
Pergi saja kok enggak boleh. Dulu Wiranto ikut saya ngalor-ngidul. SBY juga. Saya tak mendukung siapa pun bukan karena masalah pribadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo