Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BULU-bulu shuttle cock itu akan menerbangkan Dhina Pramita Susanti ke Polandia, Oktober depan. Tapi, tunggu dulu. Gadis berumur 16 tahun ini bukan atlet nasional yang menghabiskan hari-harinya di Pusat Pelatihan Nasional Cipayung, Jakarta. Siswi kelas dua SMA 3 Semarang ini adalah peraih medali emas di ajang The First Step to Nobel Prize in Physics ke-13, pada Juni 2005.
Ia meneliti gerak laju shuttle cock (kok) akibat pukulan lob pemain badminton. ”Kelihatannya sepele. Tapi, karena saya juga sering main badminton, lama-lama tertarik juga untuk meneliti,” kata Dhina. Kenapa harus kok? ”Jika gerak bola tenis atau bola sepak menghasilkan lintasan lengkung berbentuk parabola sempurna, lintasan kok bentuknya parabola tak sempurna,” ujarnya. (Baca: Pada Sebuah Kok)
Toh, jangan membayangkan gadis remaja ini sebagai kutu buku dengan kacamata besar di pucuk hidung. Ia selalu menyempatkan diri menonton Sinema Asia di saluran Indosiar setiap sore. ”Sambil mendinginkan badan menunggu mandi, saya nonton TV,” ujarnya sembari tertawa. Sebagian waktu luangnya juga habis karena melahap novel. ”Saya sedang berburu novel-novel Pramoedya Ananta Toer. Tulisannya enak dibaca dan sarat fakta sejarah,” kata Dhina, yang belum lama menuntaskan The Da Vinci Code dan Angels & Demons karya Dan Brown. Salah satu novel favoritnya adalah Supernova karya Dewi ”Dee” Lestari Simangunsong.
Di dekat rumah Dhina di Semarang, ada sebuah warnet yang menjadi pojok kesukaan Dhina nongkrong menghabiskan sebagian waktu senggangnya. Dia berselancar menyambangi berbagi situs sains atau figur-figur ternama dalam ilmu pengetahuan. Leonardo da Vinci adalah idolanya. ”Saya tidak suka chatting. Banyak bohongnya,” katanya terkekeh-kekeh. Tapi waktu luang adalah barang langka dalam keseharian Dhina. Tengok saja jadwal rutinnya.
Ia selalu bangun pukul lima pagi. Setelah salat subuh dan mengecek semua pelajaran hari itu, Dhina meluncur dengan motor bebeknya sebelum pukul 06.30 WIB menuju sekolahnya yang berjarak 15 kilometer dari rumah. Usai sekolah pukul dua siang, ia sibuk dengan satu dari tiga kegiatan ekstrakurikuler ini: percakapan bahasa Inggris, fisika, atau olahraga. Itu setiap hari. Dhina baru sampai di rumah sekitar pukul empat sore.
Sampai di rumah, bukannya tidur, Dhina mengutak-atik komputer atau menonton film dari cakram digital (VCD). Biasanya filmfilm yang berbau petualangan atau sains. Selepas magrib dan makan malam, nah, ini ”menu utama” Dhina yang sulit diikuti siswa lain: belajar nonstop dari pukul delapan sampai pukul satu, maksimal 1.30 dini hari. ”Setiap hari saya hanya tidur 3-4 jam,” kata Dhina, yang diiyakan oleh sang ibu, Sustanti. Soal semangat belajar yang ”tak lazim” ini, Sustanti mengakui, ”Kalau dia tidur cepat, pukul tiga pagi pasti bangun lagi melanjutkan belajar.”
Dengan disiplin ketat seperti itu, tak mengherankan bila nilai pelajarannya di sekolah amat tinggi. Meski begitu, ia bukan siswa terbaik di SMA 3 Semarang. Dhina menduduki peringkat keempat. ”Kelebihan Dhina adalah mampu mengintegrasikan kemampuan fisika, bahasa Inggris, dan matematika, serta mudah bekerja sama dengan teman-temannya,” kata Sutardi, guru fisika.
Di mata Presiden Tim Olimpiade Fisika Indonesia, Yohanes Surya, yang juga menjadi pembimbing penelitiannya, riset Dhina orisinal. ”Badminton adalah olahraga yang jarang dijadikan obyek penelitian fisika,” katanya. Ia menyarankan agar Dhina melengkapi risetnya dengan meneliti efek gerak shuttle cock dari jenis pukulan lain, seperti drop shot atau smash. ”Paling lama juga setahun (penelitian),” ujar Yohanes.
Apa yang ingin dicapai Dhina di masa depan? Dua hal: ia ingin menjadi pakar teknik nuklir dan meraih Nobel Perdamaian. ”Masa, kita kalah sama India,” ujarnya optimistis.
Akmal Nasery Basral (Jakarta), Sohirin (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo