Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Asupan nutrisi yang tepat dan gizi seimbang menjadi salah satu elemen penting dalam pencegahan stunting. Jika asupan nutrisi tidak optimal dapat menyebabkan anemia yang merupakan salah satu faktor risiko penyebab stunting pada anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dokter Spesialis Gizi Klinik, Nurul Ratna Mutu Manikam mengatakan anemia menjadi salah satu faktor risiko terjadinya gangguan pertumbuhan atau growth faltering yang merupakan awal terjadinya stunting. "Banyak studi yg menyebutkan bahwa stunting dan anemia sangat dekat kaitannya," kata dr. Nurul dalam Talkshow Pentingnya Asupan Protein Hewani dan Zat Besi untuk Wujudkan Generasi Maju Bebas Stunting oleh Aksi Generasi Maju Danone, di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Jumat 10 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dr. Nurul, penyebab paling umum anemia adalah defisiensi zat besi. Kekurangan zat besi ini menyebabkan pembentukan sel darah merah yang tidak cukup untuk proses metabolisme tubuh yang optimal. "Metabolisme butuh energi, protein zat pembangun, dan oksigen. Kalau salah satu tidak tercukupi dengan baik maka metabolisme tidak berjalan optimal akhirnya terjadi faltering growth atau gangguan pertumbuhan yang di kemudian hari menjadi stunting," jelasnya.
Sebab itu, sangat penting memperhatikan asupan protein dan zat besi anak, terutama di usia 6-12 bulan untuk mencegah anemia dan stunting. Asupan protein yang mengandung zat besi berasal dari protein hewani yang memiliki asam amino essensial. Misalnya telur ayam, ikan, daging sapi, kambing, ayam, dan hati ayam atau sapi.
"Zat besi yang unggul dan utama dari hewani karena mengandung cincin porfirin yang tidak rusak di asam lambung sehingga proses penyerapannya jadi lebih baik. Saya menekankan ini, karena banyak ibu di luar sana yang takut anaknya sangat tidak suka makan sayur, karena sayur sumber zat besi karena bayam mengandung zat besi. Padahal penyerapan zat besi pada 250 gram bayam, setara dengan 30 gram daging sapi. Ibu harus lebih takut anaknya nggak suka makan protein hewani. Karena di dalam sayur terdapat serat dan nitrat yang menyebabkan penyerapan zat besi jadi lebih menurun," jelas dr. Nurul.
Selain protein, untuk mengoptimalkan penyerapan zat besi di dalam tubuh dapat ditambahkan asupan vitamin C. Bahkan penyerapannya bisa dua kali lipat lebih banyak. Sementara sebagai panduan untuk memenuhi asupan gizi seimbang
Asupan protein hewani dari makanan lokal
Beragam olahan Nyale, cacing laut, ragam hayati Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang kaya sumber protein hewani dan zat besi. (dok. Istimewa)
Para orang tua bisa memenuhi asupan protein hewani dengan panduan Isi Piringku yang terdiri dari lima sendok nasi, protein hewani seperti ikan atau ayam sebanyak 39 sampai 40 gram dan semangkuk kecil sayur. Selain itu jangan lupa untuk memenuhi kebutuhan air anak untuk membantu proses metabolisme. "Protein hewani tidak harus mahal, bisa didapatkan dari makanan lokal," tambah dr. Nurul.
Misalnya, Nyale, salah satu sumber protein hewani makanan lokal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Nyale atau cacing laut memiliki kandungan protein hewani hingga sebanyak 43,84 persen, dan zat besi. Dr. Nurul menambahkan, dalam pengolahannya harus dibersihkan dan dilah sampai matang agar terhindari dari bakteri terkontaminasi penyebab penyakit. "Kalau digoreng dengan suhu tinggi banyak komponen yang rusak, yang paling baik dipepes atau diolah dengan santan yang mengandung lemak sehingga penyerapannya satu sama lain. Nyale bisa disarankan Untuk MPASI pertama, saat kondisi anak sudah siap menerima makanan padat, tapi mungkin harus diblender disesuaikan konsistensinya," ujarnya.
Pilihan Editor: 3 Langkah Pencegahan Stunting dari Pola Makan hingga Sanitasi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.