Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Perempuan Pengecat Langit

Milany Terianto dikenal dekat dengan perwira TNI Angkatan Udara. Disinggung dalam kawat diplomatik yang bocor ke WikiLeaks.

17 Oktober 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kawat itu dilayangkan pada pertengahan November 2009 dari Kedutaan Besar Amerika Serikat ke Washington. Tajuknya "Blue Lantern: Result of Verifying Bona Fides of Registered Broker Mulany Luwena". Laporan dari konsulat ekonomi ini berisi hasil kunjungan ke kantor Milany Luwena (bukan Mulany), pemilik PT Multijaya Sparindo, perusahaan yang banyak memasok aneka peralatan militer.

Kawat itu termasuk dalam ribuan laporan diplomatik Kedutaan Amerika di Jakarta yang dibocorkan situs peretas WikiLeaks, Agustus lalu. Menurut laporan itu, Milany mengaku menjadi perwakilan sejumlah perusahaan Amerika Serikat: Fleer Systems Incorporated, Kaman Helicopters, dan Ray­theon and Northrop Grumman. "Pelanggan utama Sparindo adalah Angkatan Udara, Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Kepolisian," demikian laporan itu.

Kantor PT Multijaya Sparindo terletak sederet dengan kios-kios penjual sepeda di Jalan Sultan Agung, Manggarai, Jakarta Selatan. Tiada plang nama disemat di temboknya. Nomornya, 58, juga sedikit tersembunyi karena berwarna sama dengan dinding putih. Multijaya berkantor di lantai lima. Memasuki kantor ini harus melewati lorong sepanjang sepuluh meter.

Persis di ujung lorong tersedia lift yang membawa ke lantai lima. Hanya pemilik kartu khusus yang bisa naik lift ini. Di sebelah lift berjaga petugas keamanan. "Gedung ini milik Ibu Milany," kata seorang petugas. Selain Multijaya, ada dua perusahaan milik Milany yang juga bermarkas di sana. Ruang kerja Milany berada di lantai empat. Tak mewah-mewah amat. Sejengkal file menumpuk di meja kerjanya yang berpanjang 1,5 meter. Hanya ada dua lukisan bunga dan satu lukisan kuda serta karangan bunga artifisial kemerahan menghiasi ruangan.

Sumber Tempo yang mengetahui proses hibah mengatakan Multijaya giat berbisnis di lingkaran Angkatan Udara sejak 1980-an. Akta perusahaan yang diperoleh Tempo menyebutkan Multijaya didirikan pada 8 Agustus 1988. Saat itu perusahaan dipimpin oleh Peter Darmawan sebagai direktur dan Jeffry Luwena sebagai komisaris utama. Jeffry adalah suami Milany. Baru pada 2008, posisi Direktur Multijaya dipegang Milany. Jeffry tetap memegang jabatan komisaris utama.

Meski kantornya tak mentereng, Multijaya Sparindo telah lama melenggang di arena pengadaan persenjataan TNI. Dalam laporan kawat "lentera biru", perusahaan Milany menjual mesin dan suku cadang pesawat angkut Hercules C-130 Angkatan Udara pada 2007.

Pengadaan pesawat Hercules C-130 ini memang masih bermasalah hingga kini. Dalam pembicaraan awal, Multijaya sepakat melakukan proyek grant pemasangan lima outer wing dengan nilai kontrak sekitar US$ 60 ribu. Namun, saat penandatanganan kontrak, nilainya berubah—yang membuat terkejut Korps Udara. Biaya pemasangan outer wing melonjak menjadi US$ 3 juta. Sumber Tempo menyebutkan Multijaya tak mencantumkan alasan harga itu menggelembung hebat. Maka Angkatan Udara belum mau melanjutkan kontrak ini.

Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Imam Sufaat mengakui adanya masalah ini. "Sedang dibereskan sama Kementerian Pertahanan," kata Imam. Mengenai kisruh harga yang tiba-tiba melonjak ini, Imam mengaku tak tahu. "Saya tak tahu harganya." Ada kemungkinan, kata Imam, biaya itu melonjak karena perusahaan itu harus menanggung biaya asuransi dan pengiriman.

Sumber Tempo di Kementerian Pertahanan menyebutkan Milany termasuk rekanan yang sering kali bermulut manis di awal pembicaraan. Namun, di tengah pelaksanaan proyek, Milany sering kali keluar dari kesepakatan awal. "Mereka sering minta perubahan kontrak supaya mendapat dana tambahan. Alasannya macam-macamlah," katanya.

Menurut sumber itu, Milany dekat dengan beberapa perwira TNI Angkatan Udara. Di antaranya mantan Asisten Logistik KSAU Marsekal Muda Bambang Priyono. Melalui dia jugalah Milany berusaha mengegolkan proyek hibah F-16. Sebelum pemerintah memutuskan hibah F-16 dilakukan dengan pola foreign military sales, Milany telah wira-wiri mendekati perwira TNI AU untuk mendapatkan proyek ini.

Bambang, ketika dihubungi Jumat pekan lalu, membantah ini. "Saya kenal dengan semua mitra, bukan hanya Bu Milany," katanya. Selain dekat dengan perwira aktif, Milany merangkul purnawirawan. Salah satunya Alimunsiri Rappe, mantan Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Udara. Dia menjadi komisaris di Multijaya Sparindo.

Menurut sumber Tempo, dalam setiap proyek pengadaan alat persenjataan, Milany selalu menyanggupi apa pun permintaan TNI Angkatan Udara saat pembicaraan awal. Yang penting proyek diperoleh lebih dulu. "Ibaratnya, nglabur (mengecat) langit pun dia bisa," kata sumber itu. Namun, di tengah perjalanan, Milany sering kali tak menepati janjinya dan membuat proyek tak sesuai dengan kesepakatan awal.

Misalnya, perusahaan Multijaya pernah menangani retrofit pesawat F-5 Tiger pada 1996. Sumber Tempo yang tahu kasus ini mengatakan pesawat itu sudah dikirim ke Amerika. Tapi pengerjaannya terlalu lama. "Komisinya sudah diambil, tapi pesawatnya tidak kunjung diperbaiki," kata sumber ini.

Nasibnya makin tak jelas setelah Amerika mengembargo Indonesia pada 1998 karena dianggap melanggar hak asasi manusia seusai jajak pendapat di Timor Timur. Pesawat itu tak bisa dikembalikan ke Indonesia. Baru setelah embargo dicabut pada 2005, pesawat itu bisa terbang ke Tanah Air. Kondisinya? Pesawat itu kini mangkrak tak terurus di Skuadron Teknik 042 Madiun. Namun Imam membantah ini. "Kalau yang saya tahu, tidak ada itu," kata Imam.

Meski sejumlah proyek yang ditanganinya bermasalah, nyatanya perusahaan itu tak pernah masuk daftar hitam TNI Angkatan Udara. Imam pun menegaskan, selama ini proyek yang ditangani Milany tak bermasalah. Misalnya retrofit pesawat Boeing di Malaysia. "Selama saya jadi KSAU lancar. Kemarin Boeing, Bu Milany juga, tidak ada masalah," kata Imam.

Milany, yang mempunyai Restoran Long Beach Seafood di Senayan City, tak hanya aktif di Indonesia. Namanya juga tercatat sebagai direktur di Arizona Corporation. Sedangkan Jeffry tercatat sebagai chief operating officer di Global Lake, yang berkantor di Nevada, Amerika Serikat. Menurut sumber Tempo, Milany menggandeng perusahaan asing untuk bisa mendapatkan proyek pemerintah yang berhubungan dengan pemerintah Amerika.

Milany tak dapat dimintai keterangan mengenai sepak terjangnya di TNI Angkatan Udara. Saat Tempo meneleponnya, perempuan 45 tahun ini langsung menutup telepon seraya mengatakan, "Salah sambung."

Fanny Febiana, Yophiandi Kurniawan, Pramono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus