Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=1 color=#FF9900>Reshuffle Kabinet</font><br />Hiruk-pikuk Drama Reshuffle

Tarik-ulur proses perombakan kabinet yang dimainkan Yudhoyono memicu ketegangan di tubuh Golkar dan PKS. Kartu penentu tetap di Cikeas.

17 Oktober 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PUKUL 09.15 WIB, Kamis pekan lalu. Telepon seluler seorang legislator berdering-dering. Sang penelepon menggunakan nomor privat—nomor yang tak menampilkan identitas pemanggil. "Biasanya saya tidak pernah mengangkat telepon dari nomor yang tak saya kenal," kata legislator itu. "Tapi kali ini saya takut juga kalau enggak menjawab. Jangan-jangan benar dari Presiden. Dia bisa saja menelepon dengan nomor rahasia." Meski malu berterus terang, politikus ini tak membantah bahwa harap-harap cemas ia menunggu kejutan dari Cikeas. Untuk berjaga-jaga jika ditanya tentang programnya kalau menjadi menteri, ia telah menyiapkan materi presentasi.

Pagi itu, di Cikeas, beberapa wakil menteri baru sudah dipanggil ke kediaman pribadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut untuk diwawancarai. Mereka adalah Ali Ghufron Mukti, yang diminta jadi Wakil Menteri Kesehatan; Duta Besar RI di Singapura, Wardana, yang ditugasi sebagai Wakil Menteri Luar Negeri; serta Sapta Nirwandar sebagai Wakil Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Yang lain, Musliar Kasim dipanggil Jumat pagi untuk diberi kepercayaan menjadi Wakil Menteri Pendidikan.

Dag-dig-dug mengangkat telepon tanpa nama, dari ujung sana terdengar suara seseorang yang mengenalkan diri sebagai ajudan Presiden. Dengan sopan, ia meminta petinggi partai politik itu bersiap menghadap Kepala Negara. Awalnya, sang legislator percaya ini benar-benar telepon dari ajudan Presiden. "Tapi kemudian saya sadar ini guyonan. Soalnya, dia bilang saya harus ke Cikeas pukul 09.30 WIB. Itu artinya seperempat jam lagi," kata legislator itu. Drama reshuffle memang bikin deg-degan. "Saya tahu, beberapa teman tak bisa tidur. Kalau enggak kuat, jantung bisa terganggu," kata seorang pemimpin lembaga tinggi negara.

Sumber Tempo di kantor Wakil Presiden bercerita ketakutan digeser dari kabinet membuat para menteri salah tingkah. Ketika Wakil Presiden Boediono bertandang ke Pantai Tanjung Kelayang, Belitung, untuk menghadiri acara puncak Sail Wakatobi-Belitung pada Kamis pekan lalu, setidaknya tujuh menteri mendadak mendampingi Wakil Presiden. "Biasanya diundang rapat saja menteri-menteri itu susah datang dengan berbagai alasan," kata sumber Tempo. "Sekarang kami sampai kerepotan mengurus protokolernya."

Pembantu Presiden yang hadir di Belitung adalah Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Menteri Perhubungan Freddy Numberi, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, serta Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik. "Lha coba, apakah semua menteri itu ada hubungannya dengan acara tadi? Dulu susah diajak pergi, kini berebut sepertinya mau setor muka," kata seorang anggota staf di kantor Wakil Presiden.

Keresahan akibat panjangnya proses kocok ulang kabinet ini menuai protes. "Setiap menteri jadi tidak tenang. Setiap hari diganggu isu reshuffle," kata Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta. "Ini seperti sinetron politik yang belum pernah saya lihat di negara mana pun," kata Effendi Gazali, pengajar komunikasi Universitas Indonesia. Seorang mantan politikus senior berujar Yudhoyono sengaja membikin penasaran orang untuk menunggu alias the waiting game. Namun Yudhoyono kalem menjawab semua tuduhan. "Kalau kemarin, hari ini, dan besok ada yang saya panggil, tidak semua untuk urusan reshuffle," katanya dalam keterangan persnya Jumat pekan lalu. Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa mengingatkan, Presiden ingin menjaga proses perombakan kabinet dari kegaduhan yang tidak perlu. "Presiden tidak ingin menjadikan ini sebagai tontonan, apalagi hiburan. Ini bukan infotainment. Ini juga bukan politainment, bukan hiburan politik. Ini peristiwa kabinet," kata Daniel.

Di Cikeas? Sumber Tempo di lingkaran dalam keluarga mengembuskan kabar anyar bahwa Gatot M. Suwondo, Direktur Utama Bank Negara Indonesia, yang juga kerabat dekat Ibu Negara, tengah digadang-gadang masuk kabinet. Ia disebut-sebut akan menempati­ pos Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, bersaing dengan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan. Pos lain yang juga disiapkan buat Gatot adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara. Gatot menjadi pilihan utama jika Agus Martowardojo batal digeser dari Kementerian Keuangan. "Di dua pos strategis itu masih belum pasti, karena ada beberapa pilihan kandidat," kata seorang menteri senior yang mengaku dilibatkan dalam proses perombakan kabinet ini kepada Tempo.

Di partai politik, isu perombakan kabinet melahirkan konflik. Di Golkar, misalnya, ketegangan muncul karena Beringin memunculkan nama Sharif Cicip Sutarjo dan Theo L. Sambuaga untuk menggantikan Agung Laksono sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan Fadel Muhammad sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Kader Golkar lain, Menteri Perindustrian M.S. Hidayat, sejauh ini tak diotak-atik.

Di PKS ketegangan muncul antara Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring dan kubu Anis Matta serta Fahri Hamzah. Tak seperti Tifatul, yang bersikap lunak terhadap isu perombakan kabinet, Anis dan Fahri selalu cepat mengecam rencana itu. Dalam rapat konsolidasi yang dipimpin Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, Rabu-Kamis pekan lalu, muncul desakan agar partai dakwah ini menyiapkan skenario terburuk jika ada menteri PKS yang digeser. "Ada yang usul untuk tijitibeh, mati siji mati kabeh," kata anggota Majelis Syura PKS, Cah­yadi Takariawan. Maksudnya, sejumlah pengurus meminta PKS lebih baik keluar dari koalisi.

Kamis dinihari pekan lalu, pertemuan bubar dengan kesimpulan menggantung. Pembicaraan pun dilanjutkan dengan rapat pimpinan nasional di Hotel Sahid keesokan harinya. Namun, tetap saja, partai Islam itu tak bisa mengambil kesimpulan. "PKS tak akan meminta komunikasi dengan Presiden. Kami tahu Presiden sedang sibuk," kata Luthfi Hasan. Suara lebih sinis datang dari Fahri Hamzah. Katanya, "Kita tonton saja Pak SBY. Kita tunggu saja hasilnya."

Y. Tomi Aryanto, Wahyu Muryadi, Febriyan, Yohanes Seo, Ishomuddin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus