Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MESKI ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Imam Sufaat yakin mendapatkan pesawat F-16 dengan cara hibah lebih bermanfaat ketimbang membeli baru. Ditemui Pramono dan Fanny Febiana dari Tempo, Jumat pekan lalu, di kantornya, Cilangkap, Jakarta Timur, perwira 56 tahun ini menjelaskan proses hibah dan kelakuan rekanan di kesatuannya.
Bagaimana proses awal hibah F-16?
Awalnya kami menulis surat ke Angkatan Udara Amerika. Pada 2010 dijawab ada, pesawatnya bisa kita peroleh. Lalu kami teruskan dengan pembicaraan bersama perwakilan Amerika.
Rencana semula membeli F-16 Block 52 baru. Kenapa malah beralih ke hibah F-16 Block 25?
Kami ingin melengkapi 10 (F-16 Block 15 yang sudah dimiliki Indonesia) menjadi 16 unit atau satu skuadron. Tapi, setelah kami pelajari, tidak cocok jika dijadikan satu skuadron. Kalau satu skuadron punya dua blok, bakal sulit pemeliharaannya. Penerbangannya juga lain sekali. Kalau dipaksakan, bahaya.
Pesawat hibah itu masih layak?
Untuk bisa diterbangkan, perlu upgrading. Pada prinsipnya, pesawat itu masih bisa terbang. Bukan rongsokan.
Alasan lain memilih hibah?
Kami ingin waktunya tidak terlalu lama. Indonesia segini luasnya. Kalau ada apa-apa di Jakarta saja, kita harus mendatangkan dari Madiun. Pesawat ini sangat dibutuhkan.
Berapa lama waktunya?
Kalau kita beli pesawat, biasanya paling cepat lima tahun. Tergantung kita urutan berapa. Rata-rata sekitar itu. Hibah lebih cepat, mulai 2012. Setahun bisa delapan pesawat. Kami harap 2014 selesai.
Multijaya Sparindo, yang dimiliki Milany, ikut berperan dalam hibah ini?
He-eh. Dulu dia ikut menjadi penghubung dengan Amerika. Tapi untuk F-16 ini sepertinya belum ada ikatan.
Info yang kami terima, Milany sudah berperan sejak 2005….
Baru-baru saja. Dia hanya menghubungkan dengan Amerika.
Ada upaya dia menolak foreign military sales?
Itu urusan dia. Kalau dengan sistem itu, mitra tidak ada kerjaan. Kami tidak ada masalah. Kami inginnya dapat pesawat.
Sejumlah sumber menyebutkan Milany ikut membiayai perjalanan perwira Angkatan Udara ke Amerika?
Kami biasanya pakai uang perjalanan dinas. Kalau ada yang ikut dari grup itu, ya mereka bayar sendiri. Tahun ini kami juga mengirim orang ke Washington untuk membicarakan itu. Tapi perjalanan ini menggunakan uang perjalanan dinas karena belum ada kontrak dengan perusahaan.
Apa rekanan boleh membiayai perjalanan perwira sebelum ada kontrak?
Semua begitu. Ini iklan merekalah. Dari perusahaan ada biayanya. Kalau sampai terpilih, nanti diganti juga. Kalau tak terpilih, sudah risiko mereka.
Yang kami dengar, Milany ikut memberi uang saku ke perwira yang berangkat ke sana. Bukankah ini termasuk gratifikasi?
Saya tidak tahulah mereka dikasih uang atau tidak.
Kami dengar, beberapa proyek yang dia kerjakan mengecewakan?
Tidak juga. Selama saya jadi KSAU lancar. Kemarin Boeing di Malaysia dia juga yang mengerjakan. Tidak ada masalah. Memang kadang-kadang mereka minta tambahan anggaran. Tapi, kalau di kontrak sudah ditetapkan, kami tidak mau.
Bagaimana sikap TNI AU terhadap rekanan bermasalah?
Kami sudah ada aturan. Kalau ada rekanan tak beres, langsung kami masukkan ke blacklist. Minimal dua tahun tak boleh jadi mitra. Ada yang berhenti permanen.
Multijaya pernah di-blacklist?
Sementara ini belum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo