Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERWIRA tinggi bintang tiga itu marah besar. Pada Jumat terakhir Agustus itu, Marsekal Madya Eris Herryanto, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan, mengumpulkan peserta rapat pembahasan hibah 24 jet tempur F-16 dari Amerika Serikat. Musababnya, rapat yang seharusnya dimulai pukul 8 pagi itu tak kunjung dimulai hingga menjelang tengah hari.
"Ini tidak sehat!" kata Eris rada emosional. Ia berucap dengan nada tinggi itu di depan 30-an perwira tinggi dan menengah Angkatan Udara, seperti ditirukan sumber Tempo. Eris melanjutkan, "Saya tahu siapa yang berpikir untuk TNI AU dan siapa yang untuk diri sendiri!" Semua peserta rapat tak bersuara.
Rapat dijadwalkan membahas penyusunan draf surat permintaan hibah. Pertemuan tak bisa dimulai karena Asisten Logistik Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal Muda Bambang Purwadi Priyono-sekarang menjadi perwira tinggi khusus-belum hadir. Kabar yang sampai di ruang rapat menyebutkan Bambang sedang menemui Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Imam Sufaat. Menurut sumber Tempo, Eris tak percaya kabar itu dan menelepon petinggi Angkatan Udara. "Saya tahu pendapatnya kemarin. Sekarang dia tidak datang. Ini sama saja menghalang-halangi," ujarnya.
Sehari sebelumnya, dalam rapat di tempat yang sama, Bambang menyampaikan bahwa hibah pesawat F-16 sebaiknya tak menggunakan sistem foreign military sales. Peserta rapat cenderung memakai sistem ini karena dianggap menutup celah peran makelar. Dengan sistem ini, perjanjian hibah langsung dilakukan antara pemerintah Republik Indonesia dan Amerika Serikat.
Ditemui Tempo, Eris membenarkan peristiwa itu. Menurut dia, ada empat perwakilan pemerintah Amerika yang menunggu kehadiran Bambang. "Kasihan sudah jauh-jauh dari Amerika," katanya. Bambang baru hadir selepas salat Jumat. Rapat langsung dimulai. Tapi, sampai sore, draf tak rampung. Perwakilan Amerika meninggalkan rapat dan berpesan agar draf segera dikirim begitu selesai.
Bambang punya pembelaan. Meski mengakui datang telat, ia mengatakan pada saat itu perwakilan pemerintah Amerika juga telat. Dia juga mengatakan hari itu mendampingi Kepala Staf Angkatan Udara menemui tamu asing. "Begitu selesai, saya langsung ke Kementerian," ujarnya. Ia membantah tudingan mengulur waktu pembahasan draf surat permintaan hibah. Menurut dia, draf itu bisa disusun kapan pun. "Bagaimanapun, kita tetap terima hibah," katanya.
Tentara Udara sebenarnya berencana menambah kekuatan tempurnya dengan membeli pesawat F-16 Block 52C/D+. Pesawat ini jauh lebih baik ketimbang sepuluh unit F-16 Block 15 yang dimiliki kesatuan itu. Dana US$ 430 juta bakal digelontorkan untuk membeli enam unit pesawat baru.
Fighting Falcon 16 adalah jet tempur yang dikembangkan Lockheed Martin di Amerika Serikat. Inilah rencana pembelian pesawat pertama setelah Amerika mencabut embargo alat militernya atas Indonesia, November 2005. Embargo diberlakukan pada September 1998 karena negara itu menilai telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur.
Belakangan, rencana pembelian itu berubah. Dalam rapat dengan Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, 21 September lalu, terungkaplah rencana Kementerian Pertahanan mengajukan permintaan hibah ke Amerika. Ada 24 pesawat Elang Langit Block 25 yang masih layak terbang dan enam unit pesawat yang bakal dikanibal jika pesawat lain bermasalah.
Namanya hibah, tapi sebenarnya tetap tak gratis. Pesawat itu harus diperbaiki, dimutakhirkan, dan didatangkan dengan duit lokal. Diperlukan US$ 430 juta-setara dengan Rp 3,87 triliun dengan kurs Rp 9.000 per US$ 1. Kontan politikus Senayan mempertanyakan rencana ini. Anggota Komisi Pertahanan dari Partai Kebangkitan Bangsa, Effendy Choirie, mengatakan pesawat Block 25 yang ditingkatkan menjadi Block 32 tak akan efektif menjaga keamanan udara. "Itu rongsokan," katanya.
Perdebatan pun timbul. Pemerintah hakulyakin hibah bakal lebih bermanfaat. Kepala Staf Angkatan Udara Imam Sufaat mengatakan hibah ini akan membantu pengamanan udara dari segi jumlah pesawat. Setidaknya Indonesia bakal memiliki dua skuadron F-16-untuk informasi, satu skuadron terdiri atas 16 unit pesawat.
Peneliti militer, Andi Widjajanto, mengatakan hibah lebih baik. Pembelian enam pesawat baru bakal lebih mahal. Musababnya, pesawat baru itu belum dilengkapi senjata. "Hibah paling baik. Syaratnya, harus secepat mungkin," ujarnya. Duta Besar Amerika untuk Indonesia, Scot Marciel, meyakinkan hibah bakal lebih murah. "Ini jauh lebih murah daripada membeli baru," katanya kepada Gita Lal dari Tempo.
Namun anggota Komisi Pertahanan DPR telanjur curiga. Effendy Choirie mengatakan makelar persenjataan bermain di belakang hibah ini.
Sumber Tempo yang mengetahui proses hibah membenarkan adanya permainan makelar. Tudingan mengarah ke pasangan suami-istri Jeffry Luwena-Milany Terianto. Jeffry adalah Komisaris Utama PT Multijaya Sparindo, sedangkan Milany direktur perusahaan yang sama. "Milany paling berperan dalam hibah ini," kata seorang sumber.
Menurut sumber lain, Milany berperan aktif mendekati perwira Angkatan Udara yang mengurus persoalan hibah. Tujuannya, jika hibah disetujui Kongres Amerika, perusahaannya akan ditunjuk sebagai rekanan mendatangkan pesawat F-16. Tak hanya mendatangkan, perusahaan itu akan mengurus upgrade Block 25 ke Block 32.
Tak tanggung-tanggung, kata sejumlah sumber Tempo, Milany minimal dua kali mendatangkan perwira tinggi Angkatan Udara ke Amerika untuk melihat kondisi pesawat itu. Salah satunya pada awal 2010. Pada saat itu, program hibah belum disetujui Kongres Amerika. Sumber yang mengetahui perjalanan itu menyebutkan setidaknya dua perwira bintang dua, dua marsekal pertama, dan satu kolonel diboyong ke sana. "Dia yang membiayai perjalanan dan uang sakunya," kata sumber ini. Salah satu peserta perjalanan itu: Marsekal Muda Bambang Priyono.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsekal Madya Eris Herryanto juga menduga Milany berperan dalam proses hibah ini. "Sebagian Angkatan Udara percaya sama dia," ujarnya.
Kongres Amerika mengeluarkan notifikasi pada pertengahan Agustus 2011. Isinya menyetujui hibah untuk Indonesia. Sumber Tempo menyebutkan Angkatan Udara terbelah justru dalam persoalan transaksi. Sebagian mendukung sistem foreign military sales, yang menutup peran makelar. Tapi ada juga yang mati-matian menolak sistem tersebut agar mereka bisa melapangkan jalan rekanan.
Motor utama foreign military sales adalah Eris Herryanto. Ia juga mengakui adanya kubu penolak sistem tersebut. Tapi Eris membantah ia membendung peran makelar seperti Milany. Ia berpendapat perjanjian antarnegara bakal lebih menguntungkan ketimbang melibatkan rekanan. "Ini mengurangi potensi kehilangan uang negara" katanya.
Biaya makelar memang lumayan. Eris selama empat tahun mengurus pengadaan alat persenjataan memperkirakan paling sedikit sepuluh persen dari total anggaran akan didapat "pemain tengah" itu. Seorang rekanan TNI malah mengatakan, "Keuntungannya gila-gilaan."
Bambang Priyono mengaku tak setuju dengan sistem foreign military sales. Ia lebih setuju menggabungkan peran negara dengan rekanan. Perhitungannya, upgrade pesawat hanya memakan biaya US$ 300 juta. Sisanya bisa digunakan untuk membeli senjata. "Dari situ saja semua bisa menyimpulkan mana yang lebih menguntungkan," ujarnya.
Bambang mengaku berkunjung ke Amerika pada awal 2010. Tapi kunjungan itu berdasarkan perintah atasannya. Ia tak melihat kemungkinan Milany membiayai perjalanan tersebut. "Kalau toh Milany membiayai, tidak ada jaminan dia bakal mendapat proyek," katanya. Proses mendatangkan pesawat itu-jika melibatkan rekanan-masih akan melalui lelang.
Milany tak mau menjawab pertanyaan Tempo. Surat permintaan wawancara yang dikirimkan ke kantornya tak ditanggapi. Telepon selulernya sempat diangkat ketika dihubungi Jumat malam pekan lalu. Tapi, setelah Tempo memperkenalkan diri, suara perempuan di ujung telepon mengatakan salah sambung. Telepon langsung ditutup. Seorang rekanan dan pejabat Angkatan Udara membenarkan nomor telepon itu milik Milany.
Kepala Staf Angkatan Udara Imam Sufaat mengakui Milany ikut berperan dalam proses hibah. "Dia menjadi penghubung dengan Amerika," kata Imam (baca wawancara dengan Imam). Bambang Priyono juga mengakui Milany tertarik mendatangkan pesawat hibah ke negeri ini.
SISTEM foreign military sales yang diputuskan digunakan untuk proses hibah nyatanya tak ampuh amat. Sumber Tempo yang cukup lama menekuni bisnis jual-beli alat persenjataan mengatakan sistem ini hanya akan mengurangi keuntungan yang didapat rekanan. Dengan sistem ini, komisi dipangkas menjadi 3,8 persen saja.
Toh, keuntungannya tetap menggiurkan. Dengan sistem ini, pemerintah Amerika akan menentukan rekanan upgrade dan pengiriman pesawat hibah. Nah, perusahaan dalam negeri bakal menggandeng perusahaan Amerika yang tertarik dengan hibah ini.
Bambang Priyono mengatakan setidaknya ada tiga perusahaan Amerika yang berminat mendatangkan pesawat F-16, yaitu AAR, Lockheed Martin, dan Gauss Management Research and Engineering Incorporation. Bambang mengaku bertemu dengan perwakilan Gauss Management saat berkunjung ke Amerika. Menurut Bambang, di Indonesia perusahaan ini bergandengan dengan mitra lokal PT Multijaya Sparindo yang dikelola Milany.
Sumber Tempo yang mengikuti rapat pertama Agustus lalu di Kementerian Pertahanan mengatakan Bambang sudah mendorong nama Gauss Management. Menurut sumber ini, raut wajah Marsekal Madya Eris Herryanto langsung berubah ketika Bambang menyebutkan nama perusahaan itu.
Pramono, Yophiandi, Fanny Febiana, Wahyu Muryadi
Hibah Dulu, Heboh Kemudian
Pesawat tempur milik militer Amerika Serikat yang diparkir di pangkalan Davis, Arizona, segera diboyong ke Indonesia. Pengadaan pesawat itu penuh intrik dan taktik. Hibah juga menandai pasang-surut hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat.
F-16
Merupakan pesawat tempur yang didesain untuk terbang dengan pengendalian komputer.
Jet Hibah. Block 15
Upgrade dengan Block 32
Upgrade dengan Block 52
Block 52 baru
Udara Kuasa Siapa
Kekuatan TNI Angkatan Udara 89 Pesawat Tempur | |||||||||||||||||||||||||||||
F-16 Fighting Falcon | 10 pesawat | ||||||||||||||||||||||||||||
F-5 Tiger buatan 1980 | 12 pesawat | ||||||||||||||||||||||||||||
A-4 Sky Hawk buatan 1956 (pensiun 2005) | 17 pesawat | ||||||||||||||||||||||||||||
Hawk 100/200 | 35 pesawat | ||||||||||||||||||||||||||||
Mk-53, yang akan pensiun tahun ini | 9 pesawat | ||||||||||||||||||||||||||||
OV-10 Bronco buatan 1975 (sudah pensiun) | 9 pesawat | ||||||||||||||||||||||||||||
SU-30 MK (Rusia) 2003 | 2 pesawat | ||||||||||||||||||||||||||||
Su-27 SKM 2003 tanpa senjata | 3 pesawat | ||||||||||||||||||||||||||||
Su-30 MK2-2002 | 3 pesawat | ||||||||||||||||||||||||||||
Hawk MK209-199529 | pesawat | ||||||||||||||||||||||||||||
Hawk MK109 -1998 | 7 pesawat | ||||||||||||||||||||||||||||
Pesawat IntaiB-737 | 3 pesawat | Pesawat angkut | C-130 KC Tanker | 2 pesawat | F-27 TS | 5 pesawat | CN-235 | 6 pesawat | C-212 Casa | 7 pesawat | C-130B | 10 pesawat | C-130H | 9 pesawat | Helikopter (41 pesawat): | BELL-47 G/SOLLOY | 12 pesawat | S-58 T/SIKORSKY | 9 pesawat | SA-330 PUMA | 9 pesawat | Latih Colibri | 8 pesawat | NAS-332 | 3 pesawat | |
Singapura 153 unit pesawat tempur | |
F-15SG | 2 unit |
F-16C Fighting Falcon & F-16D Fighting Falcon | 60 unit |
F-5S Tiger II | 28 unit |
F-5T Tiger II | 9 unit |
F-50 Maritime Enforcer | 5 unit |
E-2C Hawkeye | 4 unit |
Vietnam 204 pesawat tempur | |
Su-30MKV Flanker-C | 4 pesawat |
Su-27SK Flanker-B | 10 pesawat |
Su-27UBK Flanker-C | 4 pesawat |
MiG-21bis Fishbed-L/N | 60 pesawat |
MiG-21PF Fishbed-D | 80 pesawat |
MiG-21MF Fishbed-J | 76 pesawat |
MiG-21PFM Fishbed-F | 48 pesawat |
MiG-21F-13Fishbed-C | 120 pesawat |
Su-22M-4 Fitter-J | 80 pesawat |
Su-22UM-3K Fitter-K | 40 pesawat |
Su-20 Fitter-C | 100 pesawat |
Su-22BKL Fitter-F | 70 pesawat |
Su-22M-2 Fitter-J | 80 pesawat |
F-5A Freedom Fighter | 75 pesawat |
F-5E Tiger II27 pesawat | |
Malaysia 85 unit pesawat tempur | |
Su-30MKM Flanker-C | 18 pesawat |
MiG-29N Fulcrum-A | 16 pesawat |
MiG-29NUB Fulcrum-B | 2 pesawat |
F/A-18D Hornet | 8 pesawat |
F-5E Tiger II | 17 pesawat |
F-5F Tiger II | 4 pesawat |
Hawk Mk.208 | 18 pesawat |
RF-5E Tigereye | 2 pesawat |
Helikopter Tempur: | |
Mi-171Sh | 10 heli |
S-61A-4 Nuri | 42 heli |
SA-316 Alouette III | 45 heli |
A-109C Hirundo | 2 heli |
Bell 47G Sioux | 9 heli |
Fanny Febiana/ Evan (PDAT) Sumber: PDAT, wawancara dengan KSAU
Pasang-Surut Washington-Jakarta dari Pangkalan Davis
1998
9 September
Amerika Serikat menghentikan penjualan senjata ke Indonesia, yang dianggap melanggar hak asasi manusia di Timor Timur-kini Timor Leste.
2000
Mantan Danjen Kopassus Letnan Jenderal Prabowo Subianto dicegah masuk Amerika Serikat.
5 Juli
Amerika Serikat menyatakan embargo senjata untuk Indonesia tetap diberlakukan.
18 September
Menteri Pertahanan Amerika Serikat William Cohen mengancam menyetop bantuan ekonomi dan kerja sama militer ke Indonesia jika pemerintah tidak segera menghentikan aksi kekerasan oleh anggota milisi di wilayah Nusa Tenggara Timur.
22 September
Duta Besar AS untuk Indonesia, Robert Gelbard, memberi tahu KSAU Marsekal Hanafie Asnan bahwa pemerintah Amerika Serikat menyetujui ekspor suku cadang militer ke Indonesia.
19 Oktober
Amerika Serikat menahan dua jet tempur F-5 Tiger II TNI AU yang sedang menjalani program pemutakhiran avionik dan kemampuan di perusahaan SABCA, Belgia.
22 Oktober
Menteri Pertahanan Mahfud Md. menyatakan, jika Amerika Serikat terus melakukan embargo, pemerintah segera menjajaki pembentukan pakta pertahanan bersama negara-negara Asia, seperti Cina, India, Korea, dan Jepang.
2001
20 September
Presiden Amerika Serikat George W. Bush dan Presiden Megawati Soekarnoputri sepakat memperluas hubungan militer dalam tingkat sederhana dan mengadakan kembali pertemuan antara TNI dan militer AS.
24September
Setelah agresi militer Amerika ke Afganistan, pemerintah Amerika Serikat berencana membantu TNI US$ 400 juta.
25 September
Pemerintah Amerika berencana mencabut embargo senjata atas Indonesia untuk senjata yang tidak mematikan.
2004
Januari
Panglima TNI Jenderal Wiranto bersama lima perwira tinggi lainnya dicegah masuk Amerika Serikat.
22 November
Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mempelajari beberapa butir persyaratan yang diajukan oleh Senat Amerika untuk pemulihan hubungan militer kedua negara.
2005
25 Mei
Presiden George W. Bush bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berbicara selama 45 menit di Ruang Oval Gedung Putih, Washington, DC. Hasilnya, pembukaan kerja sama militer untuk bidang pendidikan.
19 November
Pemerintah Amerika Serikat siap mencabut embargo senjata dan memberikan peluang lebih besar kepada Indonesia untuk membeli perlengkapan militer.
23 November
Amerika Serikat membuka kembali keran bantuan militer kepada Indonesia sebagai upaya normalisasi hubungan pertahanan.
2006
September
Satu pesawat tempur jenis F-5E dan suku cadangnya yang sebelumnya diembargo dikirim ke Indonesia.
2008
Februari
Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates menawarkan kerja sama dan bantuan militer ke Indonesia saat berkunjung ke Indonesia.
2009
TNI AU mengajukan letter of request meminta excess defense articles (EDA) dari Amerika Serikat. EDA adalah pesawat yang diistirahatkan dan disimpan di pangkalan Davis Mountain, Arizona, Amerika Serikat.
2010
Amerika Serikat menjawab ada pesawat yang bisa dihibahkan.
2011
Mei - Menteri
Pertahanan Indonesia Purnomo Yusgiantoro bertemu dengan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates membicarakan hibah F-16.
16 Agustus
Kongres Amerika Serikat mengeluarkan notifikasi yang menyetujui hibah F-16.
25-26 Agustus
Kementerian Pertahanan menggelar rapat tentang proses foreign military sales dengan TNI AU dan pemerintah AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo