Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Peristiwa

21 Mei 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UMUMNYA orang mengenal Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai teknolog atau sebagai presiden transisi Indonesia yang ringkas setelah turunnya Soeharto. Dia kini menampilkan citra baru: pendekar hak asasi manusia dan demokrasi.

Pekan ini diresmikan sebuah lembaga nirlaba yang menggunakan namanya, The Habibie Center (THC). "Kita menyadari bahwa salah satu esensi gerakan reformasi bangsa Indonesia menuju masyarakat madani adalah proses demokratisasi," kata Habibie dalam wawancara tertulis dengan TEMPO.

Lembaga baru itu akan menjadi semacam "tangki pemikir"—berisi tokoh seperti Dewi Fortuna Anwar, Jimly Asshidiqie, dan Marwah Daud Ibrahim. Riset yang ditangani THC akan meliputi pengembangan wacana demokrasi dan hak asasi manusia, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pengembangan media, pemanfaatan potensi maritim, serta sosialisasi dan diseminasi teknologi.

"THC akan senantiasa bersikap independen dan kritis, tapi akan memberikan masukan kepada pemerintah secara santun," kata Habibie, "Kami tidak akan menjadikan THC suatu kelompok penekan atau kekuatan oposisi. Saya sendiri sudah berketetapan tidak akan terjun ke dunia politik praktis, dalam bentuk apa pun."

Gagasan THC, menurut Direktur Eksekutif Ahmad Watik Pratiknya, diilhami oleh The Carter Center, yang didirikan oleh mantan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter. Gedung THC berdiri di atas tanah 2.250 meter persegi di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Biaya kegiatan lembaga itu, menurut Watik, mencapai Rp 11,5 miliar untuk tahun ini saja dan Rp 6 miliar setiap tahunnya. Sekitar 90 persen dana datang dari keluarga Habibie dan selebihnya dari para simpatisan.

Mochtar Pabottingi, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, meragukan ketepatan cap Habibie untuk lembaga itu. "Carter memang sudah dikenal sebagai aktivis hak asasi manusia sejak sebelum menjadi presiden, sementara Habibie adalah politisi yang dikarbit Soeharto," katanya, "Nama Hatta Center atau Soedjatmoko Center mungkin lebih tepat."

Apa pun, acara peresmian lembaga itu akan menarik perhatian orang pekan ini: ditandai dengan berbagai pidato dari sejumlah peneliti dan negarawan dalam dan luar negeri seperti Harold Crouch, Donald K. Emmerson, dan bekas Presiden Filipina Corazon Aquino.

***

BENCANA datang lagi. Kali ini banjir bandang melanda Belu Selatan, Timor Barat, Nusa Tenggara Timur. Air dan endapan lumpur setebal dua meter menggelontor Sungai Benanain, menerjang jembatan, serta menghancurkan rumah dan kawasan pertanian. Tak kurang dari 90 orang tewas, sementara 150 lainnya dinyatakan hilang. Sebagian korban yang tewas adalah pengungsi Timor Timur yang tinggal di pinggir sungai itu.

Kawasan Besikama yang diterjang banjir itu dikenal sebagai sumber pangan Kabupaten Belu, yang berpenduduk 245 ribu jiwa. Bencana ini diperkirakan akan berakibat lanjut pada kesulitan pangan dan kian mempersulit kehidupan puluhan ribu pengungsi asal Timor Timur yang berada di situ.

***

SETELAH Presiden Abdurrahman Wahid, pekan lalu Ketua MPR Amien Rais mendapat gelar doktor kehormatan internasional. Amien memperoleh gelar tadi, untuk bidang ilmu sosial, dari Universitas Mok-Po, Korea Selatan. Ketua Umum Partai Amanat Nasional ini memperoleh gelar doktornya sendiri, dalam ilmu politik, dari Universitas Chicago, Amerika Serikat, pada 1984. Berada di negeri itu atas undangan Presiden Kim-Dae Jung, Amien hadir untuk memperingati aksi berdarah peristiwa pembantaian mahasiswa 20 tahun lalu di Kwangju.

***

SIDANG pengadilan 24 tentara dan seorang sipil yang membantai Teungku Bantaqiah tuntas sudah. Rabu pekan lalu, di Pengadilan Negeri Banda-aceh, para terdakwa divonis hukuman delapan hingga sepuluh tahun penjara. Putusan ini lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum, yang hanya enam sampai sepuluh tahun. Para terdakwa yang membantai Bantaqiah beserta 56 pengikutnya itu menyatakan banding. Mereka keluar dari ruang sidang dengan menyanyikan Padamu Negeri.

Keluarga Bantaqiah sendiri tak mengakui putusan hakim itu. Menurut mereka, peradilan koneksitas itu peradilan sandiwara belaka. "Itu peradilan bohong-bohongan. Sidang tidak menghadirkan Komandan Korem Lilawangsa selaku atasan para prajurit itu," kata Aguswandi, Koordinator Kontras Aceh, yang menjadi kuasa hukum keluarga Bantaqiah.

***

ADA upaya untuk menggagalkan perjanjian gencatan senjata di Aceh antara Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka. Kamis dini hari pekan lalu, polisi dari Kepolisian Resor Aceh Utara menembak tewas delapan orang warga Desa Hagu Barat Laoet. Korbannya kebanyakan nelayan yang sedang menonton siaran langsung final Piala UEFA di televisi. Peristiwa ini membuka ketegangan baru di Aceh.

***

KETUA Dewan Pertimbangan Agung Achmad Tirtosudiro membikin kejutan dengan mengusulkan diangkatnya menteri pertama. Menurut dia, pemerintahan yang dipimpin Presiden Abdurrahman Wahid dan wakilnya, Megawati Sukarnoputri, tidak efektif. "Dengan adanya menteri pertama, presiden dan wakil akan terbebas dari soal-soal teknis detail dan problem sehari-hari sehingga bisa memikirkan hal-hal yang lebih utama," katanya setelah bertemu dengan Presiden Wahid di Bina Graha, Senin pekan lalu.

Usul ini menimbulkan pro-kontra. "Menteri pertama tidak menjadi jaminan menyelesaikan masalah. Bahkan, bisa runyam jika dia tak selaras dengan presiden dan wakilnya," kata M. Solly Lubis, guru besar hukum tata negara Universitas Sumatra Utara. Sebaliknya, Ichlasul Amal, Rektor Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, setuju dengan gagasan itu. "Siapa tahu usulan itu bisa menjadi terobosan dari kemacetan sekarang ini," katanya.

Ahmad Taufik dan Purwani Diyah Prabandari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus