Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Soal Pemeriksaan Kekayaan Pejabat itu

Kalau saja Komisi Pemeriksaan Kekayaan Pejabat sudah terbentuk, isu KKN bisa sedikit diredam.

21 Mei 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTAHANAN terkuat Presiden Abdurrahman Wahid adalah ”sikap”-nya yang nothing to loose. Kritik sekeras apa pun, serangan sedahsyat-dahsyatnya segera loyo begitu Gus Dur bilang, ”Gitu saja kok repot.” Tapi, kebijakan mengajarkan, tak selalu diperlukan gunung untuk menjatuhkan seseorang. Kerikil pun, di tempat yang tepat, bisa membuat orang terpeleset dan jatuh.

Salah satu kerikil di pemerintahan Gus Dur adalah sikapnya terhadap korupsi, kolusi, dan nepotisme atau KKN. Hari-hari ini, soal ke mana larinya dana dari Bulog sebesar Rp 35 miliar dipertanyakan serius (lihat: Laporan Utama). Dukungan Gus Dur terhadap Hasyim Wahid, adiknya, sebagai staf di BPPN pun dipersoalkan banyak pihak. Yang ironis, pencopotan dua menteri (Laksamana dan Jusuf Kalla), yang menurut Gus Dur karena keduanya ber-KKN, mendapat reaksi balik: mereka menuntut pembuktian kebenaran tuduhan itu.

Sebenarnya, persoalan KKN di pemerintahan tak akan menjadi sebesar sekarang andai Gus Dur pagi-pagi sudah mempersenjatai diri. Senjata itu bernama Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Tinggi. Keberadaan atau gagasan komisi tersebut pun sudah terkandung dalam Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas KKN. Dan sesungguhnya, pemerintah sudah mengajukan usul dibentuknya komisi ini, lengkap dengan nama-nama calon anggota, kepada DPR RI. Bila sampai empat bulan kemudian (usulan itu dikirimkan pada 6 Januari 2000) DPR seperti tak acuh, adalah kewajiban pemerintah menanyakan usulan itu.

Secara sederhana, keberadaan komisi itu akan membuat hal yang berkaitan dengan kekayaan pejabat menjadi transparan. Karena itu, pemecatan seorang menteri karena KKN tak bakal menimbulkan gejolak karena pihak komisi tentunya punya data-data akurat. Sebaliknya, tuduhan bahwa di dalam pemerintahan Gus Dur ada pejabat-pejabat atau bahkan Gus Dur sendiri yang melakukan KKN segera bisa dibuktikan kebenaran atau ketidakbenarannya oleh Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat itu.

Dengan demikian, seharusnya pemerintah berhak mendesak DPR untuk segera menanggapi usul pembentukan komisi itu. Seperti direncanakan, lingkup kerja komisi sangat luas: tak cuma eksekutif, juga legislatif, yudikatif, dan badan usaha milik negara menjadi wilayah pemeriksaannya. Dengan demikian, bukan cuma perdebatan yang tak perlu seputar KKN seorang menteri yang dicopot yang bisa dicegah, juga kemungkinan menguapnya uang negara dan persekongkolan yang merugikan negara bisa diantisipasi.

Tentu, itu semua dengan asumsi bahwa komisi beranggotakan orang-orang yang integritasnya tinggi, dan sebagian dari mereka adalah orang-orang swasta yang tak punya ikatan dengan lembaga eksekutif, legislatif, ataupun yudikatif. Karena itu, bukan cuma DPR yang berhak menyeleksi calon anggota komisi usulan pemerintah, juga masyarakat.

Problemnya, siapa mengontrol komisi? Mudah, pers dan masyarakat. Tentu saja kita bisa berasumsi, anjing menggonggong kafilah berlalu—ternyata keberadaan komisi pun tak memperbaiki keadaan. Bila itu soalnya, bersiaplah untuk, misalnya,t revolusi sosial.

Tapi, kita percaya, masih banyak warga negara yang punya integritas tinggi. Jadi, soalnya tinggal Presiden, jangan sampai belum-belum sudah menyahut: ”Apa? Komisi Pemeriksa Kekayaan? Gitu saja kok repot.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus