Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tentara Bayaran Asing di Yogyakarta |
Berita yang ditulis surat kabar New Zealand Herald dua pekan lalu menghentakkan masyarakat Yogyakarta. Dalam harian itu ditulis, pada November lalu, sekelompok tentara bayaran Selandia Baru, yang notabene bekas pasukan khusus lintas udara negeri itu (SAS), membebaskan pengusaha Indonesia keturunan Tionghoa dari penculikan.
Johnson Cornelius Lo, ahli waris pabrik balsam terkenal Tiger Balm, disekap selama lima tahun di suatu tempat di sebuah kota di Yogyakarta. Oleh para tentara bayaran itu, Johnson diungsikan ke sebuah tempat rahasia di Auckland, ibu kota Selandia Baru. Johnson ''diselundupkan keluar" dengan menggunakan nama Indonesia yang berbeda dengan nama Tionghoanya.
Menanggapi masalah ini, Kepala Direktorat Pembinaan Masyarakat Kepolisian Daerah Yogyakarta (Kadit Bimas Polda), Letkol (Pol.) Surono, mengatakan bahwa pihaknya tidak tahu-menahu dan tidak menerima laporan adanya penyekapan pengusaha tersebut, yang kemudian dibebaskan tentara bayaran dari Selandia Baru itu. Kata Surono, pihaknya berjanji akan berhati-hati mengingat adanya kaitan dengan negara lain. ''Tetapi kami tetap menilai masalah ini perlu terus ditindaklanjuti," kata Surono.
Kabarnya, kelompok yang membebaskan Johnson ini merupakan tentara bayaran yang bekerja untuk perusahaan jasa keamanan Onix International. Perusahaan ini bermarkas di Auckland, dan memiliki kontrak untuk mengawal pertandingan Piala Amerika.
Menteri Luar Negeri Selandia Baru, Phil Goff, ketika diwawancarai New Zealand Herald mengatakan belum bisa memastikan apakah upaya pembebasan tersebut dianggap sebagai perbuatan pahlawan atau tindakan kejahatan. Yang jelas, katanya ia masih harus diselidiki lebih lanjut karena masalah ini punya implikasi diplomatik.
Soeharto Diperiksa Tim Medis RSCM |
Tampaknya masyarakat harus bersabar menunggu kelanjutan pemeriksaan Soeharto, yang kini ditangani Kejaksaan Agung. Dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, pekan lalu, Jaksa Agung Marzuki Darusman mengatakan, pihaknya belum memutuskan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum lainnya terhadap mantan presiden Soeharto, supaya tidak menghindarkan diri dari proses hukum.
Pemeriksaan kesehatan Soeharto dilaksanakan pada 13 Maret, pukul 21.00 sampai pukul 22.50 WIB, bertempat di Paviliun Cenderawasih, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.
Namun, sampai keesokan harinya, di depan DPR itu Marzuki belum bisa mengungkapkan hasil pemeriksaan. ''Kami masih menunggu hasil pemeriksaan itu," katanya. ''Kejaksaan Agung memang tidak memberikan target waktu terhadap pemeriksaan Soeharto. Kami menyerahkan sepenuhnya masalah ini karena memang wewenang tim medis RSCM."
Sementara itu, tim medis RSCM belum bisa menentukan hasil tes kesehatan Soeharto. Seperti dikatakan Pelaksana Harian Wakil Direktur Bidang Medik, Dokter Soepardi Soedibyo, hasil akhir pemeriksaan Soeharto belum bisa dipastikan waktunya. Bahkan, pihak Kejaksaan Agung menurut dia tidak bisa memaksa tim supaya melakukan pemeriksaan secepatnya. ''Kita bekerja secara profesional dan berdasarkan ketentuan medis," tuturnya.
Saat ini, tim dokter RSCM sedang mengupayakan pemeriksaan lanjutan yang sedang dikonsultasikan ke keluarga Soeharto. Katanya, idealnya pemeriksaan memerlukan waktu empat sampai lima jam. Ia menganggap pemeriksaan semalam masih sangat singkat.
Untuk menentukan kondisi kesehatan Soeharto, tim medis RSCM yang beranggotakan enam dokter dari berbagai spesialisasi ini juga mengambil data hasil laboratorium yang dilakukan tim dokter Soeharto. Soepardi enggan menyebutkan nama-nama dokternya karena pemeriksaan kali ini memiliki muatan politis. ''Pemeriksaan dilakukan malam hari karena siang hari di RSCM begitu ramai, dikhawatirkan terjadi hal-hal yang tak diinginkan," tuturnya.
Pencurian Ikan dan Keluarga Cendana |
Laut Indonesia kini mejadi perhatian masyarakat. Bukan karena pesona indahnya panorama laut dengan burung camar yang hinggap di laut biru, tetapi ulah para penjarah ikan yang dengan tega dan kejam menguras habis-habisan panorama laut.
Operasi mengeruk laut Indonesia dilakukan dengan membonceng kapal ikan asing. Praktek ini sudah berlangsung lama. Tak mengherankan bila operasinya seperti jaringan laba-laba, melibatkan banyak pihak, termasuk aparat keamanan dan Keluarga Cendana.
Mantan Sesdalobang Solichin G.P. punya pendapat lain soal maraknya penangkapan ikan ilegal yang menggunakan kapal asing. Ketika menjabat Sesdalobang, dia mengaku pernah menyampaikan usulan dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia yang meminta pemerintah membuat ketentuan pelarangan pengoperasian jaringan pukat harimau (trawl) di dearah penangkapan ikan di perairan Indonesia. Usulan tersebut kemudian diteken Soeharto menjadi Keputusan Presiden Nomor 39/1980. ''Sayang, aturan tinggal aturan karena nyatanya tidak berdampak apa-apa," katanya.
Mandulnya pelaksanaan keputusan presiden tersebut, kata Solichin, karena kolusi orang-orang dekat Soeharto yang mengundang kapal-kapal dari negara tetangga mampir ke Indonesia.
Tikno, pengusaha asal Semarang yang disebut-sebut sebagai bos besar dan memiliki sepak terjang bisnis penjarahan di perairan Indonesia dan dekat dengan Keluarga Cendana, mengaku ia sekarang tidak punya apa-apa lagi, semuanya sudah habis-habisan. Pada usianya yang senja, 80 tahun, pria sederhana ini juga mengaku tidak tahu-menahu soal Cendana. ''Siapa bilang dekat Cendana. Saya enggak tahu, kok," katanya singkat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo