Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Mempertanyakan Tim dan Dewan Ekonomi

Setelah ada dua dewan, Presiden membentuk lagi sebuah tim untuk membantu menteri-menteri ekonomi.

26 Maret 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH ada DEN alias Dewan Ekonomi Nasional, lalu ada DPUN atawa Dewan Pengembangan Usaha Nasional, rupanya belum cukup juga. Lalu, lahirlah Tim Asistensi Ekonomi. Sudah dirancang pula KPPU, kependekan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Kok, begitu repot-repotnya? Apakah tidak tumpang-tindih bekerjanya? Apakah tidak melecehkan menteri-menteri ekonomi di bawah Menko Ekuin? Itu pertanyaan masyarakat, dari yang awam sampai yang tidak awam—maksudnya pengamat. Yang dicemaskan, jangan-jangan sebenarnya pemerintah belum punya konsep yang jelas dalam memecahkan krisis ekonomi yang berkepanjangan ini. Kesulitan yang dihadapi diatasi dengan jalan pintas. Dan belum jelas apakah itu menyelesaikan persoalan untuk jangka panjang. Tim Asistensi Ekonomi ini akan dipimpin oleh Prof. Widjojo Nitisastro, ekonom kondang dan bekas pembantu Soeharto. Anggotanya tiga orang, yakni Sri Mulyani Indrawati, Alim Markus, dan Faisal Basri. Ketiganya orang supersibuk. Sri Mulyani sudah menjabat sebagai sekretaris DEN, dosen, dan memimpin lembaga di Universitas Indonesia, belum lagi komisaris di Astra dan entah apa lagi. Alim Markus adalah Wakil Ketua DPUN dan bos perusahaan Maspion. Faisal Basri adalah politisi yang Ketua PAN. Apakah ketiganya sepenuh waktu bisa aktif sebagai "asisten" yang membantu Menko Ekuin? Itu juga pertanyaan masyarakat. Jika alasan membentuk dewan dan tim ini untuk membantu menteri-menteri ekonomi, bagaimana dengan staf para menteri itu? Kenapa tidak para staf itu saja yang diperkuat, misalnya, dengan mencari orang-orang yang berkualitas dan paham memberikan masukan kepada menterinya masing-masing? Apalagi, setiap menteri, termasuk menko-nya, punya juga sederet staf ahli. Jangan-jangan masukan yang didapat overdosis dan akhirnya malah membuat repot para menteri untuk mengambil keputusan. Kalau para menteri repot, lalu lamban mengambil keputusan, Menko Ekuin sebagai koordinator ketiban lamban pula. Yang lebih runyam adalah kalau menteri di bidang lain ikut-ikutan meminta tim ini tim itu. Nanti akan muncul tim asistensi politik atau tim asistensi pengentasan kemiskinan atau tim asistensi otonomi. Presiden perlu menjelaskan kepada rakyat, terutama yang tidak awam—karena merekalah yang suka memberikan tanggapan—apakah tim dan dewan di bidang ekonomi ini begitu mendesak untuk mengatasi krisis. Kalau penting benar, berapa lama mereka bekerja? Dan bagaimana menilai kerjanya? Soalnya, kebanyakan anggota tim dan anggota dewan ekonomi itu manusia yang sudah sibuk. Di DPUN, misalnya, terdapat sejumlah pengusaha yang pasti sangat sibuk mencari uang untuk membayar utangnya yang menumpuk itu. Bagaimana membantu mengembangkan usaha kalau usahanya sendiri malah kurang cukup dijadikan jaminan di BPPN? Apakah sudah layak dari mereka yang sudah jatuh miskin ini—kalau mereka membayar utangnya, lo—kita mengharapkan ada perbaikan ekonomi? Jadi, memilih anggota dewan dan tim ini menjadi penting pula, agar kita tidak dibuat repot.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus