Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Peristiwa

6 Februari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasionalisasi Kasus Marsinah

MARSINAH, buruh sebuah pabrik di Surabaya itu, disiksa dan dibunuh karena kegigihannya dalam membela kaumnya. Dan kini, tujuh tahun kemudian, muncul harapan baru untuk mengungkap konspirasi pembunuhan berencana yang keji itu. Dalam kunjungannya ke Eropa pekan lalu, Presiden Abdurrahman Wahid berjanji di depan pengurus Organisasi Buruh Internasional (ILO) untuk mengungkap tuntas kasus itu. Nasib buruk Marsinah memang menjadi perhatian organisasi internasional itu, yang mendaftarnya sebagai kasus nomor 1773. Dan Presiden kini telah memerintahkan agar Kepolisian RI mengusutnya ulang. Seperti memperoleh darah baru, sejumlah LSM yang tergabung dengan Komite Solidaritas untuk Marsinah (KSUM) pekan lalu menuntut hal yang lebih spesifik: meminta aparat penyidik memeriksa 27 oknum TNI Angkatan Darat dan Polri yang diduga terlibat dalam skenario pembunuhan dan menghalangi pengungkapannya. Secara lebih spesifik, Koordinator KSUM Yudha Prastanto menyerukan pemeriksaan Komandan Detasemen Intel Kodam V/Brawijaya, yang diduga memerintahkan penguburan Marsinah, yang kala itu ditemukan dalam keadaan luka tapi belum meninggal. Oleh kalangan luas aktivis LSM, kasus Marsinah diyakini sebagai efek buruk dari doktrin ''dwifungsi" ABRI yang keblinger pada era Orde Baru, yakni keterlibatan TNI/Polri dalam urusan sipil seperti perburuhan serta pertanahan. Namun, zaman tampaknya sudah berubah. KSAD Jenderal Tyasno Sudarto dan Panglima Kodam Brawijaya Mayjen TNI Sudi Silalahi berjanji pihaknya tidak akan mengintervensi pengungkapan kasus lama itu.


Misteri 11 Februari dalam Skandal Bank Bali

KEJAKSAAN Agung mengumumkan temuan baru dalam penyidikan skandal Bank Bali. Dalam pemeriksaan pekan lalu, Bendahara Golkar Marimutu Manimaren dan Direktur PT Era Giat Prima Setya Novanto mengakui adanya pertemuan 11 Februari 1999 di Hotel Mulia, Jakarta. Pertemuan itu menjadi salah satu kunci utama pengungkapan skandal—dan menjelaskan proses serta siapa saja yang terlibat dalam pengaliran sebagian dana rekapitalisasi bank itu ke kas Partai Golkar. Namun, sejauh ini, tak satu pun yang disebut hadir mengakui adanya pertemuan itu. Menurut Soehandojo, Kepala Humas Kejaksaan Agung, kedua saksi itu mengatakan bahwa pertemuan yang dihadiri Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng tadi kemudian dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan sejenis di rumah sang Menteri. Pertemuan lanjutan ini, kata Soehandoyo, dihadiri dengan aktif oleh mereka berdua di samping Joko S. Tjandra. (Kepada pers belakangan, Manimaren membantah pernyataan Soehandoyo bahwa dia mengakui ikut hadir dalam pertemuan di rumah Tanri.) Pengakuan kedua saksi itu, jika benar, akan menempatkan Tanri di pusat skandal. ''Bukti awal ini cukup bisa menjadikan ia (Tanri) sebagai tersangka," kata Ramelan, Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Khusus. Namun, dia menambahkan, pihaknya ''tidak mau terburu-buru menetapkan ia sebagai tersangka." Kejaksaan Agung akan segera memanggil dan memeriksa Tanri, yang kini masih berada di luar negeri. Misteri Kematian Wakil Ketua Pansus Aceh FRAKSI Partai Persatuan Pembangunan mengancam. Fraksi itu bakal menarik diri dari keikutsertaan membahas Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2000 bila tenggat waktu yang diberikan kepada polisi selama 30 hari, untuk mengusut tuntas kasus terbunuhnya Tengku Nashiruddin Daud Nashiruddin, tidak dilaksanakan. Awal pekan lalu, jenazah Nashiruddin—anggota DPR dari fraksi itu—ditemukan di Desa Sibolangit, Deliserdang, Sumatra Utara, dengan dugaan dibunuh. Aisyah Amini, rekannya dalam fraksi, yakin kematian itu bersifat politik karena tidak ada barang milik pribadi almarhum yang hilang. Rosniar, istri almarhum, juga mengesampingkan kemungkinan motif pribadi dalam pembunuhan itu. ''Tidak mungkin," katanya. ''Semasa hidup, Abu orang sederhana, apa adanya, dan tidak punya musuh. Beliau kiai, imam masjid, tempat orang bertanya." ''Tengku Nashiruddin meninggal ketika sedang menjalankan tugas DPR," kata Amini. Sebagai Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Kasus Aceh, semacam komisi yang dibentuk DPR, Nashiruddin memang ditugasi menghadiri pertemuan persiapan Kongres Rakyat Aceh yang akan berlangsung Februari ini. Ada dugaan dia diculik dari Banda-aceh ke Deliserdang sebelum dibunuh. ''Pasti ada kaitannya dengan tugasnya itu," kata Amini. Semasa hidup, Nashiruddin memang pernah mendapat ancaman karena gigihnya memperjuangkan Aceh di rapat Pansus. Lama tinggal di Jakarta, pria Aceh yang rajin naik bus kota ke DPR ini berbeda pandang dengan kalangan Gerakan Aceh Merdeka. Menurut dia, provinsi itu harus tetap bergabung dengan Indonesia. Namun, dia juga mengecam keras penerapan daerah operasi militer serta menuntut pemerintah mengadili para jenderal yang terlibat pelanggaran hak asasi manusia di sana. Visum dokter menyebutkan luka jerat di leher sebagai penyebab kematian Nashiruddin, bukan luka tembak ataupun luka tusuk. Dan dari cara jenazahnya dibuang, yakni di tempat yang nyaris tak mungkin ditemukan oleh mereka yang mengenal almarhum, pembunuhan itu juga tak mudah disebut sebagai sebuah ''pernyataan politik" dari siapa pun pembunuhnya. Untuk sementara, Kepala Dinas Penerangan Kepolisian Daerah Sumatra Utara mengategorikan kasus ini murni kriminal. Dan selebihnya adalah misteri.


Kerusuhan di Yogya

API kerusuhan Ambon memercik ke Yogyakarta juga. Kota yang belum reda oleh ketegangan menyusul percobaan peledakan Masjid Agung itu lebih panas lagi oleh kerusuhan berbau sentimen agama. Sejumlah gereja, sekolah, dan susteran di kota itu dirusak oleh massa sepulang dari sebuah tablig akbar. Tablig yang diselenggarakan Forum Komunikasi Alhu Sunnah Wal Jamaah (FKAWJ) itu mengambil tema ''Panggilan Jihad" untuk membela muslim Ambon. Ustad Jaa'far Umar Thalib, salah satu pembicara, mengungkapkan pesan yang mendua. Pada satu sisi, dia mengatakan ''kami siaga tempur jika umat Islam dianiaya." (Pamflet publikasi panitia, berukuran setengah folio dengan tulisan mencolok ''Jihad, Siaga Tempur", menghiasai berbagai sudut kota sejak dua hari sebelumnya.) Namun, sang Ustad juga menyerukan perdamaian. Dia mengatakan agar warga Yogya tidak perlu mengkhawatirkan tablig akbar, yang ditakutkan akan membuat kerusakan. Umat Islam, kata dia, wajib berperang melawan musuh-musuh perdamaian, musuh kemanusiaan, dan musuh kasih sayang. ''Perang suci dengan misi seperti ini dinamakan jihad fisabilillah atau jihad Islami." Bahkan, Ustad Jaa'far berkata, ''Orang yang mau merusak Yogya akan berhadapan dengan kelompok saya." Namun, itulah yang terjadi. Sebagian massa seusai menghadiri tablig akbar melakukan konvoi keliling kota dengan sepeda motor meraung-raung. Entah bagaimana dimulainya, massa mulai melemparkan batu dan petasan ke arah bangunan nonmuslim yang mereka lalui. Sasaran pertama massa adalah Gereja Katolik Kota Baru, yang letaknya berdekatan dengan arena tablig. Namun, berkat kesiagaan puluhan aparat keamanan bersenjata laras panjang, massa dapat diusir. Selanjutnya, massa mencoba merusak Gereja Katolik Kidul Loji, tapi sekali lagi gagal. Kemudian, ratusan massa terpisah bergerak menyerang Gereja Baptis Indonesia, Gereja Kristen Jawa Mergangsan, Susteran Caritas, dan Kampus Universitas Kristen Imanuel Kalasan Sleman. Sejumlah genting, kaca, gedung, dan mobil sempat dirusak. Gereja Pugeran di bagian barat Kota Yogya juga mengalami rusak ringan. Kerusuhan ini terjadi hanya empat hari setelah para pemimpin sipil dan militer Yogya—termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X, melakukan pertemuan dan bersepakat menciptakan rasa aman di Yogya. Ayub Syafruddin Soerat, ketua forum penyelenggara tablig, menyesalkan kerusuhan itu. Ia mengatakan bahwa tindakan itu tidak dilakukan massanya. ''Ketika terjadi perusakan, massa FKAWJ dikerahkan menuju Mapolres Sleman berkoordinasi dengan aparat terkait. Bahkan, sebelum bubar, kami sempat mengingatkan supaya massa tidak berbuat onar," katanya. Keterangan itu didukung oleh Kepala Kepolisian Daerah Yogyakarta, Brigjen Pol. Drs. Dadang Sutrisno. ''Massa yang tidak jelas identitasnya itu mendompleng acara tablig akbar. Ketika pulang, mereka berpencar untuk melempari rumah ibadah," ujar Dadang. Polisi kini tengah memeriksa sembilan saksi yang diketahui membawa senjata tajam pada saat arak-arakan. Aparat juga meminta keterangan warga lain yang ikut arak-arakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum