Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Vonis Sembilan Bulan untuk Wartawan
Risang Bima Wijaya, 30 tahun, wartawan Grup Jawa Pos, divonis 9 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta, Rabu pekan silam. Vonis atas Risang ini adalah buntut dari berita yang ia tulis semasa masih wartawan Radar Jogja dua tahun silam.
Pada 27 Mei 2002, Radar Jogja memuat berita tentang pelecehan seksual yang dilakukan Soemadi Martono Wonohito, pemilik harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, terhadap karyawatinya, Sri Wahyuni. Soemadi kemudian menuduh berita itu sebagai pencemaran nama baik dan melapor ke polisi. Setelah beberapa kali sidang, majelis hakim yang diketuai Djoko Sediyono memutuskan Risang melanggar Pasal 310 KUHP karena melakukan penistaan melalui pemberitaan terhadap Soemadi.
Menurut Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Eddy Suprapto, vonis itu tidak tepat. Seharusnya, kata dia, kasus seperti ini diselesaikan menurut aturan yang ada dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Tapi, dalam persidangan, Djoko menolak menggunakan ketentuan ini. Alasannya, undang-undang tersebut bukanlah lex specialis—undang-undang yang bersifat khusus. Penolakan didasarkan atas keterangan saksi dari anggota Dewan Pers, R.H. Siregar. Menurut Siregar, hakim memang tak salah menerapkan KUHP pada kasus Risang ini. ”Karena memang undang-undang pers bukan lex specialis,” kata Siregar.
Mundur karena Takut Diusut
Inilah cara pejabat daerah menyiasati rasa takut. Takut dengan gebrakan pemerintah yang mengusut berbagai kasus korupsi, mereka menyatakan akan mundur serentak dari jabatannya. Di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Bupati Irianto M.S. Syafiuddin mengaku tak habis pikir dengan kelakuan anak buahnya ini. ”Saya kaget karena 16 kepala dinas dan 24 camat menyatakan akan beramai-ramai mundur,” tuturnya.
Para ”abdi negara” itu tak main-main. Sebagai tanda keseriusannya, tutur Irianto, mereka bahkan sudah merancang sebuah aksi mogok kerja. ”Mereka tidak segan-segan akan mengesampingkan tugas pelayanan kepada masyarakat.” ”Mereka takut melihat gencarnya pemberitaan di berbagai media massa. Terutama menyangkut banyaknya pejabat yang diperiksa kejaksaan atau kepolisian terkait kasus di institusi mereka masing-masing.”
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga, M. Sofyan, membenarkan hal ini. ”Ini terkait program seratus hari kabinet SBY untuk memberantas korupsi,” ujarnya. Efek ini sudah pula dirasakan Sofyan, karena banyak pegawai di lingkungannya menolak atau enggan dijadikan pimpinan pelaksana atau pimpinan proyek. ”Padahal dulu (jabatan itu) begitu dikejar-kejar.”
Hingga kini Bupati Irianto belum memutuskan apakah akan menerima atau meno-lak permintaan anak buahnya itu. ”Saya masih mengupayakan pendekatan,” katanya.
KPK Bebas Buka Rekening Hasil Korupsi
Satu lagi soal KPK. Komisi itu kini punya hak untuk menelisik rekening bank milik siapa pun yang diduga korupsi. Kewenangan itu ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi—peraturan yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Peraturan itu dikuatkan dengan fatwa Ketua Mahkamah Agung kepada Gubernur Bank Indonesia yang dikeluarkan 2 Desember 2004. Dalam surat nomor KMA/694RMS/XII/2004, Ketua Mahkamah Agung menyatakan prosedur membuka rekening bank yang biasanya tertutup tidak berlaku bagi KPK.
Fatwa itu, ujar Erry, bisa mengatasi salah satu kendala legalitas yang dihadapi KPK dalam menangani pemberantasan korupsi.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah Agung menyatakan dalam menjalankan tugasnya KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, dan selain mengikuti hukum acara yang berlaku juga mengikuti undang-undang yang berlaku lex specialis (ketentuan khusus).
Sepekan, Dua Heli Jatuh
Helikopter milik TNI AL jatuh di Sungai Siriwo, 80 kilometer arah utara Kota Nabire, Papua. Heli jenis DELL nomor 212 itu jatuh pukul 10.25 WIT, menewaskan lima orang penumpangnya, Rabu pekan lalu.
Para korban ini berangkat ke Nabire dalam tugas penyambutan kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Sabtu lalu. Mereka yang meninggal adalah Kapten Pilot AL Nofi, Kopilot Letnan Satu Putu, Mekanik Sersan Satu Pidiono, dan dua warga sipil, Noviko Goya dan Mayu. ”Heli itu jatuh di sungai dan hancur,” kata Wakil Kepala Polres Nabire, Komisaris Polisi Wenty Betlayery, Rabu pekan lalu. Tim evakuasi sempat kesulitan mencapai lokasi karena medan yang berat dan cuaca buruk.
Sehari berselang, helikopter Super-Puma jatuh di Wonosobo, Jawa Tengah. Kecelakaan itu menewaskan 13 penumpang dan pilot dari TNI AU. Menurut Wakil Kepala Polres Wonosobo, Komisaris Polisi Rasiyono Mojo, helikopter ditemukan hancur berantakan dan terbakar sehingga hanya tersisa bagian ekornya. ”Bangkai heli sudah tersebar, tinggal bagian ekor saja,” kata Rasiyono.
Heli buatan IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) itu dalam perjalanan dari Yogyakarta menuju Jakarta. Cuaca buruk menjadi penyebab terbatasnya jarak pandang sehingga heli menabrak Gunung Sumbing di Wonosobo.
Kejaksaan Agung Tahan Adiwarsita
Kejaksaan Agung ak-hirnya menahan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Adiwarsita Adinegoro, dan wakilnya, Abdullah Fatah, selama 20 hari terhitung mulai 22 Desember lalu. Adi menjalani pemeriksaan selama delapan jam. ”Berdasarkan evaluasi tim penyidik, kedua tersangka resmi ditahan,” kata juru bicara Kejaksaan Agung, Soehandojo. Surat perintah penahanan, kata dia, telah ditandatangani Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Sudhono Iswahyudi.
Tim penyidik diketuai F.X. Soehartono dengan anggota Raja Nafrizal, Heru Chaeruddin, dan Widiantoro. Saat menjabat Ketua Umum APHI periode 1998-2003, kata Soehartono, Adi telah menyalahgunakan uang organisasi senilai Rp 268 miliar dan US$ 4 juta.
Uang itu, menurut dia, telah dibagi-bagikan untuk Imam Kuntjoro sebesar Rp 10 miliar, sumbangan untuk Yayasan Raudlatul Jannah (yayasan yang juga pernah dikucuri dana Bulog oleh Akbar Tandjung) Rp 11,125 miliar. ”Kami punya bukti kuitansinya,” ujarnya.
Berdasarkan hasil penyidikan, kata dia, bagi-bagi duit itu tidak sesuai dengan AD/ART APHI. Karenanya, kejaksaan menjerat Soehartono dengan Pasal 1 (1a) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Adiwarsita diancam dengan hukuman maksimal 20 tahun.
Meski tidak mengikuti Adiwarsita, salah satu kuasa hukum tersangka, Adnan Buyung Nasution, menyesalkan penahanan itu. ”Itu cara-cara yang buruk,” kata dia. Kedatangan Adi, menurut Buyung, adalah untuk menemui tim kejaksaan sesuai dengan hukum yang berlaku. Seharusnya, menurut Buyung, Adi diberi keterangan dulu setelah berkali-kali diperiksa. ”Ini baru beberapa jam diperiksa dan baru beberapa pertanyaan sudah ditangkap dan ditahan,” kata dia.
Karena kejengkelannya itu, Buyung meminta kliennya bungkam saat pemeriksaan berikutnya. Sikap itu dilakukan karena Buyung menilai kejaksaan telah berbuat angkuh dan sewenang-wenang. ”Saya mesti bersikap keras,” ujarnya.
Kesaksian Murid Ba’asyir
Suasana tegang menyelimuti sidang kasus Abu Bakar Ba’asyir di auditorium Departemen Pertanian, Jakarta, Selasa pekan lalu. Ini terjadi saat majelis hakim mendengarkan keterangan kesaksian Nasir Abas, yang mengaku sebagai mantan anggota Jamaah Islamiyah.
Saksi Nasir Abas meyakini bahwa Ba’asyir merupakan Amir Jamaah Islamiyah. Dia mengaku bertemu pengasuh Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Jawa Tengah, itu saat mengikuti jihad di Afganistan selama enam tahun, pada 1988.
Sikap Nasir berubah saat mendapat pertanyaan dari penasihat hukum Ba’asyir. Ia menjawab ogah-ogahan. Me-nanggapi kesaksian itu, Ba’asyir membenarkan dirinya pernah bertemu Nasir di Malaysia karena saat itu Nasir adalah muridnya. Ba’asyir menolak kesaksian Nasir lainnya.
Pada sidang yang sama juga dihadirkan saksi Mustofa alias Imron Baihaki. Menurut Mustofa, dia menyimpan senjata dan amunisi di tokonya di Semarang yang merupakan titipan Nasir. Mustofa mendapat hukuman tujuh tahun penjara, sementara Nasir bebas dari jeratan pasal-pasal teroris dan hanya dipidana 10 bulan. Nasir hanya dituduh melanggar Undang-Undang Imigrasi dan pemalsuan dokumen.
KPK Umumkan Kekayaan 11 Menteri
Setelah lama ditunggu-tunggu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan juga kekayaan menteri Kabinet Indonesia Bersatu. Sayang, dari 36 menteri itu, baru 11 orang yang kekayaannya diungkap. Di urutan pertama tersebutlah Alwi Shihab, Menteri Koordinator Kesra yang juga pernah menjabat Menteri Luar Negeri di era Gus Dur, dengan total kekayaan Rp 18.809.160.620.
Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah dalam laporannya ke KPK memiliki kekayaan Rp 3.424.240.134. Kekayaan Bachtiar berupa harta tak bergerak yakni beberapa bidang tanah dengan nilai Rp 1.700.000.000, harta bergerak Rp 1.083.800.000, dan giro Rp 845.440.129. ”Saya juga memiliki utang sebesar Rp 205.000.000,” ujarnya.
Menteri Perhubungan Hatta Radjasa memiliki kekayaan Rp 9.635.063.000 dan US$ 10.000. Kekayaan Hatta itu bertambah sekitar Rp 2 miliar dibandingkan dengan tahun 2001, yang hanya Rp 7,1 miliar.
Selain 11 menteri, KPK juga mengumumkan kekayaan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Mantan Presiden PK Sejah-tera itu memiliki kekayaan Rp 233.269.290 dan US$ 15000. Sedangkan Endriartono memiliki kekayaan senilai Rp 2.962.153.375.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo