Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Peristiwa

20 Desember 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Sukabumi Reza 'Sembunyi'

Untuk sementara, teka-teki hilangnya Reza Artamevia Adriana Eka Suci terjawab sudah. Jumat sore pekan lalu tim manajemen Reza mengaku "menemukan" penyanyi 29 tahun itu. Pihak manajemen dengan demikian mencabut laporan hilangnya Reza ke Mapolda Metro Jaya.

Menurut anggota tim manajemen Reza, Diah Damayanti, Reza beberapa hari ini "mengasingkan diri" ke padepokan guru mengajinya, Gatot Bradja Musti, di Sukabumi, Jawa Barat. Tim manajemen menemukan Reza setelah dikabari Gatot. Meski secara fisik sehat, Reza mengalami depresi. "Dia mesti didekati, lama kemudian baru ingat," kata Diah.

Minggu lalu penyanyi itu dilaporkan hilang di Bandar Udara Soekarno-Hatta sepulang ia dari Surabaya. Spekulasi langsung meruak. Apalagi Reza sedang bermasalah dengan suaminya, Chandra Pratomo Adjie Massaid?model, pemain sinetron, dan kini anggota DPR.

Reza menggugat cerai Adjie dan menuntut dipertemukan kembali dengan kedua anaknya, Zahwa Massaid dan Aaliyah Rezi Massaid. Adjie mengadukan Reza ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan berselingkuh.

Misteri hilangnya Reza terkuak setelah seorang anggota satpam Bandara Soekarno-Hatta, Sudirman, memberi kesaksian yang melemahkan spekulasi bahwa Reza diculik. Menurut Sudirman, ia sempat mengantar dan memberhentikan taksi untuk sang penyanyi.

Dewan Pers: Tempo Tidak Melanggar UU Pers

Keberatan Direktur Utama PT Jamsostek Achmad Junaidi terhadap pemberitaan majalah Tempo edisi 8-20 Oktober 2004 dalam rubrik investigasi berjudul Salah Parkir Dana Jamsostek akhirnya diselesaikan melalui Dewan Pers. Pada pertemuan kedua belah pihak di Gedung Dewan Pers, jalan Kebon Sirih, Jakarta dibacakan rekomendasi yang dikeluarkan lembaga itu, pada Rabu pekan lalu. Pernyataan keputusan dibacakan anggota secara bergantian, dipimpin oleh Ketua Dewan Pers Ichlasul Amal. "Kami lega dengan keputusan ini," kata Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Bambang Harymurti. Adapun Nurhasyim Ilyas, salah satu pengacara pihak PT Jamsostek, mengatakan secara formal pihaknya menerima keputusan itu.

Dalam pengaduannya ke Dewan Pers, PT Jamsostek mengemukakan sejumlah poin keberatan. Antara lain, sumber dari tulisan itu yang dinilai kurang bisa dipertanggungjawabkan, menyudutkan serta berbau fitnah terhadap Direktur Utama PT Jamsostek. Terhadap keberatan tersebut, Tempo?dalam jawaban tertulisnya kepada Dewan Pers?menyatakan seluruh bahan investigasi bersumber pada institusi resmi maupun dokumen publik yang bisa dipertanggungjawabkan. "Tak ada sedikit pun niat kami untuk mendiskreditkan Direktur Utama Jamsostek," kata Bambang Harymurti.

Setelah mempelajari materi argumentasi kedua pihak, Dewan Pers memberikan penilaian dan rekomendasi. Dalam penilaiannya, Dewan Pers menyatakan, berita Tempo berjudul Salah Parkir Dana Jamsostek sudah sesuai dengan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) dan tidak melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Namun, terdapat ke-al-paan jurnalistik sehingga Tempo diwajibkan menyempurnakan pemuatan hak jawab PT Jamsostek, khususnya tentang hal-hal yang oleh pihak PT Jamsostek dirasakan belum seimbang penyampaiannya. Hak jawab ini harus dimuat paling lambat pada dua edisi berikutnya setelah penetapan ini diumumkan. Panjangnya minimal satu halaman didahului informasi bahwa tulisan tersebut dimuat untuk memenuhi pernyataan penilaian dan rekomendasi Dewan Pers.

SKB Pendirian Rumah Ibadah Tak Berubah

Heboh Gereja Sang Timur ternyata tak membuat pemerintah berubah hati. Pekan lalu, pemerintah menyatakan Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pendirian Rumah Ibadah dipastikan tidak diubah. "SKB itu masih sangat diperlukan. Negara akan kacau-balau tanpa aturan itu," ujar Menteri Agama Maftuh Basyuni kepada Tempo. Keputusan itu merupakan buntut dari kasus Sang Timur di Ciledug, Tangerang. Selama bertahun-tahun, Sang Timur tak bisa mendirikan gereja karena tak mendapat lampu hijau dari masyarakat sekitar dan pejabat pemerintah lokal?sesuatu yang diatur peraturan tersebut. Akibatnya, pengelola yayasan Sang timur menjadikan sekolah menjadi tempat ibadah. Masyarakat sekitar marah, bentrok tak terhindarkan, meski tak ada korban jatuh. Akibat peristiwa ini, Presiden Bambang Yudhoyono meminta Departemen Agama untuk mengkaji ulang SKB yang sempat dianggap diskriminatif itu.

Kepala Badan Litbang Departemen Agama, Atho Muzhar, yang memimpin pengkajian, menyatakan tidak ada pasal yang bersifat diskriminatif. "SKB itu berlaku untuk semua agama," kata Atho. Namun, Atho mengakui adanya kesulitan bagi kelompok mi_noritas untuk mendirikan rumah ibadah akibat regulasi dalam SKB. "Konsep dalam SKB itu," ujar Atho, "Agar pendirian rumah ibadah tak mengusik ketenteraman masyarakat setempat."

Sebetulnya, SKB Pendirian Rumah Ibadah ini berkali-kali digugat oleh kelompok minoritas. Prof J.E. Sahetapy, tokoh Kristen Protestan, sejak tahun 1980-an menyatakan SKB tersebut represif dan dengan demikian harus dinyatakan batal demi hukum (van rechtswege nietig). "SKB itu merupakan penjajahan terselubung terhadap umat minoritas," ujar J.E. Sahetapy, yang kini menjadi Ketua Komisi Hukum Nasional.

Usaha yang lebih serius kini tengah digodok Komite Peduli Perjuangan Rakyat. Organisasi yang berisi puluhan pengacara lintas agama ini tengah menyiapkan langkah hukum untuk menganulir SKB tersebut. Selain akan melakukan class action untuk mencabut SKB itu, komite juga akan mendaftarkan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. "Sudah bukan waktunya ada penindasan terhadap hak beribadah," kata Sekretaris Umum Komite, Shephard Supit.

Ancaman Bom di Hotel Hilton

Sebuah pesan penting pekan lalu datang dari Australia. Siaran pers Departemen Urusan Luar Negeri dan Perdagangan Australia menyatakan Hotel Hilton Jakarta jadi sasaran pengeboman. Informasi itu diperoleh pemerintah dari badan intelijen mereka. Siaran pers tersebut tak secara spesifik menyebut Hotel Hilton Jakarta atau Hotel Hilton Bali yang akan jadi sasaran teror.

Tak cuma itu, pemerintah Australia lantas mengeluarkan travel warning bagi warga Australia yang hendak berkunjung ke Indonesia. Selain Negeri Kanguru, Amerika Serikat, Inggris, dan Selandia Baru juga mengeluarkan peringatan bagi warganya yang akan melancong ke Indonesia.

Buntutnya, banyak wisatawan Australia yang merencanakan berlibur akhir tahun di Indonesia membatalkan niatnya. Maskapai Penerbangan Qantas, misalnya, mengaku menerima puluhan pembatalan pemesanan tiket tujuan Indonesia. Meski merugi, Qantas mengaku "dapat memahami" pembatalan itu. "Kami akan mengembalikan uang tiket yang dibatalkan tanpa biaya apa pun," ujar Michael Sharp, juru bicara Qantas.

Merespons peringatan dari Australia, Polri mengerahkan personelnya untuk menjaga Hilton. Sekurangnya 30 polisi bersenjata lengkap kini menjaga Hotel Hilton Jakarta. Manajemen hotel juga memperketat pengamanan. Hasil pantauan Tempo, di Hotel berbintang lima yang berdiri tahun 1971 itu tampak aktivitas pengamanan yang mencolok. Puluhan petugas berpakaian batik terlihat berjaga-jaga di pelbagai pintu masuk dan pojok hotel. Semua kendaraan, termasuk sepeda motor, yang akan masuk diperiksa dengan pendeteksi logam dan kaca spion.

Departemen Luar Negeri Indonesia menyayangkan sikap Australia yang langsung mengumumkan kepada publik ancaman bom di Hotel Hilton. Juru bicara Departemen Luar Negeri Marty Natalegawa menyebut pengumuman tersebut malah membuat kepanikan. Seharusnya, "Mereka terlebih dulu membagi informasi agar kita membuat antisipasi," kata Marty Natalegawa.

Sembilan Paket Bom di Bus Mekar Raya

Polisi pekan lalu menemukan sembilan paket bom rakitan di bagasi bus Mekar Raya jurusan Bandung-Garut. Menurut polisi, penemuan bermula dari informasi salah satu penumpang yang melihat benda mencurigakan dalam bus. Polisi lantas menghentikan bus di daerah Cibiru, pinggiran Kota Bandung. Setelah diadakan pemeriksaan secara teliti, tim gegana Polda Jawa Barat menemukan sembilan paket bom tersebut dalam kotak bekas mi instan. Kepala Polri Jenderal Da'i Bachtiar menyatakan kemungkinan besar paket bom tersebut terkait dengan rencana aksi teror menjelang Natal dan tahun baru. "Yang pasti itu untuk meledakkan suatu tempat," ujar Da'i Bachtiar.

Tim antiteror Polda Jawa Barat masih memeriksa awak dan penumpang bus. Mereka dimintai keterangan tentang kemungkinan keterkaitan mereka dengan paket bom. Tapi hingga Sabtu lalu polisi belum menetapkan tersangka pemilik paket bom rakitan itu.

Gubernur Banten Tersangka Korupsi

Gubernur Banten Djoko Munandar bisa jadi kini tak bisa tidur nyenyak. Setelah diperiksa selama 10 jam di Kejaksaan Tinggi Banten, Jumat pekan lalu Djoko dinyatakan sebagai tersangka perkara korupsi senilai Rp 14 miliar. Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Kemas Yahya menyatakan status tersangka bagi Gubernur Djoko ditetapkan berdasar bukti yang dikumpulkan tim penyidik. Kejaksaan menyatakan Djoko terkait dengan dugaan korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2003. "Keterkaitan Gubernur Djoko dengan kasus korupsi itu kuat sekali," ujar Kemas Yahya.

Selain Gubernur Djoko, tiga bekas pimpinan DPRD Banten periode 2001-2004?Dharmono K. Lawi, Mufrodi Muchsin, dan Muslim Jamaluddin?juga telah menjadi tersangka. Ketiganya kini meringkuk dalam tahanan kejaksaan. Para tersangka diduga mengalihkan dana Rp 10,5 miliar dari pos pengeluaran tak tersangka APBD Banten 2003 untuk tunjangan perumahan pribadi 75 anggota DPRD. Padahal, pos tersebut sejatinya untuk penanganan bencana alam dan dana sosial. Gubernur Djoko menyetujui pengalihan itu lewat surat nomor 900/Keu-437/2003 tertanggal 14 April 2003.

Selain untuk tunjangan perumahan, gubernur dan para anggota DPRD juga mengeluarkan 3,5 miliar rupiah dari pos yang sama untuk pelbagai kegiatan fiktif. Awalnya, para tersangka mengaku uang sebanyak itu merupakan "uang lelah" atas pelbagai aktivitas mereka. Tapi Kepala Kejaksaan Tinggi Banten menyatakan alasan tersebut tak masuk akal. "Kalau cuma Rp 10 juta bisa disebut uang lelah. Tapi, kalau jumlahnya Rp 3,5 miliar, itu korupsi," kata Kemas Yahya.

Sementara itu, kuasa hukum Djoko Munandar, Hendri Yosodiningrat, menyatakan kliennya tidak layak dijadikan tersangka. Menurut Hendri, "Bentuk pelanggaran yang dilakukan hanya merupakan pelanggaran administrasi, tidak tergolong bentuk kejahatan tindak pidana korupsi."

Selama pemeriksaan Gubernur Djoko, Kantor Kejaksaan Tinggi Banten dipenuhi sekitar 500 pengunjuk rasa dari Forum Banten Damai. Dalam orasinya, mereka menyatakan dukungan terhadap kejaksaan untuk memberantas korupsi di Banten. Wakil para demonstran bahkan sempat memberi sebuah kopiah, sajadah, dan tasbih kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Banten.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus