Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bintang Kejora Berkibar Lagi
Aksi ini telah menjadi tradisi. Bendera Bintang Kejora dikibarkan lagi pada 1 Desember lalu di Jayapura, Papua. Dipimpin oleh Vilep Karma dan Yusak Pakage, aksi ini dilakukan di lapangan Trikora dan diikuti sekitar 300 orang. Hadir juga dalam acara ini, Pendeta Bimara dan Martin Manoa, yang memimpin ibadah syukuran.
Polisi yang berjaga-jaga di sisi kiri-kanan lapangan langsung merangsek masuk saat massa berusaha mengibarkan bendera Bintang Kejora. Bentrokan tak bisa dihindari. Polisi menggebuk dan melepaskan tembakan, massa membalasnya dengan lemparan batu. Akibatnya, tujuh orang sipil dan empat orang polisi terluka.
Massa menganggap tanggal 1 Desember merupakan hari kemerdekaan Papua. Alasannya, Belanda pernah mengizinkan menaikkan bendera Bintang Kejora pada 1 Desember 1961. Hasil Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 1969 mereka nilai tidak sah.
Hanya, kali ini pengibaran bendera tak berlangsung lama. Setelah Kepala Polresta Jayapura, Ajun Komisaris Besar Moh. Son Ani, berunding dengan pimpinan massa, akhirnya disepakati bendera segera diturunkan.
Formatur Gabungan di PDIP
ANGIN perubahan bertiup ke arah PDI Perjuangan, yang akan menggelar kongres Februari mendatang. Seorang ketua umum terpilih nanti tidak lagi menjadi formatur tunggal dalam penyusunan pengurus. Pembentukan pengurus akan dilakukan oleh formatur gabungan, terdiri dari ketua umum terpilih dan figur-figur yang mewakili wilayah. Kini panitia kongres sedang menggodok rencana ini lewat perubahan tata tertib kongres dan amendemen AD/ART.
Menurut Ketua DPP PDI Perjuangan, Roy B.B. Janis, rencana itu telah mendapat lampu hijau dari Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, ketika memimpin rapat pengurus, Selasa pekan lalu. Saat itu Megawati mengungkapkan, percuma partainya ingin membentuk demokrasi jika penentuan pengurus ditentukan melalui formatur tunggal. "Kalau masih ada formatur tunggal, hak prerogatif dan sejenisnya berarti bukan lagi membangun demokrasi. Sebab, aspirasi di daerah menjadi terkunci," ujar Roy.
Budiman Sudjatmiko Masuk PDIP
GAGAL meraih dukungan rakyat yang besar lewat partainya sendiri, para aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) beramai-ramai masuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dipimpin mantan Ketua PRD Budiman Sudjatmiko, mereka menyatakan hal itu dalam acara bertajuk "Deklarasi Relawan Perjuangan Demokrasi", yang digelar di Hotel Sofyan Betawi, Jakarta, Jumat pekan lalu. Ada lebih dari 50 orang yang bergabung bersama mereka.
Budiman dan kawan-kawan beralasan, pilihan itu didasari oleh pertimbangan bahwa PDIP merupakan partai yang nasionalis, pluralis, dan berbasis kerakyatan. Menurut dia, PDIP merupakan wahana paling powerful dalam mewujudkan idealismenya. Dia mengharapkan setelah Maret 2005 mendatang akan ada pembaharuan secara signifikan di partai berlambang banteng bulat itu.
Bersama Budiman, ikut bergabung antara lain Raharjo Waluyo Jati (PRD), mantan Ketua Pijar Haikal, Akuat Supriyanto, Beathor Suryadi, Masinton Pasaribu (Front Perjuangan Pemuda Indonesia), serta Sinyo dari Gerakan Bersama Rakyat. Budiman menolak anggapan langkahnya itu dilandasi keinginan untuk mendapatkan materi. "Saya berbicara idealisme di partai, tapi mencari nafkah di luar partai," katanya.
Tragedi di Lintasan Kereta
DALAM sebulan terakhir, terjadi tiga kali tabrakan kereta api dengan mobil. Semua tragedi berlangsung di titik persilangan antara jalan umum dan rel kereta api, dan selalu merenggut nyawa korban.
Musibah terbaru terjadi di Purworejo, Jawa Tengah, Rabu malam pekan lalu. Sebuah truk bernomor polisi AA 9382 DC yang mengangkut rombongan pengajian tertabrak kereta api Gaya Baru Malam jurusan Surabaya-Jakarta di Desa Wojojenar, sekitar pukul 20.30 WIB. Akibatnya, tujuh orang tewas di tempat kejadian dan belasan lainnya luka-luka.
Kebetulan titik persilangan antara jalan untuk kendaraan umum dan rel kereta di desa tersebut tanpa penjagaan. Saat truk menyeberang, tiba-tiba kereta api yang melintas dari arah selatan, menuju stasiun Kutoarjo, menyenggol bak belakang truk. Truk pun terguling dan korban berjatuhan.
Tabrakan serupa juga terjadi di Tegal, 27 November lalu. Sebuah mobil Kijang bernomor polisi B 7433 ZN berpenumpang 12 orang tertabrak kereta api Kamandanu tujuan Jakarta-Semarang. Sebelas penumpang tewas seketika dan satu orang lagi dalam kondisi kritis. Menurut Ajun Komisaris Polisi Yudi Riawan dari Polres Tegal, mobil itu sempat terseret hingga 50 meter. Kecelakaan terjadi saat rombongan Kijang itu pulang setelah menghadiri wisuda akademi perawat di kota itu.
Di Jakarta, kecelakaan juga menimpa Sri Wiyanti, 21 tahun, mahasiswi Universitas Pancasila, 3 November lalu. Saat itu ia hendak melintas di pintu perlintasan ganda kereta api di kampus Universitas Pancasila, Jakarta Selatan. Namun, Sri, yang mengemudikan mobil Volkswagen Kombi, tiba-tiba ditabrak kereta api rel listrik Pakuan Ekspres. Mobilnya sempat terseret sejauh tujuh meter. Sri sempat dilarikan ke Rumah Sakit Fatmawati, namun di tengah perjalanan ia mengembuskan napas terakhir.
Banjir di Blitar dan Cilacap
MUSIM hujan mulai menunjukkan kuasanya. Di Blitar, hujan yang berkepanjangan hingga Jumat malam pekan lalu menyebabkan banjir. Lima orang tewas tenggelam setelah rumah mereka terendam air setinggi satu meter lebih.
Sampai akhir pekan lalu, "Baru dua korban yang teridentifikasi," kata Didik Bintoro, juru bicara Pemerintah Kabupaten Blitar. Mereka adalah Sutirah, 62 tahun, dan Sutinah, 61 tahun, warga Kelurahan Kademangan, Kecamatan Kademangan. "Meskipun di sana merupakan daerah aliran Sungai Brantas, ini bukan banjir bandang," kata Didik. Selain melanda Kademangan, banjir juga menenggelamkan sejumlah rumah di enam desa di Kecamatan Sutojayan.
Musibah yang sama terjadi di Cilacap, Jawa Tengah. Ratusan keluarga di dua kecamatan, yakni Gandrungmangu dan Sidareja, mulai Selasa hingga Rabu pekan lalu terpaksa mengungsi akibat banjir. Total rumah yang terendam air di Kecamatan Gandrungmangu 1.745 rumah, sedangkan di Kecamatan Sidareja 1.305 rumah, dengan ketinggian air mencapai 40-100 sentimeter. Di Kecamatan Cipari dan Kedungreja, air juga membuat area persawahan warga berubah menjadi danau. "Kami belum merinci seluruh kerugian karena banjir sewaktu-waktu masih datang," kata Camat Kedungreja, Farid Maarif.
Penjara 15 Tahun bagi Yujin
Ada kabar buruk bagi Sudjiono "Yujin" Timan, bekas Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia. Majelis Kasasi Mahkamah Agung memvonisnya 15 tahun penjara, Jumat pekan lalu. Dia didakwa terlibat dalam korupsi yang merugikan PT Bahana miliaran rupiah.
Putusan itu bertolak belakang dengan vonis sebelumnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 25 November 2002. Ketika itu ia dinyatakan lolos dari tuntutan jaksa. Alasannya, kasusnya dianggap bukan tindak pidana korupsi, melainkan perdata. Namun, kini Mahkamah Agung (MA) memvonis melebihi tuntutan jaksa yang menuntutnya delapan tahun penjara.
Menurut Kepala Sub-Direktorat Kasasi dan Peninjauan Kembali Pidana MA, Zarof Ricard, Sudjiono juga diharuskan membayar uang pengganti Rp 369 miliar.
M. Assegaf, salah satu pengacara Sudjiono, kaget atas putusan itu. "Gila bener.... Masa, sih, 15 tahun," ujarnya. Ia menilai aneh dan janggal putusan itu. Menurut Assegaf, PT Bahana justru mendapat keuntungan setelah dipimpin Sudjiono.
Ramuan Maut Dukun Tegal
Sebuah praktek perdukunan di Tegal, Jawa Tengah, memakan korban. Enam orang tewas setelah meminum ramuan pemberian Iskandar, 40 tahun. Seorang pengangguran ini mengaku memiliki kemampuan membuat kaya para kliennya.
Keenam korban tewas di rumahnya masing-masing pada Kamis siang pekan lalu. Mereka adalah Ropi'i (55 tahun), Masturoh (50 tahun), Supiwati (50 tahun), Suparman (40 tahun), Sarnadi (45 tahun), dan istrinya, Rohimah (38 tahun).
Tragedi ini sekaligus mengungkap misteri penemuan mayat di pemakaman umum Desa Talo, Kecamatan Pangkah, Tegal. Di situ ditemukan dua mayat, Wiryo, 52 tahun, dan istrinya, Ningtati, 51 tahun, yang sudah membusuk. Mereka diduga juga menjadi korban ramuan yang dibuat Iskandar. Sebelumnya, keduanya diketahui pergi bersama si dukun.
Kini polisi menahan Iskandar. Menurut Kapolres Tegal, Ajun Komisaris Besar Tri Nugroho, para korban tewas setelah diberi mantra dan ramuan yang berisi santan kelapa basi yang dicelupi jenglot.
Universitas Negeri Gorontalo Diserang
KAMPUS Universitas Negeri Gorontalo tiba-tiba diserbu orang tak dikenal, Kamis siang pekan lalu. Seratusan orang datang dengan menumpang lima truk, lalu mengobrak-abrik laboratorium, ruang kuliah, dan kantor pusat rektorat. Akibatnya, "Tujuh mahasiswa harus dirawat di rumah sakit," kata Nelson Pomalingo, Rektor Universitas Gorontalo.
Menurut Ajun Komisaris Besar Hendra Supriatna dari Polda Gorontalo, para penyerang diduga pendukung Wali Kota Medi Botutihe. Penyerbuan ini merupakan buntut dari demonstrasi sejumlah mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo sebelumnya di kantor wali kota. Para mahasiswa menuntut mundur Botutihe karena menutup sejumlah rumah makan di dekat kampus mereka. "Ini aksi balasan. Tapi belum diketahui siapa yang menggerakkan mereka," kata Hendra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo