Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Batas Pemulangan TKI Diperpanjang
Negeri jiran Malaysia bermurah hati menjelang Idul Fitri. Mereka setuju memperpanjang batas waktu pemulangan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang tak berdokumen lengkap hingga Desember 2004. Semula, batas waktu yang diberikan adalah hingga 14 November. Jadi, tak percuma Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Fahmi Idris memerlukan datang membujuk pemerintah Malaysia sepekan terakhir.
Persetujuan ini diberikan setelah terjadi pembicaraan antara Fahmi Idris dan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi. Sebelumnya permohonan Indonesia itu sempat mentok di meja Menteri Dalam Negeri Malaysia. Menurut Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri I Gusti Made Arka, kesepakatan pengunduran batas waktu itu baru bisa terlaksana setelah dibahas dalam sidang kabinet Malaysia.
Sudah barang tentu semua itu bukan tanpa syarat. Pemerintah Malaysia, kata Made Arka, mensyaratkan para TKI itu harus mempunyai tiket dan memiliki dokumen yang diperlukan untuk kembali ke Indonesia. "TKI tidak akan dihukum maupun didenda, asalkan mempunyai tiket dan dokumen resmi," katanya.
Tim lobi yang dipimpin Fahmi rencananya juga akan memohon keringanan hukuman bagi Herlina Trisnawati, TKI yang divonis hukuman gantung atas tuduhan pembunuhan. "Kami akan berupaya agar kasus ini bisa diselesaikan seperti kasus Sundarti, TKI Indonesia di Singapura. Kalau bisa hukuman gantung diganti dengan hukuman seumur hidup," kata Made Arka.
Pembunuhan Kepala Desa
Isak tangis ratusan warga meledak tak tertahan ketika jenazah berseragam pamong praja lengkap itu ditanam, Sabtu pekan lalu. Carminalis Ndele, yang hari itu dimakamkan, memang seorang kepala desa di Pinedapa, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Dan yang membuat kesedihan dan kemarahan warga memuncak, tokoh ini tewas karena kepalanya dipenggal.
Pembunuhan sadistis ini memanaskan kembali situasi di Poso, yang memang belum sepenuhnya pulih dari sisa-sisa konflik horizontal beberapa tahun silam. Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Aryanto Sutadi segera menenangkan warga dan meminta agar mereka tidak terpancing balas dendam. "Percayakanlah sepenuhnya kepada polisi," kata Kapolda di hadapan warga yang tengah bersiap melakukan kebaktian. Ka-polda juga berjanji memprioritaskan kasus ini.
Di Jakarta, Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar mengatakan bahwa pembunuhan Kepala Desa Pinedapa itu murni kriminal. "Itu pembunuhan yang sadistis," katanya di sela-sela acara inspeksi mendadak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Terminal Bus Kam-pung Rambutan, Jakarta Ti-mur, Ahad lalu. "Informasi sudah diperoleh tentang ciri-ciri orang yang menjemputnya dan kendaraan yang digunakan tersangka," katanya. Ia meminta agar masyarakat Poso tidak terprovokasi.
Polisi Poso langsung menyisir pengguna jalan yang melalui kabupaten bekas konflik tersebut. Tapi penjagaan ketat ini justru dikeluhkan para sopir truk angkutan barang. Dari Makassar ke Sulawesi Tengah, kata Rusman, salah seorang sopir, ia harus melewati 134 pos keamanan dan semuanya minta uang rokok. "Tulis itu, saya harus menyiapkan paling sedikit Rp 300 ribu untuk penjaga pos," katanya.
Vonis Gantung untuk TKI
Ketika ratusan ribu tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal diizinkan pulang oleh pemerintah Malaysia melalui program pengampunan, seorang di antaranya harus tetap tinggal. Dia adalah Herlina Trisnawati, 22 tahun. Ia dijatuhi hukuman gantung oleh pengadilan Malaysia Jumat pekan lalu, karena terbukti membunuh majikannya, Soon Lay Chuan.
Di pengadilan, Herlina mengaku terlebih dulu dipukul batu oleh majikannya karena masakan kari yang dibuat hangus, tiga tahun silam. Dia kemudian membalas memukul dengan batu hingga berujung kematian majikannya. Hakim menolak pembelaan terdakwa dengan alasan kegilaan sementara.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Fahmi Idris, kemudian melakukan pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri Malaysia untuk membahas kasus ini. Menteri Fahmi meminta keringanan hukuman atas Herlina. "Penasihat hukum Herlina, Vijaw, telah melakukan banding atas vonis yang diberikan majelis hakim," kata juru bicara Departemen Luar Negeri, Marty Natalegawa.
Menyeret Bupati Korupsi
Pekan lalu, empat bupati akan diperiksa polisi dalam kasus korupsi. Mereka adalah dua bupati di Provinsi Kalimantan Barat, seorang bupati di Jambi, dan satu lagi dari Sulawesi Tenggara. Polisi bisa memeriksa mereka setelah mendapat izin tertulis dari Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. "Surat itu akan kita serahkan ke Kapolri," kata juru bicara kepresidenan, Andi Mallarangeng, Jumat lalu.
Sebelum meneken izin pemeriksaan bagi empat bupati itu, Presiden telah menandatangani tiga surat serupa, seminggu sebelumnya. Izin itu diberikan untuk memeriksa Wali Kota Depok (Jawa Barat), Bupati Banyuwangi (Jawa Timur), dan Bupati Nabire (Papua).
Menurut Andi, Presiden telah memerintahkan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra, dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, agar menginventarisasi permohonan izin pemeriksaan pejabat negara yang terkait kasus korupsi. Permohonan itu selama ini belum ditandatangani mantan presiden Megawati.
Namun, kata Andi, izin pemeriksaan dari Presiden ini bukan berarti bupati yang bersangkutan telah pasti bersalah. Soal kesalahan mereka akan diputuskan melalui proses pengadilan. Yang pasti, para bupati itu kini mulai tidak bisa nyenyak tidur.
Penangkapan 'Teroris'
Polisi kembali menangkap orang-orang yang diduga terkait dengan aksi teror. Jumat pekan lalu, yang menjadi target adalah tiga orang penghuni rumah kontrakan milik Kamil, warga Kampung Leuwiliang Kaum, Kecamatan Leuwiliang, Bogor.
Warga sampai Ahad lalu masih bertanya-tanya apakah tiga orang yang ditangkap petugas dari Markas Besar Kepolisian itu benar-benar anggota komplotan perakit bom asuhan Dr. Azahari seperti diduga petugas. Sebab, selama ini para tetangga mengenal mereka sebagai tukang sandal keliling. Kepolisian Bogor pun tidak ada yang berani memberikan komentar apa pun soal penangkapan itu.
Warga sekitar kampung tersebut bercerita, aksi penangkapan dilakukan oleh sejumlah orang berbadan tegap dan berambut cepak pada Jumat petang. Saat itu warga sedang asyik berbuka puasa. "Saya sendiri tidak melihat apakah yang ditangkap dua atau tiga orang," cerita Kamil. Warga lainnya memastikan penangkapan terjadi dua kali, yakni sore terhadap dua orang, dan satu lagi ditangkap sekitar pukul 21.00. Menurut Kamil, dua pengontrak rumahnya dalam kartu identitas menunjukkan warga Sukabumi. "Mereka mengontrak sejak 16 hari lalu," katanya.
Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal Suyitno Landung, yang dimintai konfirmasi atas hal ini, menyatakan belum tahu. "Belum ada laporan. Tapi, kalau benar ada yang dimintai keterangan, lantas kenapa?"
Wahono Berpulang
Letnan Jenderal (Purn.) Wahono telah berpulang. Mantan Ketua MPR/DPR periode 1993-1998 ini meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, Senin (8 November) sore pukul 16.05.
Sakri, salah seorang staf yang mendampinginya sejak 1962, mengatakan Wahono baru dibawa ke rumah sakit pada Senin pagi. Kondisinya terus memburuk hingga sore hari ajal menjemput. Namun, belum ada keterangan resmi sakit apa yang membuat hidupnya berakhir. Jenazah disemayamkan di rumah duka, Jalan Iskandar II Nomor 85, Jakarta Selatan. Rencananya, jenazah akan dikebumikan pada Selasa, 9 November 2004.
Selain pernah menjabat ketua parlemen dan Gubernur Jawa Timur, Wahono tercatat pernah menempati berbagai posisi penting. Pada kurun waktu 1972-1973, ia menjabat Panglima Komando Strategis Angkatan Darat. Ia juga pernah menjabat Direktur Jenderal Bea dan Cukai pada 1981-1983. Selanjutnya, pada 1988 -1993, Wahono dipercaya sebagai petinggi di organisasi politik penyokong pemerintah, yakni Golongan Karya.
Wahono, kelahiran Tulungagung, Jawa Timur, 25 Maret 1925, meninggalkan seorang istri, Mintarsih Syahbandar, yang dinikahinya pada tahun 1951. Dari pernikahannya itu, ia dikaruniai enam orang anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo