Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Publik mulai mengenal sosok Eddy Hiariej saat menjadi saksi ahli kasus es kopi Mirna.
Pernah melaporkan keponakannya ke polisi.
Mengaku memiliki hubungan saudara dengan mantan terpidana kasus pembunuhan.
SOSOK Edward Omar Sharif Hiariej mencuat sejak menjadi saksi ahli persidangan pembunuhan Wayan Mirna Salihin pada 2016. Pada waktu itu pengadilan tak kunjung menghadirkan saksi yang melihat terdakwa Jessica Kumala Wongso mencampurkan sianida ke kopi es di gelas Mirna. Eddy Hiariej meminta hakim tak ragu menjatuhkan hukuman kepada Jessica meski motif pembunuhan tak kunjung terungkap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karier laki-laki 49 tahun itu di dunia hukum kian moncer setelah menjadi saksi ahli kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sewaktu menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kalimat Ahok yang dipelintir menyulut gelombang demonstrasi yang berujung kekalahannya dalam pemilihan kepala daerah 2017 melawan Anies Baswedan. “Gue bela Ahok,” ujar Eddy, lalu terkekeh. Saat itu Eddy menjadi saksi ahli atas permintaan jaksa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namanya kembali diperbincangkan saat menjadi saksi ahli sidang sengketa pemilihan presiden antara kubu Joko Widodo-Maruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Mahkamah Konstitusi pada 2019. Dalam sidang itu, Eddy kerap mengkritik penasihat hukum kubu Prabowo-Sandiaga. Misalnya, ia menyebut Mahkamah Konstitusi bukan “Mahkamah Kalkulator” karena menganggap penasihat kubu Prabowo terlalu memaksakan dalil hukum yang mengakui kemenangan Prabowo.
Di dunia peradilan, Eddy Hiariej terkenal karena kerap menjadi saksi ahli perkara pidana. Ia melakoni profesi sambilan itu sejak 2006. Eddy berhenti menjadi saksi ahli sejak diangkat Presiden Jokowi menjadi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Desember 2020. “Selama 14 tahun, aku 800 kali menjadi saksi ahli,” ucapnya. Ia enggan menyebut nilai honor setiap kali menjadi saksi ahli.
Eddy memulai kariernya menjadi dosen di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada 1999. Ia memperoleh gelar guru besar ilmu hukum pidana saat berusia 37 tahun pada 2010. Karena jadwal kerjanya makin padat, Eddy merekrut mantan mahasiswanya untuk membantunya menjadi saksi ahli. Salah satunya Yogi Arie Rukmana. “Saya sudah membantu beliau sejak 2015,” kata Yogi.
Hingga kini Eddy masih tercatat sebagai dosen di UGM. Ia tetap mengajar pada Sabtu dan Ahad. Eddy juga kerap terdaftar sebagai penguji tesis hingga disertasi mahasiswa. “Semester ini beliau mengajar hukum pidana untuk mahasiswa S-1,” ujar salah seorang dosen UGM, Muhammad Fatahillah Akbar.
Eddy tersandung perkara gratifikasi. Seorang pengusaha tambang nikel mengaku memberinya Rp 7 miliar melalui dua orang dekatnya untuk memuluskan pengesahan akta perusahaan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Eddy membantah jika disebut menikmati uang itu.
Pada 2022, Eddy melaporkan keponakannya ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. Ia menuduh keponakannya yang berinisial AB tersebut mencatut namanya untuk mendapatkan uang dari para calon notaris. “Saya ada bukti rekamannya,” tutur Eddy. Rekaman itu berisi percakapan si keponakan dengan keponakan Eddy lain yang menjadi pegawai di Kementerian Hukum dan HAM Kantor Wilayah Sulawesi Selatan. Kepada saudaranya, AB mengklaim bisa membantu kenaikan pangkat lewat bantuan Eddy. “Dia bilang Om Eddy sudah bikin memo dan minta uang Rp 500 juta. Semua itu bohong,” ucap Eddy.
Para pegawai Kementerian Hukum dan HAM kerap membicarakan Eddy yang sering membawa seorang perempuan saat bertugas ke daerah. Pada Oktober 2022, misalnya, Eddy membawa seseorang bernama Rosa Hehanusa dari Surabaya ke Makassar. Majalah Tempo pernah menulis profilnya sebagai "Jagal Cantik dari Surabaya" pada 2001.
Salah satu bukti kedekatan keduanya terlihat dari sebuah potongan video yang memperlihatkan Eddy berpidato di acara pernikahan anak Rosa. Beberapa pejabat Kementerian Hukum dan HAM turut hadir dalam acara itu. Eddy mengaku perempuan 60-an tahun yang masuk bui karena kasus pembunuhan itu adalah saudaranya. “Ada yang sengaja memunculkan nama Rossa saat ramai isu gratifikasi,” tuturnya. “Dia kenal dengan pegawai Kemenkumham jauh sebelum saya menjabat.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo