Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pernikahan air

Rosyadi dan markamah, warga samborejo, pekalongan, jateng menikah di atas rakit. karena tanggul sungai pencongan bobol sehingga desa samborejo banjir. tanggal pernikahan telah ditetapkan.

20 Februari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAH berkah atau musibah? Boleh jadi bisa dua-duanya buat Rosyadi dan Markamah, warga Desa Samborejo, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Rosyadi sehari- hari tukang jahit di rumahnya, dan Markamah perajin bordir. Setelah kenalan dua tahun, mereka siap naik pelaminan. Pesta pernikahan sudah dirancang sebaik mungkin. Sesuai dengan petunjuk seorang kiai, dipatok hari baik: Kamis, 28 Januari 1993. Jauh sebelumnya 300 undangan disebar, sebab bagi keluarga Warnoyo ini merupakan hajatan pertama. Markamah adalah putri sulung dari lima anak. Sehari menjelang pesta, pihak keluarga pengantin perempuan pun sudah menyiapkan sejumlah hidangan. Perias pengantin serta tukang foto juga sudah dibayar Rp 200.000. Sewa kursi tamu pun dilunasi, termasuk ongkos nikah kepada petugas kantor urusan agama setempat. Sore Rabu itu hujan turun dengan lebatnya, dan tak reda sampai larut malam. Sehingga para tamu yang meramaikan lek- lekan (bergadang) semalam suntuk untuk meriahkan acara midodareni banyak yang gelisah. Apalagi air dari langit seakan sukacita membasahi Kecamatan Tirto. Tirto dalam bahasa Jawa artinya kan air? Sampai hari Kamis. Urusan tambah runyam ketika tanggul Sungai Pencongan bobol di Desa Ngrengas. Tak tertahankan lagi lidah air menjalar ke mana-mana. Bah lalu melanda Desa Samborejo. Rumah Warnoyo tergenang semeter lebih. Padahal akad nikah sudah disepakati pagi itu pukul 07.00. Sidang kilat yang dihadiri keluarga kedua pihak memutuskan pernikahan tetap dilaksanakan. Akad nikah di Musala Ashakirin. Letaknya agak tinggi, jadi tak sampai kemasukan air. Karena jalan ke sana sudah bagaikan laut, atas prakarsa Yasir dibuatlah rakit dari gedebok pisang. Satu untuk pengantin, dan satu lagi untuk menjemput penghulu. Selesai itu kedua pengantin kembali ke rumah masing-masing, yang berjarak sekitar 300 meter. Sampai malam belum ada tanda surutnya hujan. Namun genangan air bukan satu-satunya romantika pesta ini, karena listrik juga padam. Walhasil, kedua pengantin dirias di bawah penerangan lilin. Akhirnya dapat disewa mesin diesel listrik untuk resepsi di rumah mempelai wanita. Kedua pengantin lalu disandingkan di atas rakit. Agar tidak sampai menyelonong dibawa air, rakit itu dipegang oleh delapan pemuda. ''Sedih saya. Baru pertama kali punya hanjat, kena musibah begini,'' kata Warnoyo kepada Bandelan Amarudin dari TEMPO. Pedagang sayur ini sempat pingsan. Istrinya juga sedih, karena tamu yang hadir cuma sekitar 50 orang. Para tamu tampaknya senang meski harus terendam. Melihat pengantin kedinginan di rakit batang pisang itu, mereka tak tega. Pasangan itu lalu dipindahkan ke dipan hingga agak bebas dari air. Tiba jamnya, pengantin melangkah lewat kursi yang dijajarkan untuk masuk kamar. ''Seperti hidup di perahu. Ranjang kami direndam air. Cuma kasur yang kering,'' cerita Markamah, yang disambut Rosyadi dengan lirikan seraya senyum-senyum kecil. Ed Zoelverdi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus