DARI Bogor ada berita buruk tentang ibu kota Republik Indonesia: lebih dari separuh rumah di Jakarta terserang rayap. Berita menakutkan itu dilansir oleh Kelompok Pengkajian Masalah Rayap (KPMR) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, dua pekan lalu, berdasarkan hasil penelitian mereka sepanjang tahun 1992. Tim beranggotakan 50 orang itu meneliti 7.500 rumah di seantero Jakarta sejak Januari hingga Desember tahun lalu. Yang mereka longok adalah sudut-sudut tertentu yang dianggap rawan, seperti dapur dan kamar mandi. Hasil penemuan mereka, seperti dikemukakan Ketua KPMR Dodi Nandika, ''Kira-kira 60% dari rumah-rumah itu diserbu rayap. Kerugian ditaksir Rp 15 miliar.'' Dari lima wilayah Ibu Kota yang diteliti, menurut Dodi, staf pengajar Fakultas Kehutanan dan juga anggota The International Research Group on Wood Preservation, daerah yang paling menderita adalah Jakarta Selatan. Dari 1.052 rumah yang diteliti, sebanyak 41% rumah diserang rayap tanah dan 32% dilalap rayap kayu kering. Kerugian diperkirakan Rp 4,1 miliar. Masuk akal bila angka kerugian itu besar. Seekor rayap yang beratnya sekitar 2 miligram, ujar Dodi lebih lanjut, sanggup menyantap 0,78 miligram kayu tiap hari. Sedangkan binatang ini hidup berkoloni dengan anggota ratusan ribu ekor. Urutan terendah korban geregotan rayap adalah rumah-rumah di Jakarta Utara. Dari 2.025 rumah yang diteliti, tercatat 10% diserbu rayap tanah dan 15% disikat rayap kayu kering. Kerugian yang ditimbulkan Rp 1,7 miliar. Mengapa bisa begitu? ''Wilayah selatan relatif lebih lembap dibandingkan dengan wilayah utara, sehingga peluangnya untuk diserang rayap lebih besar,'' ujar Dodi. Penyebab lain berkembangnya rayap di Jakarta, kata Dodi lagi, banyaknya tanah urukan perumahan (terutama permukiman baru) yang gembur, sehingga menarik rayap untuk bermukim dan membentuk koloni. Faktor pendorong tambahan yang mempermudah rayap merusak rumah adalah dipakainya bahan- bahan kayu berkualitas rendah. Rayap tanah dan rayap kayu kering yang menggerogoti rumah merupakan rayap paling ganas di antara 200 jenis rayap yang ditemukan di Indonesia. Kedua jenis rayap ini dapat menyusup sampai celah sesempit 0,3 milimeter, lalu mengebor terowongan di tembok, beton ringan, celah lantai tegel, dan kayu. Tak heran bila bangunan bertingkat, sekalipun memakai tiang besi, bukan bangunan yang aman dari rayap. Direktorat Tata Bangunan Pekerjaan Umum yang meneliti gedung-gedung Pemerintah pada tahun 1986 melaporkan bahwa kerugian yang ditimbulkan rayap pada bangunan-bangunan tersebut mencapai Rp 100 miliar. Pada tahun yang sama, sebuah badan riset independen di Jepang melaporkan bahwa dunia rugi Rp 2 triliun akibat gerogotan rayap pada bangunan. Bagaimana cara mengatasi bahaya rayap ini? Cara paling mudah dan murah, menurut Dodi, dengan menyemprotkan zat termitisida di sudut-sudut rawan. ''Biayanya paling tinggi hanya Rp 45.000 per meter persegi,'' ujarnya kepada Taufik T. Alwie dari TEMPO, pekan lalu. Sedangkan bagi mereka yang baru mau membangun rumah, Subiyanto, ahli rayap dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, memberikan resep: gunakan kayu jati atau kayu besi bila membangun rumah. ''Jenis kayu ini, selain mengandung bahan pengawet lavachol (antiserangga), juga tak mempan oleh gigitan rayap,'' katanya. Hanya saja, cara ini mahal tentunya. PBS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini