Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kawat baja berukuran jumbo melengkung sepanjang 350 meter di atas lapangan Stadion Moses Mabhida, Durban, Afrika Selatan. Lengkungan tertingginya 106 meter dari lapangan rumput. Kawat itu merupakan jalan bagi mobil kabel yang bisa membawa pengunjung dari sisi utara stadion ke titik tertinggi. Di sanalah, pada awal bulan ini, Hubert Nienhoff berada untuk melakukan pengecekan terakhir sebelum stadion itu digunakan sebagai venue Piala Dunia.
”Sungguh mengejutkan, kami ternyata mampu menyelesaikannya tepat waktu meski tempo pengerjaannya sangat mepet,” kata Nienhoff, arsitek senior dari Gerkan, Marg and Partners (GMP), perusahaan konstruksi yang berbasis di Berlin, Jerman. Puas, pembangunan kelar tak lewat tenggat. Lebih puas, fulus melimpah masuk ke kantong perusahaan.
GMP adalah salah satu dari beberapa kontraktor yang menikmati gurihnya uang US$ 8,4 miliar (hampir Rp 77,5 triliun) yang diguyurkan pemerintah Afrika Selatan untuk Piala Dunia. Sebagian besar dana itu habis untuk membangun lima stadion baru dan merenovasi lima stadion lama serta pembangunan infrastruktur lain.
Sekitar sepekan setelah Nienhoff melakukan pengecekan terakhir itu, Moses Mabhida menjalani fungsi utama pertamanya. Takdir menyenangkan bagi Nienhoff dan rekan-rekan GMP-nya, penjajal pertama ”stadion mereka” adalah tim Jerman, yang melakukan partai perdana di Grup D melawan Australia, Sabtu pekan lalu.
Nienhoff seperti menyediakan ”rumah” bagi tim nasional negaranya. Dua ”rumah” yang lain juga dia siapkan: Stadion Cape Town dan Stadion Nelson Mandela di Port Elizabeth. GMP terlibat dalam pembangunan tiga dari lima stadion baru. Cape Town dipakai Jerman bila lolos ke perempat final dengan status sebagai juara grup. Namun Nienhoff tak berharap Jerman bermain di Nelson Mandela Bay, karena cuma akan berebut tempat ketiga.
Lebih indah bila Der Panzer—julukan tim Jerman—maju ke partai puncak di Stadion Soccer City, Johannesburg, yang salah satu subkontraktornya adalah Birdair-Pfeifer, gabungan perusahaan Amerika-Jerman. Birdair-Pfeifer menjadi subkontraktor dari Murray & Robert, perusahaan konstruksi terbesar dari Afrika Selatan.
Usahawan konstruk-si Jerman jeli membaca peluang dengan memanfaatkan momen Piala Dunia 2006, yang berlangsung di negara mereka. GMP, misalnya, melobi delegasi pemerintah Afrika Selatan sejak 2005. Saat itu utusan pemerintah Afrika Selatan bolak-balik ke Jerman untuk melakukan studi banding. Dari sana kontrak Stadion Nelson Mandela Bay dan Cape Town mereka dapat. Adapun kesepakatan tentang desain Moses Mabhida baru diteken beberapa hari seusai final Piala Dunia 2006.
”Kami bahkan baru mulai membangun Moses Mabhida pada 2007,” kata Nienhoff. Kontrak stadion yang diambil dari nama salah satu pejuang apartheid itu mencapai 300 juta euro (sekitar Rp 3,3 triliun). Biaya pembangunan Cape Town tak kurang dari 400 juta euro, dan Mandela Bay 90 juta euro.
Selain pengusaha Jerman, negara tetangga mereka, Austria, kecipratan rezeki. Rieder Smart Element mengekspor 40 ribu meter kubik fiberglass nomor wahid dari Austria. Dan Valenta Metallbau mengapalkan 100 ribu buah baja nomor satu.
Sementara pengusaha konstruksi menikmati fulus besar, nasib pekerja kasar asli Afrika justru terpuruk. Banyak dari mereka yang hanya digaji US$ 5 per pekan, padahal gaji minimum di sana US$ 200 per bulan. Sekitar 70 ribu pekerja bangunan stadion melakukan aksi demonstrasi pada Juni tahun lalu. Mereka kembali bekerja seusai negosiasi yang berjalan alot.
Boleh saja Menteri Pariwisata Marthinus van Schalkwyk memprediksi Piala Dunia akan berkontribusi menaikkan produk domestik bruto negaranya 7,4 persen. Pengamat internasional pun bisa berpendapat bahwa produk domestik bruto tuan rumah meningkat 0,54 persen. Yang terlihat di depan mata sekarang adalah keuntungan perhelatan akbar empat tahunan ini bukan milik tuan rumah.
Pemenang utamanya bernama FIFA, Federasi Sepak Bola Internasional. ”Piala Dunia sukses besar secara komersial,” ujar Sekretaris Jenderal FIFA Jerome Valcke, bangga. ”Pendapatan kami meningkat hingga 50 persen dibanding Piala Dunia Jerman 2006.” Dalam hitungannya, pendapatan FIFA mencapai 1,65 miliar pound sterling (sekitar Rp 22 triliun). Yang 60 persen berasal dari sponsor, 30 persen dari penjualan hak siar televisi, dan sisanya dari lain-lain, termasuk tiket.
Konsekuensinya, FIFA menerapkan aturan ketat soal hak cipta. Pengusaha gantungan kunci dari Johannesburg bernama Grant Abramhamse, misalnya, menerima surat teguran dari FIFA karena mencantumkan logo pada produknya. Sebuah bar di negeri itu juga menerima surat sejenis gara-gara memasang spanduk ucapan selamat datang kepada pengunjung Piala Dunia di dalam ruangannya. Padahal semua itu ada di teritori Afrika Selatan, sang tuan rumah. FIFA yang bermarkas di Zurich, Swiss, itu telah mengajukan 451 klaim pelanggaran pemasaran ”kecil-kecil” semacam itu.
Itulah cara FIFA melindungi para sponsor yang menggelontorkan uang berjibun ke kantong mereka. Salah satu sponsor itu adalah Adidas. Perusahaan aparel dari Jerman ini menargetkan keuntungan mereka tahun ini lebih dari 1,3 miliar euro (sekitar Rp 14,5 triliun), yang merupakan pendapatan terbesar mereka sebelumnya. Itu terjadi pada tahun pelaksanaan Euro 2008.
Sebagai sponsor resmi, logo Adidas bertebaran di Stadion Moses Mabhida yang dibangun Hubert Nienhoff dan kawan-kawan. Mereka semua orang Jerman.
Andy Marhaendra
Liga Asal Pemain
Pendapatan FIFA dari Sponsor
1. Partner FIFA
Adidas, Coca-Cola, Emirates Airlines, Hyundai-Kia, Sony, Visa: membayar US$ 24-44 juta per tahun selama 2007-2014
2. Sponsor Piala Dunia
Anheuser-Busch InBev’s Budweiser, BP Castrol, Continental Tires, McDonald’s, MTN, Mahindra Satyam, Seara, Yingli Solar: membayar US$ 10-25 juta per tahun dari 2007-2014
3. Sponsor Nasional (Afrika Selatan):
BP Africa, FNB, Neo Africa, Prasa, Telko: membayar US$ 4,5-7,5 juta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo