Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Redaksi Tempo tak bisa dicampuri pihak lain, termasuk direksi, untuk menjaga independensi.
Kebijakan keredaksian di Tempo ditentukan bersama-sama dalam sebuah rapat redaksi yang terbuka dan egaliter.
Jalan independensi yang dipilih Tempo tak jarang berimbas pada bisnis.
EMPAT wartawan Tempo meriung di pojok tempat ngopi lantai 4 Gedung Tempo, Jakarta, Rabu, 18 April 2018. Pagi itu, Wayan Agus Purnomo, Yandhrie Arfian, dan Eko Punto bersiap mengikuti rapat pengecekan bahan berita majalah yang dimulai pukul 10.00. Sedangkan Syailendra Persada tengah mengawal berita untuk mengisi kanal Nasional di Tempo.co.
Di antara wangi kopi, obrolan mereka mengalir dari isu terkini hingga kondisi awak redaksi. Wayan mengingat salah seorang di antara mereka mengatakan ada kehebohan di desk Ekonomi dan Bisnis. “Waktu itu, Kang Yandhrie bilang ada reporter ekbis yang disuruh bikin BAP,” ujar Wayan, mengingat kejadian tiga tahun silam, Jumat, 5 Maret lalu.
BAP yang dimaksud merujuk kepada berita acara pemeriksaan yang biasa digunakan di lembaga penegak hukum. Awak redaksi Tempo biasa meminjam istilah itu untuk mengacu kepada penjelasan kronologis proses pembuatan berita oleh atasan atau Ombudsman Tempo. Permintaan penulisan kronologi itu dilakukan ketika ada dugaan atau laporan pelanggaran kode etik jurnalistik dalam penulisan atau proses pembuatan berita. Kronologi itu menjadi salah satu bahan untuk menilai apakah wartawan yang menulis berita tersebut melakukan kesalahan atau tidak.
Pagi itu, Koran Tempo menulis berita tentang temuan Badan Pemeriksa Keuangan perihal pemborosan bernilai lebih dari Rp 1 triliun di sebuah perusahaan negara yang bergerak di bidang energi. Penulisnya, reporter dari desk Ekonomi dan Bisnis, Robby Irfany, diminta menuliskan kronologi pembuatan berita tersebut. Direksi Tempo menduga ada masalah pada proses permintaan konfirmasi dari perusahaan tersebut.
Keempat wartawan yang meriung tersebut gerah mendengar kabar adanya campur tangan direksi ke bagian redaksi. Wayan, Eko, dan Syailendra punya ide membuat poster sebagai bentuk protes. Dengan gambar headline yang dipermasalahkan itu, mereka menambahkan tulisan “STOP INTERVENSI!” dan mengutip pasal penyensoran dalam Undang-Undang Pers. Poster itu mereka tempelkan di tempat strategis yang biasa dilalui banyak orang, seperti lift dan ruang rapat. Mereka juga menempelkannya di dinding kaca ruangan direksi. Kabar intervensi itu juga tersebar di grup-grup internal wartawan Tempo. Sebagian besar mengecam dugaan intervensi tersebut.
Suasana kantor memanas. Direksi memutuskan mengadakan pertemuan dengan redaksi untuk menjernihkan masalah itu. Pada Jumat sore selepas rapat pengecekan bahan koran, direksi dan redaksi berkumpul di ruang rapat Teater Mini. Ipang—sapaan Robby Irfany—menceritakan proses pembuatan berita tersebut. Ia sudah mengantongi bahan liputannya sejak awal April 2018. Namun, lantaran belum mendapat konfirmasi lengkap dari perusahaan yang diincarnya, berita tersebut ditunda penerbitannya. Tanpa dinyana, petinggi perusahaan itu dan beberapa anak buahnya datang berkunjung ke kantor Tempo.
Ipang, yang mendapat informasi ihwal pertemuan tersebut, ikut bergabung. Ia menanyakan soal perihal temuan BPK tersebut kepada sang pejabat. “Dia menjawab soal pemborosan itu,” tutur Ipang, Rabu, 3 Maret lalu. Konfirmasi beres, berita bisa ditulis. Rapat redaksi Koran Tempo memutuskan laporan tersebut tayang sebagai cerita sampul.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo