Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Polisi-polisian memburu emas

Dua kg emas batangan milik susi linawati dibawa lari oleh orang yang mengaku polisi. emas itu se- dang dibawa oleh sunari dan kasriani dari jl.gre- ges, surabaya.

31 Agustus 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CITRA polisi sedang diuji. Dua kilo emas dibawa lari oleh orang yang mengaku polisi di siang hari. Korbannya Susi Linawati, 50 tahun, pedagang emas di Jalan Pucang Anom, Surabaya, pertengahan Agustus lalu. Adalah biasa bagi pengusaha ini menyuruh dua karyawannya, Sunari, 31 tahun dan Kasriani, 25 tahun, ke Jalan Greges mengambil emas batangan untuk diolah menjadi perhiasan. Dan biasa pula emas batangan seberat 2 kg mereka bungkus kertas koran, lalu ditaruh di bagasi skuter yang biasa dipakai. Yang mungkin tak biasa adalah mereka dicegat tiga orang yang mengaku dari kepolisian. Pencegat ini berperawakan gemuk dan rambut pendek. Salah seorang meminta SIM. Tapi Kasriani punya firasat tidak beres, dan menyuruh Sunari tancap gas. Mereka bergegas ke pos polisi terdekat. Di pos polisi Jalan Anjasmoro itu ada petugas piket, yakni Sersan Kepala Anton, 40 tahun. Sesampai di sana, eh, bertemu lagi dengan tiga orang tadi. "Dia buron saya, Pak," kata salah seorang di antara mereka kepada Sersan Kepala Anton. Pak piket masih terkesima, apalagi ia melihat Sunari dan Kasriani tidak keberatan digeledah. Maka, mulus sekali emas batangan itu pindah tangan. "Sekarang ikut saya ke Polda," kata seorang dari tiga sekawan itu. Berlima mereka menuju Polda. Tiba di simpang tiga Jalan Raya Darmo-Marmoyo, dikawal dua orang, Sunari dan Kasriani disuruh menemui majikannya di Pucang Anom. Sedangkan emas, menurut salah satu dari lelaki tadi, dibawa ke Polda. Bagai kerbau dicucuk hidung, dua cewek ini tunduk saja pada apa yang diperintahkan. Sesampai di Jalan Sumatera, dekat Hotel Sahid, lampu lalu lintas menyala merah. Sunari dan Kasriani berhenti. Tapi kedua orang yang mengawalnya malah tancap gas. Belantara jalan raya menelan mereka. Hilang jejak. Mereka pun kembali ke pos polisi tadi. Serka Anton masih di situ. Tunggu punya tunggu, hingga menjelang sore ketiga orang yang dinanti tidak kunjung tampak batang hidungnya. Mereka akhirnya mengadu ke Polsekta Sawahan, Surabaya Selatan. Serka Anton tak kurang bingungnya. Masa dinasnya di Surabaya baru sekitar setahun. Ia belum banyak mengenal wajah polisi tulen. Juga belum terlalu fasih dengan bahasa lokal. "Saat itu memang dia serba salah," kata Kapten (Pol.) Martadi, 49 tahun, Kapolsek Sawahan, kepada Kelik M. Nugroho dari TEMPO. Misalnya, Anton tidak menanyakan identitas ketiga orang yang mengaku polisi tadi. Memang, nomor polisi kendaraan mereka sempat dicatatnya, tapi lupa kode daerahnya. "Saya tidak mencurigainya sama sekali, wong dia memang begitu," kata Martadi. Maksudnya, Anton yang berasal dari Ambon itu orangnya lugu. Namun, tak urung Anton diperiksa intel dan provost Polresta Surabaya Selatan, serta jadi urusan Polwiltabes Surabaya dan Polda Jawa Timur. Akan halnya siapa gerangan tiga orang yang punya nyali jadi polisi-polisian pemburu emas itu, "Saya belum bisa menentukan, karena trick-nya memang mirip polisi," kata Martadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus