Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, mengatakan editor Metro TV Yodi Prabowo tidak mengalami kekerasan fisik selain luka tikaman. “Dari hasil otopsi terhadap jenazah, terungkap bahwa luka robek di bagian leher menjadi penyebab utama kematian Yodi,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, Selasa, 21 Juli 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain di leher, luka tikaman pada bagian dada menembus iga hingga ke paru-paru juga mempercepat kematian Yodi. Polisi menyimpulkan lebam di bagian pundak belakang Yodi Prabowo, akibat kondisi yang sudah membusuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jenazah Yodi pertama kali ditemukan warga di pinggir Tol JORR di Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, pada Jumat, 10 Juli 2020, oleh lima bocah yang sedang bermain laying-layang.
Polisi kemudian mengerahkan dua anjing pelacak K-9 ke TKP penemuan mayat Yodi Prabowo. Kedua anjing itu mengendus asal-usul pisau dapur yang digunakan pelaku untuk menikam dada dan leher korban dan mengarahkan penyidik ke sebuah warung yang lokasinya yang berjarak 400 meter dari lokasi jenazah Yodi.
Meski hasil pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri terhadap sidik jari dan DNA di pisau yang didapati bersama Yodi Prabowo sudah keluar, tapi tak ada yang bisa disimpulkan untuk menyingkap tabir pembunuhan lelaki 26 tahun itu. Sidik jari yang diharapkan bisa menunjukkan pembunuh Yodi, ternyata milik Yodi sendiri. "Ini hasil sementara, tim Labfor masih terus melakukan pendalaman," ujar Yusri.
Meskipun sudah mengantongi beberapa petunjuk, sampai saat ini pelaku pembunuhan editor Metro TV masih misterius. Polisi masih menyelidiki asal-usul pisau yang menikamnya, serta mengidentifikasi rekaman CCTV di sekitar lokasi. Polisi juga sudah memeriksa 30 saksi, di antaranya merupakan keluarga, kekasih, dan rekan kerja Yodi.