Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Politikus 'Ngeri-ngeri Sedap'

Termasuk pendiri Partai Demokrat, Sutan memegang banyak jabatan penting di partai itu. Disebut terlibat pelbagai perkara korupsi.

3 Februari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tetamu yang berkunjung ke Gedung Nusantara 1 Dewan Perwakilan Rakyat akan segera tahu ruang kerja Sutan Bhatoegana begitu menginjakkan kaki di lantai 9. Di pintu kaca ruang nomor 905 itu berjubel stiker foto wajahnya dengan aneka pose, logo Partai Demokrat, dan foto Susilo Bambang Yudhoyono.

Tak ada pintu ruangan politikus Demokrat lain yang ditempeli stiker seramai milik Sutan. Ia bangga dengan itu. "Pak Sutan memang nyentrik," kata seorang anggota stafnya tentang Ketua Departemen Ekonomi Partai Demokrat ini pekan lalu.

Sutan duduk di Komisi Energi sebagai legislator dari daerah pemilihan Sumatera Utara I, yang meliputi Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Serdang Bedagai. Dalam Pemilihan Umum 2009, ia membukukan 51.744 suara atau 37,75 persen. "Tugas pertama di DPR, saya duduk di Badan Ang­garan," ujar Sutan.

Di provinsi kelahirannya itu, laki-laki 56 tahun ini cukup terkenal. Marga keluarganya di Pematangsiantar adalah Siregar. Sejak kecil, Sutan berpindah dari satu kota ke kota lain mengikuti ayahnya, yang berdinas sebagai tentara. Setelah lulus Sekolah Teknik Menengah I Medan pada 1976, Sutan kuliah di Akademi Teknologi Negeri Yogyakarta.

Di kota gudeg ini ia ketemu jodoh, Unung Rusyati, yang terpaut usia enam tahun, dan kini beroleh tiga anak. Setelah lulus kuliah pada 1982, ia bekerja di pelbagai perusahaan, dari menjabat Manajer PT Teras Teknik Perdana hingga menjadi Wakil Presiden PT Timas Suplindo, perusahaan kontraktor minyak dan konstruksi.

Sutan juga terlibat dalam pelbagai organisasi sosial, terutama di Cilacap, kota kilang minyak di selatan Jawa Tengah. Ia misalnya menjadi Ketua Umum Perhimpunan Batak Islam Cilacap, Sekretaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Cilacap, serta Ketua Gerakan Penyelamatan Bangsa dan Tanah Air.

Pada 2001, seorang temannya mengenalkannya dengan Ventje Rumangkang, politikus pendukung Susilo Bambang Yudhoyono. Waktu itu, Yudhoyono baru saja kalah dari Hamzah Haz dalam pemilihan wakil presiden di Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sutan dan Ventje menyarankan Yudhoyono mendirikan partai guna meraih kekuasaan. Keduanya lalu mengumpulkan beberapa orang lain, membentuk Tim 9 sebagai perumus. Merekalah yang tercantum dalam daftar pendiri Partai Demokrat.

Partai Demokrat mengusung Yudhoyono, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, sebagai calon presiden pada 2004. Demokrat meraih cukup suara untuk memperoleh tiket pencalonan. Yudhoyono pun melenggang pada pemilihan presiden.

Posisinya sebagai wakil sekretaris jenderal dan anggota Badan Anggaran membuat Sutan banyak diterpa isu korupsi. Ia dituduh memuluskan dua pengusaha yang memenangi tender proyek pembangkit listrik tenaga surya di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 2007-2009. Dalam percakapan Direktur Jenderal Listrik Jacobus Purnomo dengan pejabat pembuat komitmen proyek, ia diduga menerima suap US$ 50 ribu atau sekitar Rp 600 juta.

Sutan menyangkal menerima uang. Ia hanya mengakui bertemu dengan pengusaha pemenang tender itu di ruang kerjanya di DPR. Pengusaha itu mengeluh karena kontraknya tak kunjung diteken meski sudah dinyatakan menang lelang. "Saya ini kan beragama Islam yang rahmatan lil alamin," katanya mengklaim kepada Tempo, Selasa pekan lalu, "jadi saya bantu dia."

Sutan lalu menghubungi Purnomo dan panitia lelang. Setelah itu, Purnomo menyatakan lelang proyek Rp 526 miliar dimenangi perusahaan milik pengusaha yang mengadu kepada Sutan. Permainan dalam proyek ini terbongkar Komisi Pemberantasan Korupsi. Sutan pun dimintai keterangan sebagai saksi.

Lolos dari jerat korupsi proyek listrik tenaga surya, Sutan dikaitkan dengan sengkarut proyek pengadaan batu bara untuk PT Perusahaan Listrik Negara pada 2010. Perusahaan pengadaan itu adalah PT Maharani Anugrah Perkasa, perkongsian Muhammad Nazaruddin dengan pengusaha Daniel Sinambela. Nazaruddin tak lain kolega Sutan di Demokrat yang menjabat wakil bendahara umum.

Sutan pula yang mengenalkan Daniel dengan Nazaruddin. Ketika kongsi keduanya menemukan hambatan mendapatkan proyek, Sutan turun tangan melobi pejabat PLN. Belakangan ketahuan, Maharani melakukan wanprestasi dalam pengadaan batu bara itu. Sejak itu, Nazaruddin dan Daniel juga pecah kongsi. "Saya memang mengenalkan mereka. Tapi, kalau mereka pecah, itu bukan urusan saya," ujar Sutan.

Sepak terjang Nazaruddin semakin terbuka ketika KPK membongkar korupsi dana pembangunan Wisma Atlet SEA Games XXVI Palembang, April 2011. Sehari sebelum dicegah ke luar negeri dan menjadi tersangka, ia kabur ke Singapura. Sebelum berangkat, Nazaruddin menemui Wakil Ketua Dewan Pembina Demokrat Marzuki Alie di ruang kerja Ketua DPR.

Setelah itu, keberadaan Nazaruddin menjadi misteri. Semua orang bingung mencarinya, kecuali Sutan. Ia dengan mudah berkomunikasi dengan koleganya itu. Sutan juga bisa menemui Nazaruddin di Singapura, bersama sejumlah politikus Demokrat, pada awal Juni 2011.

Dalam urusan politik, Sutan dan Nazaruddin mengambil jalan seiring. Dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010, keduanya bersama politikus Jhonny Allen berada pada barisan pengusung Anas Urbaningrum menjadi ketua umum. Sebagai ganjaran, Sutan ditempatkan di jabatan Ketua Departemen Ekonomi pada kepengurusan Anas. Di Senayan, ia memperoleh kedudukan baru: menjadi Ketua Komisi Energi.

Dua tahun lalu, Sutan berusaha membangun karier politik di kampung halamannya. Ia mendeklarasikan diri menjadi calon Gubernur Sumatera Selatan 2013-2015. Namun dukungan Demokrat yang diharapkannya justru diberikan kepada Amri Tambunan, Bupati Deli Serdang. Partainya beralasan: Sutan dibutuhkan di Senayan.

Banyak berbicara di media massa, Sutan populer dengan ungkapan "ngeri-ngeri sedap" atau "masuk itu barang!"—diucapkan dengan logat Batak dan mata mendelik yang kocak. Namanya pun semakin "melambung" ketika dua pekan lalu KPK menggeledah rumah besarnya di Bogor, Jawa Barat.

Kini ia mendapat tuduhan baru, yakni meminta dan menerima suap berupa tunjangan hari raya dari Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Rudi Rubiandini. Rudi mendekam di tahanan KPK setelah ditangkap tahun lalu, dengan tuduhan menerima suap dari pengusaha kontraktor minyak.

Sejak kasus suap ini deras mengarah kepadanya, Sutan terlihat lebih kurus. Ditanyai soal ini, ia mengatakan sembari tersenyum, "Tak ada kaitan. Saya kurus mungkin karena sekarang pakai kawat gigi sehingga susah makan."

Rusman Paraqbueq, Bagja Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus