Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua bulan sebelum ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Rudi Rubiandini hampir selalu berhubungan dengan Komisi Energi atau Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat. Dari urusan sederhana seperti buka bersama pada bulan puasa hingga yang paling rumit, misalnya "mengawal" tender di lingkungan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas, lembaga yang ia kepalai.
Salah seorang yang aktif mengontak Rudi adalah Sutan Bhatoegana, Ketua Komisi Energi DPR. Sutan berulang kali mempertemukan Rudi dengan pengusaha energi, antara lain Deni Karmaina. Mereka bertemu di Klub Bimasena lantai 2, di belakang Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, pada 28 Juli 2013 siang. Di depan Sutan dan Rudi, Deni melontarkan komplain soal kesulitannya memenangi proyek di SKK Migas.
Sutan tak menyangkal pernah mengantar pengusaha bertemu dengan Rudi. Tapi, kata dia, bukan untuk menitipkan pengusaha itu. Menurut Sutan, setelah Rudi diangkat sebagai Kepala SKK Migas pada Februari 2013, banyak pengusaha yang mengeluh selalu kalah dalam tender padahal syaratnya sudah terpenuhi. Kenapa tak ditanyakan dalam rapat kerja di DPR? "Nanti dibilang pesanan. Kan, bisa ramai," ujarnya, Selasa pekan lalu.
Rudi pulang lebih dulu dari Bimasena ke rumahnya di Jalan Brawijaya VIII Nomor 30, juga di Jakarta Selatan. Tak berapa lama, Sutan menyusul ke tempat tinggal Rudi itu. Tuan rumah menerimanya di ruang tamu. Menurut Rudi, kali itu Sutan menyampaikan unek-unek koleganya di Komisi VII yang kecewa terhadap kepemimpinannya di SKK Migas. "Sampai ada sekelompok anggota DPR yang menginginkan saya mundur atau diturunkan," kata Rudi, seperti tertera dalam dokumen persidangan.
Rudi bertanya kepada Sutan mengenai US$ 200 ribu yang ia serahkan kepada Tri Yulianto, anggota Komisi Energi dari Partai Demokrat, dua hari sebelumnya. "Pak, sudah nyampe, kan?" ujar Rudi. "Sudah, beres!" jawab Sutan ditirukan Rudi. Duit itu adalah "tunjangan hari raya" atau THR yang diminta Komisi Energi lewat Sutan. Lebaran 2013 tinggal hitungan hari.
Menurut Rudi, Sutan mengingatkan bahwa jumlah anggota Komisi VII ada 54 orang. Ini membuat Rudi putar otak untuk mencari tambahan US$ 340 ribu lagi agar tiap anggota mendapat jatah sama rata US$ 10 ribu. "Saya gundah, sisanya akan diberikan atau tidak," kata Rudi. Hingga ia ditangkap KPK pada 13 Agustus, tambahan THR belum direalisasi.
Dua hari sebelum Sutan bertamu, Rudi menyerahkan US$ 200 ribu kepada Tri Yulianto di toko buah-buahan All Fresh, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Semula duit itu akan diberikan langsung oleh Rudi kepada Sutan pada 25 Juli. Namun, kata Rudi, telepon seluler Sutan tidak aktif ketika dihubungi. Secara kebetulan, sore itu Rudi bertemu dengan Tri Yulianto dalam acara buka puasa di Hotel Sahid, Jakarta.
+ Ada dana THR yang diminta Pak Sutan untuk Komisi VII.
- Lewat saya saja. Nanti saya sampaikan.
Mereka bertemu lagi magrib keesokan harinya di All Fresh. Dikemas dalam ransel hitam, duit berpindah tangan ke Tri Yulianto.
Kepada penyidik yang memeriksanya, Rudi mengatakan angka US$ 200 ribu itu adalah inisiatifnya. Dalam sebuah acara buka puasa bersama dengan Komisi VII di Hotel Crowne Plaza, Jakarta, Rudi mengaku disindir Sutan Bhatoegana soal "tunjangan hari raya". "Biasanya ada bantuan THR kepada anggota Komisi VII," demikian Rudi mengutip Sutan.
Dalam percakapan di telepon pada 23 Juli, Sutan kembali menyindir Rudi. "Kita lagi pening-pening begini, Bapak malah di luar negeri," kata Sutan di telepon. "Beres, sudah kami atur," Rudi menjawab. Dalam dua kesempatan itu, Sutan tak menyebut angka.
Pada sekitar awal puasa, uang untuk THR Komisi VII sebenarnya sudah tersedia. Deviardi, pelatih golf yang menjadi penghubung Rudi dengan sejumlah pengusaha, menyampaikan bahwa ada pengusaha yang memberi uang "terima kasih" senilai US$ 300 ribu. Mengaku tak mau tahu nama si pengusaha, Rudi memerintahkan Deviardi menyimpan dulu uang itu.
Setelah muncul sinyal permintaan uang dari DPR, Rudi mengontak Deviardi. "Tolong siapkan dana untuk THR," ujar Rudi. Sebelum bertemu dengan Tri Yulianto di All Fresh menjelang magrib, siangnya Rudi menerima duit itu dari Deviardi di Gedung Plaza Bank Mandiri, Jakarta.
Setelah diperiksa KPK pada Rabu pekan lalu, Rudi Rubiandini enggan menjelaskan lagi soal aliran uang ke DPR. "Tak ada yang baru," katanya. Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada November tahun lalu, Rudi mengakui telah mengalirkan uang ke Komisi VII. Tri Yulianto menyangkal pernah menerima duit dari Rudi. "Enggak ada menerima dan meminta duit," ujarnya, Selasa pekan lalu.
Sanggahan juga datang dari Sutan Bhatoegana. Ia menyangkal pernah meminta uang kepada Rudi atau menerima uang lewat Tri Yulianto, kawannya satu partai. "Tri Yulianto sudah dimintai klarifikasi, dia bilang tak pernah menerima uang."
URUSAN Rudi yang lain dengan Komisi VII berhubungan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pada 12 Juni 2013 pagi, Rudi dihubungi Waryono Karno, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi. Waryono berterus terang meminta dana untuk disetorkan ke komisi itu. Pukul 15.00 hari yang sama, Kementerian Energi dan Komisi VII akan mengadakan rapat mengenai alokasi anggaran kementerian itu. Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan sudah masuk babak akhir.
Menurut Rudi, ketika diperiksa KPK, Waryono mengatakan rapat tersebut akan dipimpin Sutan BhaÂtoegana. Adapun dana akan disalurkan lewat Zainudin Amali, Wakil Ketua Komisi Energi dari Partai Golkar. "Itu sesuai dengan arahan Pak Menteri," kata Waryono kepada Rudi di telepon.
Rudi keberatan menyumbangkan duit lagi. Sebab, ia sudah memberikan US$ 150 ribu kepada Waryono pada awal Juni, ketika APBN Perubahan mulai dibahas di Komisi VII. Waryono mengatakan uang tersebut baru sekadar buat "buka kendang". Kementerian membutuhkan dana lagi untuk "tutup kendang" pada saat APBN Perubahan diketuk.
Rudi kemudian mengusulkan jalan keluar: uang "tutup kendang" ditarik dari PT Pertamina. Ia mengajukan diri untuk menghubungi Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan. Setelah menutup pembicaraan dengan Waryono, Rudi langsung menelepon Karen dan meminta urunan US$ 150 ribu, setara dengan yang telah dirogoh SKK Migas. Karen diberi waktu sampai pukul 13.00—dua jam sebelum rapat dengan DPR—untuk menyerahkan iuran kepada WarÂyono Karno.
Karen menolak mentah-mentah permintaan Rudi. Alasannya, Pertamina sudah menyetor langsung ke Komisi VII, tanpa melalui Waryono. "Pertamina sudah punya komitmen dengan mereka," ujar Rudi dalam berita acara pemeriksaan. Ditolak oleh Karen, Rudi mengancam akan melapor ke "Pak Menteri".
Karen Agustiawan mengakui pembicaraan tersebut. Tapi ia menyangkal pernah mengalirkan fulus ke Komisi VII. "Tak sepeser pun," kata Karen, Senin pekan lalu. Pengacara Karen, Rudy Alfonso, mengatakan kliennya berbohong di telepon supaya tak ditagih terus-terusan. Alasan penolakan, Pertamina tak punya kaitan dengan APBN Perubahan yang sedang dirumuskan Komisi VII.
Karena Pertamina tak bersedia mengeluarkan dana, Rudi berinisiatif menomboki kekurangannya—meski tak seluruhnya. Ia mencomot US$ 50 ribu dari brankas kantornya. Sebanyak US$ 30 ribu berasal dari pemberian Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis SKK Migas Gerhard Maarten Rumeser, dan US$ 20 ribu pemberian dari Deviardi, pelatih golf Rudi. Duit kemudian diantarkan kurir ke Kementerian Energi.
Gerhard Rumeser pula, menurut Rudi, sumber duit US$ 150 ribu yang diserahkan kepada Waryono Karno sebelumnya. Gerhard memberikannya dalam tiga kesempatan hingga total US$ 150 ribu. Serah-terima dilakukan di ruangan Rudi di lantai 40 kantor pusat SKK Migas, Gedung Wisma Mulia, Jakarta, pada awal Juni 2013. Rudi mengaku tak tahu dari mana Gerhard memperoleh duit tersebut.
Tiap kali menerima duit dari Gerhard, Rudi langsung memerintahkan sekretarisnya mengirimkan uang itu ke Kementerian Energi lewat kurir. Ini sesuai dengan permintaan Waryono menjelang pembahasan APBN Perubahan dimulai. Uang dari Rudi kemudian diteruskan lagi ke Komisi Energi DPR sebagai uang "buka kendang".
Jero Wacik membantah memerintahkan anak buahnya mengucurkan uang semir ke Senayan. Ia juga mengatakan tak pernah ditekan DPR tiap kali membahas anggaran kementeriannya. "Saya merasa enggak ada tekanan," katanya Senin pekan lalu. Zainudin Amali, setelah diperiksa KPK pada Selasa pekan lalu, juga menyanggah pernah menerima uang. "Saya tak pernah terima," ujarnya.
Gerhard Rumeser belum merespons permintaan konfirmasi dari Tempo. Demikian pula Waryono. Ia sudah tak tinggal di rumah dinasnya di Jalan Plaju Nomor 19, Jakarta Pusat. Penjaga rumah mengatakan Waryono pindah tak lama setelah Rudi digulung KPK. Setelah diperiksa KPK pada Desember tahun lalu, Waryono hanya berujar singkat tentang duit US$ 200 ribu yang ditemukan investigator di ruangannya. Menurut dia, duit itu bukan dana operasional Kementerian Energi.
PERMINTAAN Komisi VII seakan-akan tak ada habisnya. Juni itu—sebelum permintaan THR datang—Rudi ditodong permintaan lain. Awalnya, Rudi membawa sangu US$ 20 ribu ke Wisma DPR di kawasan Puncak, Bogor. Uang itu disiapkan buat anggota Badan Anggaran dari Komisi VII, yang sedang mengadakan rapat di sana. Duit tak jadi dibagikan karena Rudi lebih dulu didatangi salah seorang anggota Badan Anggaran, politikus lain Partai Demokrat, Jhonny Allen Marbun, pada saat rehat persamuhan.
Menurut Rudi, dalam dokumen pemeriksaan, Jhonny Allen mengatakan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau BP Migas berutang US$ 1 juta kepada anggota Badan Anggaran dari Komisi VII. Utang ini bukan pinjaman, melainkan janji Kepala BP Migas Raden Priyono memberikan uang ke Badan Anggaran. Namun BP Migas keburu dibubarkan Mahkamah Konstitusi dan digantikan SKK Migas.
Jhonny Allen berkata kepada Rudi bahwa "utang" warisan itu bisa dibayar kapan saja. "Yang penting berjanji membayar," Rudi menirukan Jhonny. Duit US$ 20 ribu yang hampir dibagikan tadi akhirnya dibawa pulang lagi oleh Rudi.
Rudi lalu menelepon Gerhard Rumeser, yang dianggap mengetahui kebiasaan lama BP Migas. Takut hubungannya dengan DPR memburuk, Rudi memutuskan mengabulkan permintaan Jhonny. Dalam percakapan pada 10 Juni 2013 sore itu, Gerhard mengusulkan permintaan tersebut ditawar dari US$ 1 juta menjadi separuhnya. Menurut Rudi, Gerhard juga yang memberi ide pembayarannya dicicil tiga kali.
Jhonny rupanya bukan penyabar. Baru lewat dua pekan, ia menagih janji Rudi. Pada 26 Juni, Rudi menghubungi Gerhard untuk mendiskusikan pelunasan. Rudi berkata kepada Gerhard agar menyiapkan US$ 200 ribu sebagai pembayaran tahap pertama. Rudi mematok target duit bisa terkumpul dalam dua pekan.
Gerhard, kata Rudi, bersedia mencarikan dana. Rudi tak bertanya dari mana sumbernya. Sampai ditangkap KPK, ia pun tak tahu apakah Gerhard sudah mencicil uang ke DPR atau belum.
Jhonny Allen membantah pernah meminta uang kepada Rudi. Ia juga membantah BP Migas di zaman Raden Priyono kerap mengirim upeti ke Senayan. Jhonny hanya mengaku berhubungan baik dengan Priyono karena BP Migas adalah mitra kerja Komisi Energi.
Sementara upeti US$ 1 juta ini masih disaput kabut, ihwal dana THR dan pelicin APBN Perubahan sudah mulai terang. Investigasi KPK sudah mengarah ke sana. Sebagaimana ucapan Sutan Bhatoegana sendiri. "Saya diperiksa KPK karena ada 'getaran' dari Tri Yulianto ke saya," katanya. "Getaran itu ada."
Anton Septian, Kartika Chandra, Khairul Anam, Bunga Manggiasih
Ujung Pipa Dana Pelicin
SATUAN Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi—disingkat SKK Migas—adalah obyek perahan bagi sejumlah pejabat dan politikus. Memiliki kewenangan besar mengelola sektor minyak dan gas, lembaga itu tak kesulitan membuka akses finansial dari pelbagai perusahaan yang bergerak di bidang ini.
Pada pertengahan tahun lalu, hasil perahan berujung di Senayan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meminta SKK Migas berpatungan mengguyur duit ke Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat. Para politikus memerah lagi SKK Migas tanpa perantara, dengan dalih perlu "tunjangan hari raya".
Rudi Rubiandini
Kepala SKK Migas
Tersangka
Peran: Diduga memberikan uang ke DPR dan Waryono Karno.
Waryono Karno
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Tersangka
Peran: Diduga menjadi pengepul uang untuk Kementerian dan DPR.
Gerhard Maarten Rumeser
Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis SKK Migas
Saksi
Peran: Diduga memberikan uang suap.
Deviardi
Pelatih golf
Tersangka
Peran: Perantara suap dari perusahaan ke Rudi.
Sutan Bhatoegana
Ketua Komisi Energi DPR
Saksi
Peran: Diduga menerima gratifikasi/suap dan mengawal tender di SKK Migas.
Harta: Rp 2.465.719.252 dan USD 15.000 (30 November 2009)
Kasus lain:
- Diduga terlibat korupsi pembangkit listrik solar home system di Kementerian ESDM.
- Menghubungkan M. Nazaruddin, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, dengan direksi PT PLN dalam proyek pengadaan batu bara untuk PLN.
Tri Yulianto
Anggota Komisi Energi DPR
Saksi
Peran: Diduga menjadi perantara dan penerima gratifikasi/suap.
Jhonny Allen Marbun
Anggota Komisi Energi DPR
Belum diperiksa
Peran: Diduga meminta uang kepada Rudi.
Zainuddin Amali
Wakil Ketua Komisi Energi DPR
Saksi
Peran: Diduga menerima dana dari Waryono Karno.
Karen Agustiawan
Direktur Utama PT Pertamina
Saksi
Peran: Diduga menyetorkan uang suap.
Tiga Alokasi Fulus
Urunan APBN Perubahan
Karen Agustiawan/Pertamina
Rudi-Deviardi
[Rudi] Tolong disiapkan dana untuk THR.
Rudi-Tri Yulianto
[Rudi] Ada dana THR yang diminta Pak Sutan untuk Komisi VII.
[Tri Yulianto] Lewat saya saja, nanti saya sampaikan.
Rudi-Sutan Bhatoegana
[Sutan] Sudah injury time. Kita di sini pening.
Rudi-Waryono Karno
[Waryono] SKK Migas buka kendang, Pertamina tutup kendang.
Rudi-Karen Agustiawan
[Karen] Pertamina sudah memberikan ke mereka langsung.
[Rudi] Kalau tak mau ngasih, saya laporkan ke Pak Menteri.
Rudi-Jhonny Allen
[Jhonny Allen] Pembayaran bisa kapan saja, yang penting janji bayar.
Rudi-Gerhard Rumeser
[Rudi] Pak Jhonny sudah menagih.
[Gerhard] Dicicil tiga kali saja.
Teks: Anton Septian Sumber: Wawancara, Dokumen Pemeriksaan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo