Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gentong Babi Honor Saksi

Pemerintah dan DPR setuju honor saksi pemilihan umum—asal partai—berasal dari uang negara. Keburu diprotes sebelum disahkan presiden.

3 Februari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNDANGAN rapat itu datang dari Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan kepada Muhammad, yang menerimanya pada 9 Januari lalu. Isinya agenda persiapan pemilihan umum. Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum itu sudah menduga rapat pukul dua siang tersebut akan membahas dana pengawas yang diajukan lembaganya.

Beberapa hari sebelum undangan tiba, Muhammad membuat pernyataan publik di media massa mempertanyakan dana pengawas lapangan yang tak kunjung cair. Padahal anggaran itu sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat dan Kementerian Keuangan pada akhir 2013, sebesar Rp 800 miliar. "Ternyata rapat langsung membahas dana saksi dari partai politik," katanya kepada Tempo pekan lalu.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto memimpin pertemuan itu. Selain Muhammad, peserta rapat di ruang kerja Djoko adalah Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik, Deputi I Menteri Koordinator Politik Yudi Haryanto, dan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani beserta seorang anggota stafnya.

Menurut Muhammad, saat itu Djoko membeberkan permintaan pemimpin partai politik kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang perlunya saksi pemilihan dari partai. Seperti halnya saksi dari Badan Pengawas Pemilu, saksi partai bertugas mengawasi pemungutan suara di tiap bilik suara.

Di akhir paparannya, menurut Muhammad, Djoko mewanti-wanti agar persetujuan saksi-saksi dari partai berikut anggarannya tak mengesankan pemerintah campur tangan dalam urusan partai politik. Tuduhan masyarakat bahwa partai dibiayai negara bisa saja muncul. Djoko pun meminta peserta rapat membahas payung hukum kebijakan tersebut agar tak bermasalah di kemudian hari.

Menteri Djoko membenarkan adanya pertemuan dan tema yang dibahas. Namun ia menyangkal kabar bahwa rapat hanya membicarakan anggaran bagi saksi dari partai politik. "Sejak awal, dana saksi partai bagian dari materi yang dibahas," ujarnya di Istana Negara, Rabu pekan lalu.

Menurut Djoko, setelah ia memaparkan permintaan pemimpin partai, peserta rapat membahasnya secara detail, dari mekanisme pencairan anggaran, penyaluran, hingga akuntabilitasnya. Direktur Jenderal Anggaran Askolani, kata Djoko, mengutip satu pasal dalam Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Isi pasal ini bisa menjadi cantolan pencairan anggaran maksimal Rp 700 miliar.

Menteri Gamawan menguatkan pernyataan Askolani tentang aturan anggaran untuk partai. Rapat lalu memutuskan perlu ada keputusan presiden sebagai turunan undang-undang tersebut. Penyaluran anggaran itu nantinya dilakukan Badan Pengawas Pemilu.

Ketika rapat akan berakhir tanpa pembahasan dana saksi dari Badan Pengawas, Muhammad unjuk bicara. Ia menanyakan mengapa rapat tak membahas saksi dari lembaganya padahal sudah disetujui DPR dan pemerintah. Djoko, kata Muhammad, kemudian memutuskan kemungkinan menggabungkan anggaran untuk saksi dari Badan Pengawas dan partai. Jumlahnya menjadi Rp 1,5 triliun. Askolani, menurut Muhammad, menyatakan ketersediaan dana saksi untuk keduanya. Setelah satu jam, Djoko menutup rapat.

l l l

Pembahasan dilanjutkan sepekan kemudian di tempat yang sama. Kali ini pesertanya lebih banyak. Ketua Komisi Pemerintahan DPR Agun Gunandjar Sudarsa turut hadir. Ada empat poin hasil rapat itu, di antaranya mitra pengawas pemilu akan menjadi saksi pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pemilihan presiden tahap pertama dan kedua. Poin lain, pengawas di setiap tempat pemungutan suara berjumlah tiga orang. Dua dari Badan Pengawas dan satu dari setiap partai.

Anggaran untuk saksi—menurut hasil rapat itu—Rp 100 ribu per orang. Maka satu tempat pemungutan suara akan berbiaya Rp 1,4 juta. Angka ini dengan mengecualikan Aceh—yang jumlah partai lokalnya lebih banyak. Honor untuk saksi di tempat pemilihan luar negeri US$ 50 per orang, tanpa saksi dari partai.

Dalam pertemuan lanjutan pada Selasa pekan lalu, anggaran untuk saksi dari partai belum bulat diputuskan. Kementerian Keuangan dikabarkan menunda persetujuan. Askolani menolak menjelaskan duduk perkaranya. Ia hanya mengatakan informasi tentang perubahan sikap Kementerian Keuangan yang awalnya setuju dan kini menolak dana saksi partai itu tak benar.

Menteri Keuangan Chatib Basri punya alasan lebih masuk akal. Menurut dia, anggaran untuk honor saksi dari partai menunggu terbitnya keputusan presiden. "Semua anggaran harus ada kelengkapan dokumennya," ujarnya. Hingga pekan lalu, keputusan presiden belum diteken.

Protes kadung meluas. Lembaga-lembaga swadaya pengawas keuangan negara mengkritik rencana pemerintah mendanai saksi untuk partai. Alasan mereka, honor itu tak ubahnya korupsi terselubung berupa gentong babi—anggaran negara untuk partai—yang tak diatur oleh satu pun undang-undang. Adapun Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, seperti dikutip Askolani dan Gamawan, tak secara jelas mengatur soal ini.

Usut punya usut, anggaran saksi partai ini diusulkan Partai Demokrat, PDI Perjuangan, dan Golkar. Demokrat adalah partai penguasa, PDI Perjuangan menyatakan diri oposisi, dan Golkar tak selalu setuju dengan kebijakan pemerintah Presiden Yudhoyono. Penggagasnya Khatibul Umam Wiranu, Wakil Ketua Komisi Pemerintahan DPR dari Demokrat, Agun Gunandjar dari Golkar, dan Arif Wibowo dari PDI Perjuangan.

Menurut Khatibul, ide honor saksi itu diajukan saat pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014 pada Oktober 2013. Alasannya, partai tak punya anggaran jika harus membiayai saksi di 545.778 tempat pemungutan suara. "Jika satu saksi honornya Rp 100 ribu, partai perlu uang Rp 55 miliar. Duit dari mana?" katanya.

Alasan lain adalah agar ada saling mengawasi antara saksi dari Badan Pengawas dan saksi dari partai. Menurut Khatibul, tak ada jaminan saksi dari Badan Pengawas akan independen. Hadirnya saksi dari dua pihak ini membuat kemungkinan kecurangan pemilihan umum legislatif dan presiden bisa ditekan.

Usul ini ditolak pemerintah dengan alasan tak ada pos anggaran untuk keperluan itu, selain tak ada aturannya. Penolakan berlaku pula terhadap usul Badan Pengawas tentang anggaran untuk mitra pengawas lapangan. Dalam rapat berikutnya, Badan Pengawas mengusulkan ulang permintaannya, dan Kementerian Keuangan setuju. Saat Badan Pengawas mengusulkan honor saksi itulah, kata Khatibul, partai kembali mengusulkan dana saksi.

Menurut Ketua Badan Pengawas Pemilu Muhammad, dalam rapat terakhir, pemerintah tak secara eksplisit menyetujui permintaan honor saksi dari partai. Karena itu, kata dia, Menteri Djoko menggelar rapat untuk membahasnya. Tapi, sebelum terbit keputusan presiden, publik sudah menggugatnya. Kekhawatiran Djoko terbukti: muncul tuduhan bahwa negara membiayai partai.

Maria Rita, Muhammad Muhyiddin, Fransisco Rosarian, Angga Wijaya


Dua Pengawas, Satu TPS

Mitra Pengawas Pemilu Lapangan
Lembaga: Badan Pengawas Pemilihan Umum (negara)
Jumlah: 2 orang tiap TPS di dalam dan luar negeri

Tugas:

  • Mengawasi pelaksanaan pemungutan suara
  • Mengawasi proses penghitungan suara
  • Mengawasi pengumuman hasil penghitungan suara
  • Mencatat dan menyerahkan hasil perolehan suara partai politik, calon anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta calon presiden dan wakil presiden kepada pengawas pemilu lapangan
  • Mencatat dan menyampaikan dugaan pelanggaran pemilu di TPS kepada pengawas pemilu lapangan untuk ditindaklanjuti
  • Membantu penyiapan laporan pengawas pemilu lapangan kepada panitia pengawas pemilu kecamatan atas hasil pengawasan tahapan pemungutan dan penghitungan suara di TPS masing-masing

Saksi Partai Politik
Lembaga: 12 partai peserta pemilihan
Tugas: Masih dirumuskan partai politik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus