Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ayah Heryanty, Akidi Tio, pernah memiliki sejumlah pabrik dan kebun kelapa sawit.
BPK berencana memberikan rekomendasi potongan pajak Rp 600 miliar jika Heryanty jadi menyumbang Rp 2 triliun.
Semua saudara kandung Heryanty enggan mengurus uang warisan mendiang Akidi Tio.
SEEKOR anjing ras rottweiler terikat di belakang pintu garasi rumah di Jalan Tugu Mulyo, Kelurahan 20 Ilir, Kecamatan Ilir Timur 1, Kota Palembang. Ia tak henti menggonggong ketika sejumlah polisi dan petugas medis hilir-mudik di dekatnya. Wartawan berkerumun di depan gerbang saat Tempo menyambangi rumah Heryanty, anak pengusaha Akidi Tio, itu pada Rabu, 4 Agustus lalu, yang tenar karena sumbangan 2 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Uang Rp 2 triliun itu akan disumbangkan Heryanty, 62 tahun, kepada Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Eko Indra Heri pada Senin, 26 Juli lalu, untuk menangani pandemi Covid-19. Sejak itu, rumahnya didatangi banyak orang, termasuk wartawan. Namun ia tak muncul setelah polisi memeriksanya pada 2 Agustus lalu. “Mereka sekarang jadi jarang ke luar rumah,” kata Wahyudi Suryanto, penjaga kompleks perumahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Heryanty dan suami, Rudi Sutadi, serta anaknya menempati rumah itu sejak 13 tahun lalu. Menurut Wahyudi, warga sekitar mengenal Heryanty sebagai pengusaha. Mereka pernah sukses ketika menekuni bisnis jasa ekspedisi di kawasan Celentang, Kota Palembang. Tapi bisnis itu gulung tikar menjelang pandemi Covid-19 awal tahun lalu. Rudi banting setir menjadi sopir taksi daring.
Sebelum pagebluk, mereka memiliki sopir pribadi. Menurut Wahyudi, mantan sopir itu pernah bercerita bahwa majikannya hampir tiap bulan ke Singapura. Mereka juga sering bolak-balik ke Jakarta tiap pekan. Mobil mereka pun banyak. “Dulu punya dua sopir, sekarang sudah keluar dua-duanya,” ucapnya.
Heryanty anak bungsu dari tujuh bersaudara. Ayahnya, Akidi Tio, pengusaha kelahiran Langsa, Aceh. Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia Samsu menjelaskan bahwa keluarga Akidi hijrah ke Palembang pada 1970-an. Hanya anak sulungnya, Johan alias Ahok, yang memilih bertahan di Langsa lantaran melanjutkan bisnis usaha pabrik limun. “Ahok meninggal sekitar sepuluh tahun lalu,” katanya.
Di Palembang, Akidi pernah merintis pabrik kecap merek Gajah dan Menjangan. Pabriknya di kawasan Kampung Kapitan 7 Ulu, menyewa bangunan rumah kayu milik keluarga keturunan Kapitan Tjoa Han Him. “Akidi mulai melirik bisnis lain setelah mengenal Tong Joe, konglomerat yang besar di era Presiden Sukarno,” ujar Agung Firman Sampurna, Ketua Ikatan Alumni Universitas Sriwijaya yang juga Ketua Badan Pemeriksa Keuangan.
Agung mengaku menelusuri keluarga Akidi Tio, termasuk Heryanty, saat mendengar kabar rencana sumbangan 2 triliun itu. Ia meminta anak buahnya mengumpulkan informasi seputar profil bisnis Akidi dan anak-anaknya. “Itu obyek audit BPK. Kami harus memastikan dari mana sumber uang tersebut,” kata Agung. “Jika sumbangan itu benar, keluarga Heryanty bisa mendapat diskon pajak sekitar Rp 600 miliar.”
Hasil penelusuran BPK mengungkap Akidi pernah memiliki lahan sawit seluas 8.000 hektare. Bisnis yang dikelola lewat PT Cipta Futura itu terletak di daerah Muara Enim, Sumatera Selatan. Ada pula bisnis tambang dolomit untuk memenuhi pasokan bahan baku pupuk. “Di kalangan pengusaha sawit, bisnis yang mereka jalankan tergolong skala kecil. Nyaris tidak meyakinkan bisa memberi sumbangan sebesar Rp 2 triliun,” tutur Agung.
Kepemilikan kebun sawit itu bahkan meragukan. Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono malah membantah informasi ini. “Perusahaan itu benar anggota Gapki, tapi bukan milik Akidi,” ujarnya. Tempo menelusuri akta perusahaan PT Cipta Futura yang diperbarui pada 17 Februari 2021. Di sana disebutkan jabatan komisaris diduduki Jie Siok Lin, Nusa Wijaya, dan Paiman. Posisi direktur dijabat Rachmad Subekti. Tak ada nama Akidi dan anak-anaknya di sana.
Kantor PT Cipta Futura berada di Jalan Diponegoro, Kelurahan Talang Semut, Kecamatan Bukit Kecil, Palembang. Bangunan tanpa plang nama dan berlantai dua itu berada di kawasan elite. Saat Tempo mendatangi kantor itu pada Kamis, 5 Agustus lalu, tak satu pun wakil perusahaan yang bersedia diwawancarai. Seorang penjaga kantor membenarkan jika kantor itu disebut milik PT Cipta Futura. Tapi ia mengaku tak mengenal Heryanty dan enggan berkomentar lagi.
Tempo setidaknya dua kali mendatangi rumah Heryanty untuk meminta konfirmasi soal sumbangan dan perkara yang pernah membelitnya. Namun ia tak pernah menampakkan diri. Surat permintaan wawancara yang dikirim ke rumah dan nomor telepon pribadinya pun tak direspons hingga Sabtu, 7 Agustus lalu.
•••
LAPORAN itu dibuat Ju Bang Kioh di Markas Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya pada 14 Februari 2020. Pengusaha pengadaan barang dan jasa itu mengaku menjadi korban penipuan Heryanty. “Korban mengaku pernah dijanjikan pembagian hasil proyek bernilai miliaran rupiah,” tutur Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus.
Dari laporan Bang Kioh terungkap bahwa keduanya menjalin kongsi menggarap sejumlah proyek di Istana Negara, Jakarta Pusat. Di antaranya pesanan songket, desain interior, dan pengadaan alat penyejuk udara. Kepada Ju Bang Kioh, Heryanty menjanjikan keuntungan sebesar Rp 7,9 miliar atau 18 persen dari total nilai proyek. Namun, hingga tenggat, uang yang dijanjikan tak kunjung ia terima.
Menurut Kombes Yusri, Heryanty berulang kali mangkir saat hendak diperiksa untuk mengonfirmasi laporan Bang Kioh. Polisi sempat berencana menjemput paksa setelah menaikkan status laporan Bang Kioh ke tahap penyidikan pada 30 Juni 2020. Rencana tersebut ambyar setelah Bang Kioh mencabut laporannya pada 28 Juli 2021, atau dua hari selepas seremoni rencana penyerahan sumbangan Rp 2 triliun. “Pelapor mengaku sudah memperoleh cicilan pengembalian Rp 1,3 miliar,” kata Yusri.
Heryanty, putri Akidi Tio./Istimewa
Terlilit perkara uang bukan perkara baru bagi Heryanty. Sebelum ramai sumbangan fiktif Rp 2 triliun, ia punya masalah dengan Siti Mirza Nuria. Dokter spesialis kandungan yang pernah menjadi kontestan Miss Universe 1977 ini mengaku meminjamkan uang Rp 3 miliar beberapa tahun lalu kepada Heryanty. “Saya percaya dia karena keluarga saya sejak dulu menjalin bisnis dengan (almarhum) Akidi,” ujarnya.
Nuria mengenal Akidi Tio dan anak-anaknya sebagai sosok pengusaha yang rendah hati. Ia tergerak menolong Heryanty yang tengah terpuruk setelah tak lagi menjalankan bisnis ekspedisi. Kepada Nuria, Heryanty mengatakan uang itu akan ia pakai untuk mencairkan simpanan mendiang orang tuanya di salah satu bank di Singapura. “Itu yang harus ditelusuri,” ucapnya.
Menurut Nuria, semua saudara kandung Heryanty enggan ikut campur urusan harta warisan tersebut. Mereka mengaku putus harapan. Mengurus uang tersebut bakal ribet, membutuhkan dana besar, dan belum tentu berhasil. Nuria mengaku tak mengetahui bank tempat menyimpan uang warisan Akidi. “Setiap kali saya tanyakan soal pinjaman itu, ia selalu bilang, ada… ada… ada.…”
Kepercayaan Nuria menguncup karena respons tersebut. Namun harapannya bersemi ketika Heryanty memintanya mendampingi proses penyaluran simpanan milik mendiang ayahnya di Bank Mandiri cabang Palembang pada Senin, 2 Agustus lalu. Pada saat bersamaan, polisi Sumatera Selatan menanti pengiriman sumbangan Rp 2 triliun Heryanty.
Uang warisan Akidi Tio tak kunjung mendarat di rekening Heryanty. Dia kembali gagal membayar utang, apalagi mencairkan sumbangan 2 triliun yang ia janjikan. Setelah dari bank, sejumlah polisi menggelandang Heryanty bersama keluarganya ke Markas Polda Sumatera Selatan. “Kasihan. Dia benar-benar terpuruk,” kata Nuria.
RIKY FERDIANTO, LINDA TRIANITA (PALEMBANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo