Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Protes Pelarangan Plastik, Ikatan Pemulung: Apa Ada yang Salah

Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) memprotes kebijakan pelarangan plastik sekali pakai oleh sejumlah kementerian dan pemerintah daerah.

22 November 2019 | 21.01 WIB

Ilustrasi Kantung Plastik. shutterstock.com
Perbesar
Ilustrasi Kantung Plastik. shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) memprotes kebijakan pelarangan plastik sekali pakai oleh sejumlah kementerian dan pemerintah daerah. Pelarangan botol dan kantong plastik sekali pakai ini dikhawatirkan akan mengancam sumber pendapatan 3,7 juta pemulung di 25 provinsi.

Ketua Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), Pris Polly Lengkong menyatakan kebijakan pelarangan botol dan kantong plastik oleh sejumlah kementerian tersebut tidak berdasarkan kajian yang menyeluruh.

“Saya tidak habis mengerti dengan pelarangan botol plastik dan kantong plastik oleh beberapa kementerian. Mengapa harus memusuhi plastik. Apa ada yang salah dari plastik,” kata Pris di Jakarta, Kamis 21 November 2019.

Menurut dia, sampah plastik tidak akan menimbulkan masalah jika pengguna terbiasa untuk taat aturan membuang sampah pada tempatnya, bahkan menggunakannya kembali atau mendaur ulang. 

“Yang salah itu manusianya yang membuang sampah plastik sembarangan. Kalau saja manajemen sampah diperbaiki, tidak akan ada masalah dengan plastik,” tegasnya.

Ia menambahkan, pelarangan penggunaan botol plastik dan kantong plastik di sejumlah kementerian akan mengancam kehidupan para pemulung yang selama ini mendapatkan penghasilan dari memulung sampah berbahan plastik.

“Apakah pemerintah memikirkan nasib mereka? Betapa banyak manusia yang derajat kehidupannya meningkat karena menjadi pemulung plastik," ujarnya.

Pris mengatakan sebagian dari pemulung justru sebelumnya sempat berdagang soto atau kelontong. Nasib mereka berubah dan kesejahteraan meningkat setelah menjadi pemulung. "Ini bukti bahwa ada manfaat ekonomi yang besar di balik sampah plastik,” kata Pris.

Pendapatan yang diperoleh pemulung bervariasi. Pris mengatakan, pemulung kampung biasanya memiliki pendapatan Rp100 ribu hingga Rp150 ribu per hari. “Untuk pemulung yang sudah menjadi pelapak, pendapatan bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta per hari,” katanya.

Pris sendiri mengaku mendapat keuntungan yang besar dari pekerjaannya sebagai pemulung. Meski tidak mengakui secara pasti, Pris disebut-sebut memiliki pendapatan hingga Rp 100 juta sebulan.

“Padahal modal awal saya pertama kali menjadi pemulung hanya Rp750 ribu. Tapi lihat sendiri bahwa saya sudah memiliki peningkatan kesejahteraan sekarang,” ujar putra dari artis Cathy Lengkong ini.

Tuti Karyati, seorang pemulung dari Cempaka Putih, Jakarta Pusat, juga memperoleh keuntungan dari daur ulang botol plastik. “Saya setiap hari memulung botol plastik dan gelas plastik, di mana saja di tempat yang saya lewati. Dan saya gunakan botol dan gelas plastik hasil memulung itu untuk dijadikan kerajinan tangan,” ujar Tuti.

Ia mengakui bisa menghasilkan satu kerajinan tangan dari setiap 10 gelas plastik. “Saya bisa menjual hasil kerajinan tangan itu Rp 10.000 per buah,” ujarnya. 

Tuti mengatakan bahwa apa yang ia dapat dari hasil memulung cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Menurut dia, banyak temannya sesama pemulung yang sangat bergantung pada sampah botol plastik. “Ada yang hasilnya dijual ke pengepul. Ada yang seperti saya, digunakan untuk dibuat kerajinan tangan untuk dijual,” ujarnya.

Dia khawatir bila kebijakan pelarangan botol diberlakukan di semua kantor, lembaga, dan sekolah. “Bagaimana nanti kami mendapatkan botol dan gelas plastik bekas untuk kami menyambung hidup,” ujarnya.

Saat ini Tuti sudah menemui kesulitan memperoleh sampah plastik akibat kebijakan pelarangan penggunaan botol plastik di sebuah sekolah di dekat rumahnya. “Sejak sekolah itu berganti kepala sekolah dan melarang murid membawa botol plastik ke sekolah, saya kehilangan salah satu tempat untuk mencari sampah plastik,” kata Tuti.

Ia berharap, pemerintah dan semua pihak terkait memahami betapa pentingnya sampah botol plastik bagi pemulung. “Tolong pemerintah jangan larang penggunaan botol plastik. Karena penghidupan kami sebagai pemulung bergantung pada sampah plastik,” pungkasnya.

Eni Saeni, Koordinator Komunitas Plastik untuk Kebaikan, menyatakan komunitasnya telah melakukan gerakan edukasi pilah plastik dengan insentif tukarkan plastik dengan sembako. Hasilnya dalam 2 jam terkumpul 7 kantong besar sampah plastik di CFD pada 10 November 2019. Sayangnya ujar dia, sebagian masyarakat masih enggan memilah sampah plastik di rumah, banyak dari mereka mencampurnya dengan sampah lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus