Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Proyek Gedung RSUD Koja Bermasalah Sejak Awal

Pasien mengeluhkan fasilitas gawat darurat. Manajemen rumah sakit dan kontraktor saling menyalahkan.

11 Juli 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pembangunan Tower A RSUD Koja, Jakarta, 4 Juli lalu. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Fasilitas instalasi gawat darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah Koja belakangan ini kerap menjadi keluhan keluarga pasien. Musababnya, ruang IGD itu berada di lantai dua gedung dan agak jauh dari pintu masuk. Umumnya, ruang IGD berada di lantai dasar, tak jauh dari area pengantaran pasien (drop off).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Agak susah, ya, akses ke IGD-nya. Kalau penyakitnya parah gimana? Untung ibu saya tadi enggak parah," kata Aliman, 34 tahun, salah seorang pengantar pasien yang ditemui Tempo di ruang IGD, Kamis pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aliman hanya satu dari sekian pasien yang mengeluhkan kondisi RSUD Koja. Sebelumnya, sejumlah keluarga pasien mengadu kepada Ramly Muhammad, Wakil Ketua Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta. Ramly pula yang pertama kali mengungkap masalah di RSUD Koja ini ke media.

Berdasarkan pengamatan Tempo, ruang IGD bisa dicapai dengan menggunakan lift di ujung kiri lantai dasar gedung di RSUD Koja, sekitar 30 meter dari pintu masuk utama.

Ruangan IGD itu berada tepat di sebelah kanan lift, berdekatan dengan ruang cuci darah (hemodialisis).

Ketika menuju lift itu, Tempo melihat ada papan petunjuk ruang IGD di sebelah kiri. Namun di pintu ruangan tersebut kini terpasang poster bertulisan, "Mohon maaf atas ketidaknyamanan Anda. Sedang ada pekerjaan pembangunan gedung blok A."

Di balik pintu IGD lama, terlihat sejumlah ruangan kosong. Dindingnya tampak berlubang. Bagian atapnya pun bolong di sana-sini. Di antara ruangan-ruangan tersebut, terdapat satu ruangan yang dindingnya ditutup dengan tripleks.

Ruang gawat darurat dipindah ke lantai dua sejak dimulainya pembangunan gedung A RSUD Koja, Oktober tahun lalu. Hingga kini, ruang IGD belum bisa dikembalikan ke tempat asal karena pembangunan gedung A setinggi 16 lantai terhenti di tengah jalan.

Direktur Utama RSUD Koja Ida Bagus Nyoman Banjar mengatakan pembangunan Tower A RSUD Koja dihentikan pada Juni lalu karena PT Bangun Kharisma Prima, kontraktor yang mengerjakan proyek itu, tak merampungkan kewajibannya sesuai jadwal. "Mereka wanprestasi (tidak memenuhi kewajiban)," kata dia.

Menurut Banjar, kontraktor sudah diberi tambahan waktu selama enam bulan. Tapi, setelah beberapa kali perpanjangan waktu, sampai Juni lalu, pembangunan gedung rumah sakit baru mencapai 67 persen.

Banjar menduga, sebagai pemenang lelang proyek senilai Rp 123 miliar, PT Bangun Kharisma Prima kekurangan dana dan pekerja. "Sehingga pengerjaan jadi lambat dan tak mencapai target," ujar dia.

Direktur Utama PT BKP Sunanto Santoso menolak disebut wanprestasi atau ingkar janji. Dia menuturkan pengerjaan gedung molor karena kontraknya bermasalah sejak awal. Setelah memenangi lelang pada April 2018, perusahaan tak bisa langsung memulai pekerjaan. Sebab, pemerintah DKI Jakarta masih memproses penghapusan aset, yakni gedung lama di area proyek yang harus dibongkar. "Kami sudah mulai bayar pekerja sejak SPMK (surat perintah mulai kerja) keluar April. Tapi, ya, enggak ada yang dikerjain," kata Sunanto kepada Tempo, kemarin.

Selain penghapusan aset lama, menurut Sunanto, pembongkaran gedung lama juga bermasalah, sehingga molor dari jadwal yang disepakati, yakni selama 30 hari. Untuk membongkar gedung lama, pemerintah DKI menunjuk pihak lain di luar PT BKP. "Pembongkarnya juga meninggalkan banyak masalah. Kami yang diminta membereskan dulu," ujar dia. "Tiang fondasi lama juga ditinggal begitu saja sama pembongkar. Ada 100 titik," dia menambahkan. 

Site Engineer PT BKP, Herdining, menjelaskan sejumlah kendala di lapangan, dari area kerja yang sempit hingga pembuatan keputusan dari pihak rumah sakit yang selalu lambat. "Keputusan lokasi limbah saja baru di-acc awal Desember, menjelang kontrak berakhir," ujar dia.

Di luar kendala teknis, Sunanto membenarkan bahwa perusahaannya kesulitan pendanaan. Sebab, ada perubahan sistem pembayaran pada masa penambahan waktu pekerjaan. "Awalnya, pendanaannya bulanan. Di kontrak lanjutan, kami diminta nombok dulu. Nilainya sampai Rp 90 miliar," kata dia.

Theryoto, Direktur Utama RSUD Koja ketika kontrak dengan PT Bangun Kharisma Prima diteken, membantah klaim Sunanto. Menurut dia, kewajiban pembersihan lahan telah menjadi kesepakatan PT BKP dengan pemborong yang membongkar dan pihak RSUD. "Karena menyesuaikan juga dengan kondisi di lapangan, mengingat RSUD Koja harus tetap melayani pasien di blok sebelah," kata dia. Ihwal lahan instalasi limbah, Theryoto menjelaskan, keputusan soal lokasi sebetulnya sudah lama ditetapkan. "Tapi baru dikerjakan akhir tahun," ujar dia. INGE KLARA SAFITRI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus