Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Inspektorat DKI Jakarta meminta kepada Pemerintah Kota Jakarta Selatan untuk membubarkan Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Pertanahan (Pokmasdartibnah) terkait pungutan liar (pungli) atas pembuatan sertifikat tanah gratis dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kalau misalnya sudah ada perintah formal kita langsung implementasikan," kata Wali Kota Jakarta Selatan Marullah Matali saat dihubungi, Sabtu, 23 Februari 2019.
Marullah menyebut, pemkot menunggu instruksi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk membubarkan pokmas. Hingga kini, dia belum menerima surat perintah dari gubernur.
Adapun keberadaan pokmas justru membuka celah meminta uang kepada warga yang hendak mengurus sertifikat tanah gratis, program dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Kasus seperti itu, Marullah menyebut, ditemukan di Kelurahan Grogol Utara dan Kebayoran Lama.
Oknum pokmas mondar-mandir mendatangi warga untuk menawarkan pengurusan sertifikat tanah gratis. Karena label anggota pokmas, seolah-olah uang yang diminta oknum itu legal. "Padahal sudah jelas-jelas bahwa itu tidak dipungut biaya kecuali biaya yang memang harus dibebankan," ucap Marullah.
Sebelumnya, praktik pungli atas pembuatan sertifikat tanah dalam program PTSL Jokowi ditemukan di sejumlah tempat. Misalnya di Jakarta Selatan, tiga warga Grogol Utara mengaku dimintai uang Rp 3-60 juta untuk mendapatkan sertifikatnya.
Uang itu diminta mengatasnamakan pengurus rukun warga yang terlibat dalam kelompok masyarakat sadar sertifikat. Keberadaan kelompok-kelompok itu sendiri sepengetahuan lurah.
Sejatinya, sertifikat tanah itu gratis. Warga Jakarta mungkin membayar sejumlah biaya tapi besarnya telah diatur tak lebih dari Rp 150 ribu.