Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pemerintah berencana mengalokasikan anggaran Rp 1.760 triliun untuk membeli alutsista.
Rencana anggaran pengadaan alutsista sebesar Rp 1.760 triliun akan dihabiskan dalam tiga tahun.
Pengamat pertahanan mengkritik rencana pembelian alutsista yang diduga tidak diawali dengan perencanaan yang matang.
JAKARTA – Rencana Kementerian Pertahanan memborong alat utama sistem pertahanan (alutsista) senilai Rp 1.760 triliun menuai pro dan kontra. Sebagian pihak mendukung rencana ini, tapi ada juga pihak yang mencibir agenda tersebut karena dianggap sarat akan kejanggalan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Analis pertahanan Connie Rahakundini Bakrie menduga rencana Kementerian Pertahanan membeli alutsista tersebut tidak disertai rencana kebutuhan dan peruntukan. Apalagi anggaran sebesar Rp 1.760 triliun itu akan dihabiskan dalam tiga tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dengan anggaran pertahanan sebesar ini, dalam tiga tahun, pemerintah mau beli apa?" kata Connie kepada Tempo, Sabtu lalu.
Connie menganggap draf dokumen perencanaan atau master plan yang sedang disusun pemerintah bukanlah sebuah perencanaan. Namun draf itu berkesan sebagai daftar belanja alutsista.
Menurut Connie, peta jalan rencana strategis pertahanan semestinya disusun berdasarkan bottom-up atau menggunakan metode identifikasi masalah dari bawah. Karena itu, pemerintah seharusnya memetakan lebih dulu kebutuhan alutsista, baru kemudian menyusun rencana anggaran belanja.
Rencana pemerintah menganggarkan belanja alutsista itu tertuang dalam draf Rancangan Peraturan Presiden tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan TNI Tahun 2020-2024. Dalam draf tersebut, pemerintah harus menghabiskan anggaran senilai US$ 124,9 miliar atau setara dengan Rp 1.760 triliun untuk belanja alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam) dalam kurun lima tahun, terhitung sejak 2020.
Mekanisme pengadaan alutsista ini diatur lewat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Dalam Pasal 43 ayat 1 undang-undang ini disebutkan bahwa pengguna wajib menggunakan alat pertahanan dan keamanan produksi dalam negeri. Lalu ayat 3 mengatur soal mekanisme pengadaan alutsista produk luar negeri, yaitu pengguna mengusulkan kepada Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) untuk menggunakan produk luar negeri dengan pengadaan lewat proses langsung antar-pemerintah atau kepada pabrikan. Pada ayat 7 disebutkan bahwa koordinasi pengadaan alat peralatan pertahanan dan keamanan dilaksanakan berdasarkan ketetapan KKIP.
Prajurit TNI AD saat latihan Uji Siap Tempur (UST) Kodam Jaya di Distrik II, Meikarta, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 18 Mei 2021. Antara/Fakhri Hermansyah
Connie berpendapat, seharusnya rencana pembelian alutsista ini dihitung secara rinci bersama pejabat teknis, yaitu TNI. Tujuannya adalah mengukur kondisi alat tempur, kekurangan, masalah, dan rencana penggantian. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan konstelasi ancaman pertahanan nasional. Ia juga mengkritik rencana pinjaman luar negeri dalam pengadaan alutsista tersebut.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studios (ISESS), Khairul Fahmi, berbeda pendapat dengan Connie. Khairul mengatakan anggaran pengadaan alutsista senilai Rp 1.760 triliun masih kecil dibanding produk domestik bruto (PDB) Indonesia 2020, yang mencapai Rp 15.434 triliun.
"Jika rancangan itu disetujui Presiden, Indonesia akan mampu mengejar target belanja pertahanan maksimal 1,5 persen dari PDB per tahun," katanya.
Menurut Khairul, alokasi anggaran pertahanan nasional rata-rata sebesar 0,78 persen dari PDB per tahun. Padahal idealnya anggaran pertahanan nasional mencapai 1,5 persen dari PDB per tahun.
Khairul menilai master plan yang disiapkan pemerintah bakal memberi angin segar atas persoalan keterbatasan anggaran pertahanan. Namun ia memberi catatan agar master plan itu dibarengi dengan sejumlah langkah untuk memastikan akuntabilitas dan penggunaan anggaran yang tepat sasaran.
Ia juga meminta agar tenor dan bunga dalam skema pinjaman luar negeri itu diperhatikan. Solusinya, pemerintah perlu menguatkan diplomasi pertahanan untuk menjajaki peluang pinjaman berbunga rendah dengan tenor panjang.
Adapun anggota Komisi Pertahanan DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, T.B. Hasanuddin, mengatakan anggaran alat tempur sebanyak itu masih sebatas rencana dan belum mendapat persetujuan Presiden bersama parlemen. Namun ia berjanji Komisi Pertahanan akan segera membahasnya.
"Mungkin minggu depan akan didiskusikan saat membahas rencana kerja dan anggaran kementerian negara atau lembaga," katanya.
Tank amfibi di Cilegon, Banten. TEMPO/Subekti
Hasanuddin sependapat dengan rencana Kementerian Pertahanan memodernisasi alutsista TNI lantaran hampir semua alat tempur sudah tua. Bahkan banyak alutsista yang merupakan hibah dari negara asing.
Anggota Komisi Pertahanan DPR dari Partai Golkar, Dave Firkarno Laksono, mengatakan lembaganya akan meminta penjelasan dari Kementerian Pertahanan dan TNI mengenai rencana pembelian alutsista melalui PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) itu pada pekan ini. "Senin dan Rabu akan rapat dengan Kemenhan dan TNI," katanya.
Komisi Pertahanan akan menanyakan rencana kebutuhan alutsista, skema pembiayaan, dan rencana utang luar negeri untuk membiaya pengadaan tersebut. Komisi juga akan menanyakan rencana penunjukan PT TMI sebagai perusahaan yang akan mengadakan alutsista.
Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Mayor Jenderal Rodon Pedrason, mengatakan Presiden Joko Widodo telah menyetujui rencana pengadaan alutsista melalui penerbitan peraturan presiden. "Menteri sudah melaporkan kepada Presiden. Presiden sudah setuju. Sudah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan. Mereka sudah menentukan mana yang bisa didukung," kata dia.
Rodon mengatakan Kementerian Pertahanan juga sudah berbicara dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengenai rencana ini. Bappenas lalu akan mengeluarkan dokumen Blue Book atau Daftar Rencana Pinjaman atau Hibah Luar Negeri serta dokumen Green Book alias Daftar Rencana Prioritas Pinjaman.
Rodon menegaskan bahwa Kementerian Pertahanan telah melibatkan tiga matra TNI dalam menyusun rencana pengadaan alutsista tersebut. Ia menepis tuduhan yang menyebutkan bahwa penyusunan rencana belanja ini tak melibatkan TNI sebagai pengguna alutsista. Padahal Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sudah memastikan setiap matra mendapat jatah pembaruan alutsista.
"Menteri panggil asrena dan kepala staf untuk menjelaskan apa yang akan dibeli, mereka setuju atau tidak," katanya.
DEWI NURITA | EGI ADYATAMA | INDRA WIJAYA | AVIT HIDAYAT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo