Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SJAHRIR lahir di Padang Panjang pada 5 Maret 1909. Namun datanglah ke Padang Panjang, coba tanya masyarakat, di mana Sutan Sjahrir dilahirkan. Ternyata banyak yang tak tahu. ”Katanya memang dilahirkan di sini. Tetapi tempatnya itu kami tidak tahu, mungkin karena ayahnya hanya sebentar bertugas di Padang Panjang,” kata Taufik Dt. Mangkuto Rajo, tokoh masyarakat di sana.
Jawaban yang sama juga datang dari aparat pemerintah Padang Panjang. ”Kami enggak tahu persis di mana Sutan Sjahrir dilahirkan,” kata Zulkarnain Harun, Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata. Tempo baru mendapat ancar-ancar di mana letak rumah kelahiran Sjahrir ketika menghubungi Siti Rabiah Parvati, putri Sutan Sjahrir, yang akrab dipanggil Upik, di Jakarta. ”Sekitar sepuluh tahun lalu, saya dan ibu saya berusaha mencari rumah kelahiran Ayah di Padang Panjang, dan ada yang mengatakan lokasinya di Pesantren Diniyyah Putri,” kata Upik.
Tempo menuju Perguruan Diniyyah Putri. Letaknya di Jalan Abdul Hamid Hakim Nomor 30, Padang Panjang. Perguruan Diniyyah Putri adalah pondok pesantren modern khusus putri yang didirikan Rahmah El Yunusiyyah pada 1923. Pimpinan Diniyyah Putri kini, Fauziah Fauzan, 38 tahun, mengaku mengetahui ihwal rumah kelahiran Sjahrir saat duduk di bangku SMA. ”Saat itu ibu saya bilang, aula kita itu dulunya tempat kelahiran Sutan Sjahrir. Ibu mendapat cerita itu dari nenek saya, Hussainah Nurdin.”
Aula itu cukup luas. Namun tak ada satu pun petunjuk Sjahrir pernah dilahirkan di sana. Tidak ada foto Sjahrir yang dipajang di situ. Gedung pertemuan ini bulan lalu pernah menjadi tempat Ijtimaq MUI se-Indonesia, yang mengeluarkan beberapa fatwa, di antaranya larangan merokok dan larangan golput.
Sementara di Padang Panjang jejak Sjahrir tak bisa ditemui, di Nagari Koto Gadang, sekitar 15 kilometer dari Padang Panjang, masih ada sedikit kenangan fisik masa kecil Sjahrir. Memasuki Koto Gadang di persimpangan jalan ada papan penunjuk arah ke jalan-jalan yang lebih kecil, ada yang bertulisan Jalan Sutan Sjahrir, Jalan Rohana Kudus, Jalan Agus Salim, dan Jalan Datuk Kayo.
Ayah Sjahrir, Muhammad Rasyad Maharajo Sutan, berasal dari Koto Gadang sementara ibunya, Siti Rabiah, dari Natal, Sumatera Utara. Ayah Sjahrir memiliki enam istri. Siti Rabiah ibu Sjahrir adalah istri kelima. Sejarawan Universitas Negeri Padang, Mestika Zed, mengatakan bahwa salah satu yang membentuk cakrawala intelektual Sjahrir tidak terlepas dari latar belakang keluarga modern ayahnya di Koto Gadang. Pada abad ke-19, di Koto Gadang, menurut Mestika Zed, Belanda membuat perkebunan kopi di lereng Gunung Singgalang dan Merapi. Sekolah-sekolah didirikan Belanda untuk mencetak tenaga kerja di perkebunan. Di Koto Gadang saat itu sudah ada tiga posisi karier pegawai negeri yang dianggap luar biasa di Hindia Belanda: angku doto (mantri), angku guru, dan angku jaksa. ”Kakek Sutan Sjahrir (Lemang Sutan Palindin) dan ayah Sutan Sjahrir (Muhammad Rasyad Maharajo Sutan) adalah angku jaksa dan masuk ke kalangan elite pegawai Belanda,” kata Mestika Zed.
Meski dari Padang Panjang kemudian keluarga Sjahrir tinggal di Medan, ia sering dibawa ayahnya ke rumah neneknya di Koto Gadang. Rumah nenek Sjahrir itu kini sudah lama menjadi rumah kosong. Terakhir ditinggali perajin perak. Saat Tempo ke sana tiga pekan lalu, rumah itu terkunci.
Bersebelahan dengan Jalan Sutan Sjahrir, ada Jalan Rohana Kudus. Rohana Kudus, wartawan perempuan pertama di Indonesia itu, adalah saudara tiri Sutan Sjahrir. Ia adalah putri Kiam, istri pertama ayah Sjahrir. Rohana Kudus juga anak pertama, sehingga Sjahrir memanggilnya One Rohana (kakak). Kini di rumah Rohana Kudus tinggal Adi Zulhadi, cucu Ratna, adik Rohana Kudus. Di dalam rumah yang sebagian besar masih bangunan asli itu, di ruangan tamu ada tiga foto Sutan Sjahrir yang tergantung di dinding, salah satunya foto Sutan Sjahrir di depan rumah Rohana Kudus saat sudah menjadi perdana menteri dan berkunjung ke Koto Gadang.
”Menurut cerita nenek saya, Sjahrir sering diajak ayahnya ke rumah ini, karena di sini banyak saudara perempuannya,” kata Adi Zulhadi. Adi mengatakan, neneknya bercerita, saat Sjahrir datang tatkala sudah menjadi perdana menteri, rumah sangat ramai. ”Rohana dan Sjahrir, katanya, sering berdiskusi tentang perkembangan politik,” tutur Adi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo