Rumah Kedua Sang Dosen

LABORATORIUM Antena dan Propagasi menjadi rumah kedua Gamantyo Hendrantoro. Setiap hari, dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ini menghabiskan waktu di ruang sempit penuh perangkat elektronik itu.

Lepas mengajar, Gamantyo mengutak-atik temuan baru di laboratorium. Ia pun memeriksa tugas mahasiswanya di ruang yang sama. ”Persembunyian” sang dosen ini sudah menjadi rahasia semua mahasiswanya. ”Tengah malam saya baru pulang,” katanya.

Di laboratorium itu, sistem komunikasi dengan frekuensi tinggi dirancang. Temuan ini dipakai buat komunikasi antarpulau tanpa bantuan satelit. Propagasi radio sistem jaringan televisi digital juga dibuat di sini. Ini teknologi nirkabel untuk membantu jaringan televisi digital lebih efektif dan murah.

Begitu lulus Teknik Elektro ITS pada 1992, ia menjadi pengajar di almamaternya. Ia meraih gelar master dan doktor di Universitas Carleton, Ottawa, Kanada. Lelaki kelahiran Jombang, Jawa Timur, 39 tahun lalu ini mendapat kehormatan atas kerja kerasnya: profesor termuda di ITS.

Kini Gamantyo sedang merancang sistem jaringan komunikasi nirkabel yang bisa menjangkau daerah terpencil. ”Biar seluruh masyarakat Indonesia bisa saling menyapa,” katanya.

Idenya, menurut dia, pengguna pertama akan memperoleh sinyal dari stasiun pemancar. Dari pengguna pertama, gelombang dipancarkan ke pengguna lain yang posisinya lebih jauh dari pemancar. Begitu seterusnya. Dengan sistem ini, tak ada area blank spot. Ia menyebut rancangannya ini ”sistem komunikasi kooperatif”.

Gamantyo selalu melecut mahasiswanya membaca. Dengan membaca, muncul ide penelitian. Hasrat menjiplak pun ditangkal dengan aktivitas itu. ”Menjiplak karya orang lain itu haram,” kata penerima Young Scientist Award International Union of Radio Science 2005 ini.