SEORANG Samir al-Khalil, ahli politik dan sejarah berdarah Irak, yang hidup di luar tanah airnya, menulis buku tentang Saddam dan Irak dengan kritik yang tajam dan cenderung mengecat hitam semuanya. Buku itu, Republic of Fear, kini beredar di Amerika dan, konon, sangat laku. Bagian pertama Selingan ini merupakan cuplikan buku itu. Bagian kedua, ramuan dari berbagai tulisan para analis Barat, yang menjelaskan bagaimana Saddam mempertahankan kekuasaannya. Dan bagian ketiga, adalah sisi lain Saddam: bagaimana ia merasa damai di dalam keluarganya -- ditulis dari Saddam Hussein karya Fuad Matar. SADDAM HUSSEIN ada di mana-mana dalam berbagai ukuran dan bahan. Dalam berbagai pose dan pakaian -- meski terbanyak ia memakai pakaian militer. Krisis Teluk, yang awal pekan ini memasuki hari ke-40, tak mengubah gambar-gambar poster Saddam itu. Yang berubah orangnya itu sendiri. Presiden Irak itu tak lagi ada di istananya di Baghdad. Konon, ia memimpin konfrontasinya dengan Amerika dan sekutunya dari sebuah perlindungan bawah tanah yang dijaga ketat, sekitar 70 km dari Baghdad. Dan tetap, kekuasaannya seperti tak terbatas. Memang, dalam dunia politik Timur Tengah, gambar seorang pemimpin menandakan kekuasaan. Di Irak, di bawah Partai Baath, konsep itu sungguh mencolok, lebih daripada di negara-negara Timur Tengah lainnya. Di setiap gerbang masuk semua desa Irak, sebuah potret setengah badan Saddam yang besar sekali pasti terpampang. Pada malam hari, bila sedikit saja tersentuh cahaya, gambar itu menyorotkan sinar balik. Di tengah Kota Baghdad, potret yang sama -- setinggi 30 kaki -- menjadi pusat perhatian pendatang. Gambar atau potret sang pemimpin menghiasi dinding setiap toko, sekolah, pos polisi, tangsi militer, dan gedung-gedung pertemuan umum. Juga tergantung di jalan-jalan, dan selalu hadir setiap kali orang memalingkan kepala kesegala arah. Tak ada seorang pejabat yang berani berada di muka kamera tanpa ada foto Saddam di latar belakangnya. Namanya selalu disebut pada setiap pidato. Saddam adalah Presiden Republik, Ketua Dewan Menteri, Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, Ketua Dewan Revolusioner, Ketua Dewan Tertinggi Pembangunan Nasional, Ketua Panitia Negara tentang Perjanjian (dengan negara asing), Ketua Dewan Tertinggi Masalah Pertanian, dan Ketua Dewan Negara Tertinggi Sistem Pendidikan dan Pemberantasan Buta Huruf Dan itu baru sebagian pangkat dan jabatannya. Di samping jabatan dalam partai dan pemerintahan, Saddam juga memiliki serentetan pangkat dan kehormatan lain. Misalnya saja: presiden-pemimpin, presiden-pejuang, pemimpin Arab, pahlawan bangsa Arab, pahlawan pembebasan nasional, bapak dan pemimpin rakyat Irak, serta pahlawan pemberani yang agresif atau ial-faris al-mighwarr. Dalam siaran radio, yang retorikanya penuh dengan bebauan politik, si pembawa acara mengucapkan namanya 50 kali dalam satu menit. Lengkap dengan gelar-gelar dan sesuai dengan peristiwa yang diberitakan atau menjadi bahan diskusi. Siaran-siaran berita menaburinya dengan telegram ucapan selamat dan pidato-pidato yang memuji. Keramaian di jalan-jalan Baghdad kontan terhenti apabila ia meninggalkan istana kepresidenannya. Ketika sirene meraung-raung memenuhi udara kota, tentara berjajar menjaga rute perjalanan, dan rakyat -- yang tadinya sibuk bekerja -- berlarian ke pinggir jalan untuk menyaksikan sekilas wajahnya dari balik kaca mobil. Anak-anak sekolah menghafalkan di luar kepala ujaran-ujarannya. Mereka memujanya. Slogan-slogan setinggi langit terlihat di mana-mana di seluruh negeri. Sampul buku-buku catatan sekolah dihiasi dengan potretnya. Di bagian belakang, tertera ucapan-ucapannya yang menjadi kata-kata mutiara. Remaja belasan tahun mengenakan T-Shirt yang dihiasi potretnya. Sedangkan mereka yang bersemangat bisa membeli jam berwarna emas dengan potret Saddam di piringan penunjuk. Ketika Ahmad Hasan al-Bakr, presiden pertama dari pemerintahan Partai Baath di Irak, terpelanting dari kedudukannya pada 1979, foto-fotonya sedikit demi sedikit hilang dari pandangan umum. Sebaliknya, gambar-gambar Saddam, orang kedua yang kemudian menggantikan orang pertama itu, mulai muncul berangsur-angsur. Untuk beberapa saat, gambar keduanya muncul bersama-sama. Tapi, sejak akhir 1981, gambar al-Bakr makin jarang kelihatan, kemudian hilang sama sekali. Rakyat Irak maklum apa yang terjadi, walaupun dalam pidato-pidatonya, Saddam masih mengatakan al-Bakr sebagai "ayah". (Konon, beberapa tahun menjelang al-Bakr turun dari kekuasaan, ia sudah jadi "tahanan rumah".) Dengan cara itu pula rakyat Irak "belajar" untuk lebih takut kepada Saddam, ketika melihat gambar al-Bakr. Itu merefleksikan kehilangan kewibawaan mereka atas anak-anak mereka sendiri. Realitas politik yang ada di belakang gambar dan penampilan itu adalah kekuatan rasa takut. Segera saja rakyat kemudian "memilih" berpagar gambar-gambar Saddam untuk membebaskan mereka dari "setan ketakutan". Pemimpin ini membangkitkan rasa jijik dan benci terhadap orang-orang yang mengelilinginya. Pada berbagai konperensi dan rapat-rapat umum yang dihadiri Saddam, biasanya ia terlihat duduk sambil menyilangkan tangan. Menunduk ke bawah melihat tanah, atau bertempik sorak terhadap dirinya sendiri -- lebih keras daripada yang lain. Para menteri pun meninggalkan ruangan dengan berjalan menepi -- supaya tak membelakangi Saddam. Semua gambar, potret-potret raksasa, berfungsi untuk alasan tertenu. Masalahnya adalah: bagaimana mengerti alasan tersebut. Idelogi sebagai pencipta mitos hadir di tengah tengah Baathisme, baik sebagai gerakan maupun sebagai wujud kekuasaan. Baathisme tumbuh sebagai gerakan oposisi dan bergerak untuk mengorganisasikan masyarakat dengan cara yang sama setelah berhasil merebut kekuasaan. Kepemimpinan yang jauh lebih besar dari keadaan sebenarnya bermuara pada suatu kontrol sosial menyeluruh yang diatur oleh organisasi politik partai. Partai hanyalah varian yang superfisial dari si pemimpin lantaran ia telah difungsikan untuk memegang peranan sebagai pionir. Segera setelah partai berhenti bersaing dalam arena politik lantaran semua oposisi telah digilas, kedua fungsi -- mempopulerkan ideologi dan mengatur anggota -- yang tadinya dijalankan, berkembang ke arah identitas yang saling berbeda. Pada prinsipnya, seluruh masyarakat diorganisasikan oleh partai. Visi yang membawa seorang individu ke dalam partai ketika berbagai pandangan dunia saling berlomba, sekarang terancam oleh rutinisme, administrasi yang pilih kasih, favoritisme, dan ketakmampuan individu. Sebagai akibatnya yang terjadi adalah munculnya kerahasiaan dalam organisasi partai. Partai telah beralih dari organisasi massa menjadi organisasi yang malah menjauh dari massa. Sebagai tahap selanjutnya adalah munculnya polisi rahasia. Hubungan polisi rahasia dengan pribadi sang pemimpin merupakan faktor menentukan dalam rezim seperti Partai Baath. Polisi rahasia selalu melapor secara langsung kepada Saddam. Bahkan naiknya sang pemimpin justru berasal dari organisasi polisi rahasia tersebut. Dalam tahap seperti itu, sang pemimpin mengambil alih organisasi politik dari partai. Pada kenyataannya, muncul pula suatu pembagian pekerjaan di antara keduanya, yang secara artifisial menggambarkan perbedaan antara masyarakat sipil dan negara. Tidak seperti Nasser, Saddam naik ke puncak kekuasaan dengan usaha-usaha yang sifatnya pribadi. Itu berakar dari hubungannya dengan partai. Saddam muncul sebagai seorang pemimpin tanpa menyandang kebesaran Nasser. Presiden Mesir itu memiliki magnetisme pribadi, kekuatan sebagai seorang orator, kecerdikannya mengendus peluang politik dan diplomasi, serta yang paling penting dari semuanya, "Suez" yang jadi miliknya. Walaupun demikian, hanya seorang yang istimewa yang dapat menjadi seorang pemimpin seperti Saddam Hussein. Ironisnya justru peristiwa besar seperti Suez inilah yang pertama kali membawa Saddam muda ke lingkungan Partai Baath cabang Irak. Waktu itu, ia masih seorang murid sekolah menengah berusia belasan tahun. Tak lama setelah bergabung, Saddam (kata ini berarti "orang yang selalu menentang") menampilkan diri dengan cara membunuh seorang pengikut terkemuka Kassim di kota kelahirannya, Takrit Jenderal Abdul Karim Kassim waktu itu baru saja menjadi presiden di Irak yang jadi republik, setelah ia menggulingkan Raja Faisal II, penguasa monarki Irak terakhir. Partai Baath ikut membantu jalannya kudeta, tapi kemudian dikhianati oleh Jenderal Kassim yang bersekutu dengan Partai Komunis melawan Baath. Tak lama setelah itu, 1959, Partai memilih Saddam menjadi anggota kelompok yang bertugas membunuh Kassim. Saddam sebagai mitos dan sebagai manusia kemudian bercampur baur dalam periode itu. Biografinya menceritakan bagaimana mahirnya ia bermain dengan senjata, sejak usia 10 tahun Berani dan setia kepada partai dalam operasi tahun 1959 itu. Lalu membludaklah cerita tentang keberanian dan kepahlawanannya: kegagahannya menyelamatkan rekan-rekannya yang luka mengeluarkan sendiri peluru dari lukanya disiplin baja yang dipraktekkan dalam operasi pembunuhan yang gagal itu dan bagaimana ia berhasil keluar dari Irak sambil dikejar-kejar polisi rahasia Kassim. Saddam si militan profesional tak memiliki kehidupan dan pekerjaan yang tak bertalian dengan partai. Masa mudanya di sekolah menengah dan universitas disita oleh kegiatan partai. Kekurangan pengalamannya di bidang kemiliteran telah menempatkannya berbeda dengan para pemuda militan lain segenerasinya, walaupun perbendaharaan kata politiknya kaya dengan yargon-yargon militer. Setiap gerak-geriknya selalu didasarkan atas perhitungan politik. Tradisi Baath telah menelan kehidupannya, yang pada mulanya dipusatkan pada masalah-masalah konsolidasi. Bagaimana melenyapkan saingan politik dan bagaimana mengorganisasikan susunan masyarakat baru Irak. Orang semacam Saddam lebih ditakuti ketimbang dicintai. Ia dihormati rakyat yang mengagumi karakter kuat dan kesanggupan menanggung kesengsaraan dan kesakitan. Naiknya Saddam menandakan tercapainya logika dalam Baathisme yang hampir musnah sebagai akibat hubungan cinta atau benci dengan militer. Secara ideologis, Baath bersikap bermusuhan terhadap pemerintahan militer. Tapi, para pendirinya telah bermain-main dengan kekuatan militer untuk merebut kekuasaan. Dilihat dari segi ketertarikan akan pan-Arabisme yang selalu hadir di kalangan elite militer di dunia Arab, keadaan seperti itu pernah mengancam eksistensi Baath yang asli. Yang dilakukan Saddam adalah memelihara kesucian itu dalam bentuknya yang asli dengan merealisasikannya di suatu negara. Ia berhasil menahan pengaruh tentara sambil mengurangi kekuasaan mereka. Malah ia mengubah mereka menjadi makhluk-makhluk yang setia pada partai. Pembersihan pada bulan Juli 1979 merupakan pukulan terhadap otoritas politik partai. Dalam arti bahwa peristiwa itu menyempurnakan peralihan penggerak ideologi, penyusunan politis dan kebijaksanaan serta fungsi karismatik, dari organisasi ke individu. Hal-hal lain yang ada pada partai tetap tak berubah. Saddam Hussein sebagai fenomena telah melangkah jauh dari Partai Baath dan pengorganisasian masyarakat Irak. Ia telah berubah menjadi personifikasi karakteristik "Irak". Tak ada paradoks dalam kenyataan bahwa pemimpin sebuah partai yang berbau pan-Arab mengkombinasikan kualitas yang memperkuat perwujudan dan statusnya, terutama pada masyarakat Irak. Suatu perbedaan harus dipertahankan, antara "karakter" nasional Irak dan nasionalisme Irak. Nasionalisme Irak sebagai suatu identitas yang berhubungan dengan keseluruhan teritorial, yang kemudian dikenal sebagai Irak, tak ada. Mosaik antara komunitas dan sekte yang menciptakan Irak secara keseluruhan tak pernah dipersiapkan untuk melenyapkan perbedaan-perbedaan mereka menjadi suatu masyarakat yang lebih luas. Itu terjadi di Mesir, tapi tidak di Irak. Keadaan seperti itu merupakan faktor dalam stabilisasi negeri di bawah pemerintahan Baath dan merupakan suatu bentuk legitimasi dari pemerintahan itu sendiri. Di pihak lain, karakter nasional Irak merupakan suatu persepsi yang sangat kompleks. Usaha untuk menciptakannya telah berlangsung selama berabad-abad. Orang-orang Arab Irak, baik yang Suni maupun yang Syiah, selalu memikirkan tentang dirinya sebagai harus diperintah dengan cara tertentu. Tapi, gagasan yang selalu ada di barisan paling depan selama berabad-abad dapat ditelusuri dari peristiwa-peristiwa yang menentukan dalam pertentangan antara Irak kuno dengan Irak Arab-Islam. Kejadian-kejadian itu adalah: penaklukan oleh orang Islam munculnya Syiah Irak penahbisan Hussen sebagai orang suci pada tahun 680 pengalihan kontrol Provinsi Irak dari Persia kepada dinasti Umayyah yang berpusat di Damaskus. Syiah dan Suni Irak berakar pada mitologi yang dipenuhi oleh faktor-faktor mitologi yang berkisar pada kejadian-kejadian di atas. Tokoh kunci dalam transisi yang terjadi selama berabad-abad itu adalah al-Hadjadj ibn Yusuf al-Thaqafi dengan kepribadiannya yang sangat menarik. Setelah diangkat sebagai gubernur Provinsi Irak pada 694, ia berhasil menciptakan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi di Irak yang tadinya selalu dilanda kekacauan. Para sejarawan yakin ia meletakkan dasar untuk berkembangnya kebudayaan di bawah khalifah Abbasid. Jauh-jauh hari sebelum uang dari minyak menyebabkan kehidupan menjadi mudah, al-Hadjadj mendirikan kota-kota. Mencetak uang logam Arab yang pertama. Menciptakan produktivitas pertanian yang revolusioner. Ia mengambil tindakan-tindakan drastis untuk menyetop urbanisasi (itu juga dilakukan Saddam), dan memaksa orang-orang yang baru masuk Islam untuk kembali ke tanah-tanah mereka dan terus membayar kharadj. Kharadj adalah pajak yang dikenakan kepada orang-orang non-muslim untuk mendorong mereka menjadi Islam. Banyaknya orang kemudian masuk Islam -- untuk melepaskan diri dari beban pajak itu -- telah menyebabkan krisis finansial atas kekhalifahan, dan al-Hadjadj mengatasi itu. Di bawah pemerintahannya, edisi pertama Quran yang seragam diciptakan. Kemudian, untuk menghentikan pertentangan di kalangan para teolog, ia mengeluarkan sebuah dekrit bahwa Quran seragam itu adalah teks resmi, dan memaksakan keputusan itu dengan keras. Analogi antara Saddam dengan al-Hadjadj sangat mengesankan. Pertentangan Suni-Syiah muncul untuk pertama kalinya dalam bentuk hegemoni Arab Damaskus atas provinsi Kekaisaran Sassani Iran. Partai Baath Irak dengan secara meyakinkan telah berhasil menyusun kembali resep-resep yang penuh dengan emosi dosis tinggi, yang dulu dicopot dari sejarah Irak. Itu dilakukan dengan cara menambah bahwa tidak hanya kaum Suni saja yang mengklaim diri mereka sebagai penerus tradisi dan politik Islam. Dalam hal ini, segala drama yang hebat dari naiknya Irak ke kedudukan terhormat di bawah kekalifahan Abbasid. Kondisi tersebut diciptakan oleh kezaliman yang dilakukan al-Hadjadj. Jadi, misalnya penekanan atas Irakisme pada 1980-an (setelah peperangan Iran-Irak dimulai) memerlukan suatu usaha besar untuk membentuk bangunan ideologis tentang superioritas tradisi Abbasid yang berakar di Irak sendiri. Dan itu dikontraskan dengan puncak-puncak semasa periode Islam klasik. Penekanan itu kemudian beralih ke arah sosialisme Arab sebagai sukses revolusi Baath di Irak. Pada sebuah pidato di provinsi selatan Shiah, Saddam pernah mengatakan dengan penuh ungkapan hiperbola, "Kehebatan Arab berasal dari kehebatan Irak." Gagasan tentang pemerintahan yang ditempuh oleh Saddam telah pernah dilaksanakan oleh al-Hadjadj beberapa abad yang silam. Begitu memegang jabatan sebagai gubernur, konon segera saja ia menghukum mati beberapa orang pembangkang, yang kepalanya kemudian dipamerkan di tempat umum. Itu pula yang dilakukan Saddam setelah ia memegang kekuasaan. Saddam memegang kekuasaan yang sangat istimewa. Ia telah menjelmakan dirinya sebagai institusi, yang pada kenyataannya tanpa ada alat pengontrol. Kepemimpinannya berhubungan erat dengan perasaan-perasaan massa luas Irak, dengan cara yang sangat kompleks. Ia memimpin suatu rezim yang secara pelan-pelan tapi tanpa bisa ditawar-tawar, mengubah semua batasan yang memberi bekas pada kekerasan yang diorganisasikan oleh negara. Tentara, polisi, aparatur keamanan, jaringan informan, milisia partai. Partai dan birokrasi negara telah mengalami perubahan: dari alat menjadi tujuan. Dengan demikian, kepribadian Saddam telah bercampur-baur dengan seluruh sistem politik dan ideo-loginya. Alhasil, sudah sulit dikenali mana pendapat Saddam, mana yang politik, dan mana yang ideologi. ADN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini