Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sapi memburu uang

Pemda ntt menentukan berat minimal sapi untuk dijual, 275 kg. bila kurang, membayar selisihnya. agar beratnya tepat, sapi diminumi air dan diberi sabun. kini, penjualan sapi ntt menurun.

9 November 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAPI kakinya empat, uang kakinya delapan. Pemeo saudagar ini justru diabaikan pedagang sapi di Nusa Tenggara Timur (NTT). Mau mengejar uang dengan memompa sapi, itu menjadi bumerang. Ceritanya begini. Sekitar lima tahun lalu, Pemda NTT menentukan berat minimal sapi untuk dijual, 275 kg. Para agen umumnya bermodal dengkul. Mereka masuk kampung membeli sapi tanpa membawa timbangan. Jadi, seekor sapi yang dikira 275 kg, waktu akan dikapalkan ternyata 260 kg. Selisih itu beban mereka, yaitu Rp 1.900 per kg. "Padahal, komisi saya hanya Rp 2.500 per ekor," kata Ferdinand Rasi, 26 tahun, yang sejak SMA menjadi agen di beberapa perusahaan. Lalu muncul akal-akalan. Sebelum dikarantina, sapi diminumi air sampai buncit. Infus air ini dua sampai tiga jeriken atau 60 liter. Bahkan, tak cuma air. "Sekarang lebih buas. Pakai sabun wing agar sapi tidak bisa kencing," tutur Butje Frans kepada Supriyanto Khafid dari TEMPO, pekan lalu. Ia Direktur Pemasaran PT Bumi Tirta, pengirim sapi ke Jakarta. Campuran deterjen membuat sapi tahan enam jam tidak buang air kecil. Dalam jangka waktu tertentu bisa nampak tetap montok, tapi sekaligus maut buat si sapi. Pihak pengekspor menerimanya, karena dipepet kontrak kapal. Menurut H. Abdul Kadir Aklis, Wakil Ketua I DPD Pepehani NTT, risiko rugi menjadi tinggi. Susut normal dalam pengiriman itu 7-8%, tapi akibat infus bisa 15%. Malahan, pemilik PT Timor Indah ini pernah mengalami penyusutan tersebut sampai 22%. Kini ia beralih pada usaha mebel. "Seratusan juta habis, rugi," ujarnya. Dulu, sapi yang diantarpulaukan sampai 7.000 sebulan. Kini, menurut Drh. Kadarno, kepala stasiun karantina hewan di Tenau, Kupang, 2.000 ekor. Harganya Rp 500.000 seekor. Menurunnya penjualan sapi NTT, menurut Felipus Kaseh, Ketua KUD Semut Soba di Kecamatan Amarasi, karena mutunya kalah dari sapi eks Ujungpandang. KUD ini biasanya mengirim 100 ekor per minggu. Sejak Desember 1990 ia berdagang sapi potong. Pemda Kupang, bekerja sama dengan Brimob, merazia dan menjaring 20 penginfus sapi, beberapa waktu lalu. Kini petugas mungkin tak perlu repot. Yang berminat menjadi agen pun merosot. Sebab, jumlah perusahaan yang dulu 27 cuma tinggal delapan. Ed Zoelverdi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus