Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang perempuan yang telah mencapai senja hidupnya. Seorang pemuda yang baru tumbuh rasa berahinya. Bersama-sama, mereka hidup di sebuah rumah besar dan lengang. Lalu apa yang terjadi?
Teddy Soeriaatmadja menyelesaikan film ketiga dari trilogi Lovely Man, Something in the Way, dan kini About a Woman sebagai serangkaian film tentang orang-orang di kota besar yang mengalami perubahan ketika bertemu dengan seseorang. Ketiga film itu, meski film yang terpisah, sama-sama membicarakan protagonis yang merindukan keintiman di dalam kekosongan dan kesunyian.
Dalam film ini, protagonisnya adalah seorang ibu berusia 65 tahun, tanpa nama dan tanpa sejarah. Kita hanya tahu dia sudah lama hidup sendiri setelah suaminya meninggal. Putrinya, Laras, yang menikah dengan Bimo dan memiliki dua anak, menetap di rumah lain. Sejak awal film, Teddy sudah membuka dengan serangkaian gambar yang berbicara: perempuan yang masih terlihat jejak kecantikannya itu sehari-hari mengisi hidupnya dengan berolaraga, makan, minum, mengerjakan puzzle dan segalanya bergantung pada Elly, pembantunya. Sang ibu lantas saja kerepotan ketika Elly mengundurkan diri. Bimo, sang menantu, langsung saja mengirim keponakannya, Abi, untuk membantu dan menemani sang ibu.
Yang menarik dari film terbaru Teddy ini adalah dari kesederhanaan cerita itu, dia berhasil menampilkan visual yang memberi makna penting bagi pergerakan cerita. Dalam film ini, Teddy sadar betul kapan para tokohnya harus berbicara, kapan pula harus memberi giliran pada gerakan tubuh dan gambar berbicara. Segalanya terhitung dan terkoordinasi dengan rapi: skenario yang rinci, minim kata tapi kaya akan arti dan nuansa; gambar dan lighting yang penuh simbol; hingga seni peran yang pas, tak berlebihan dan semuanya meyakinkan.
Tema yang disodorkan Teddy sebetulnya sebuah cerita sederhana: seorang perempuan lanjut usia yang hidup sendirian. Teddy mengaku mendapat inspirasi ketika dia dan istrinya, aktris Raihaanun, berkunjung ke apartemen koleganya yang hidup sendirian bersama kucing-kucingnya. Teddy menjadi ingin tahu apa perasaan perempuan pada usia tersebut, apa keinginannya, apa dia masih memiliki keinginan untuk berhubungan. "Saya tertarik pada kompleksitas perempuan," kata Teddy. "Saya ingin menjelajahi karakter perempuan yang kuat dan bagaimana dia mengatasi rasa sunyi."
Teddy menggambarkan sang ibu selalu menolak untuk mengaku atas kesepiannya; menolak untuk dibantu anak menantunya; menolak untuk dikirim madu atau apa pun buat kesehatannya; apalagi untuk dikirim seorang pemuda bau kencur untuk tinggal bersamanya. Di tangan yang salah, perkembangan hubungan ibu dan pemuda ini bisa saja jatuh menjadi klise dan picisan. Teddy menanganinya dengan sebuah rasa erotika yang subtil, halus sekaligus pedih. Kita tahu hubungan seperti ini, jika bisa dikatakan hubungan, akan sia-sia dan berakhir dengan kesedihan.
Film ini telah membuat aktris veteran Tutie Kirana sebagai seorang aktris Indonesia yang terlahir kembali. Seorang veteran yang sudah melalui beberapa dekade perfilman Indonesia dan kini tampil sebagai bintang dengan B besar. Jika industri perfilman di dunia ini (bukan hanya Indonesia) kurang berpihak pada perempuan paruh baya, kali ini Teddy mengambil sebuah risiko. Dia berani membuat sebuah film dengan protagonis dan sudut pandang seorang perempuan paruh baya.
Tentu saja bukan karena keberanian sikap Teddy belaka yang membuat film ini terpilih sebagai Film Terbaik Pilihan Tempo tahun ini. Disaingi oleh film-film lain yang memang juga menarik, film About a Woman unggul di semua lini: penyutradaraan, skenario, dan penampilan sang pemeran utama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo