Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sedia payung sebelum perang

Satu-satunya bangsa eropa yang mempersiapkan diri untuk perang. setiap pemuda swiss dari usia 16 hingga 50 , ambil bagian latihan militer tahunan. pegunungan alpen dijadikan basis militer. (sel)

26 Juni 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI luar, toko di Steinenvorstadt No. 60, Basle, tak begitu menarik perhatian. Di etalase terpajang sepasang pistol-pistolan, beberapa anak panah dan busur. Tapi suasana di dalam sungguh berbeda. Di ruang tengah tampak tiga pucuk senapan mesin berat. Ada pula sebuah meriam anti-pesawat terbang 20 mm, yang memenuhi setengah ruang pajangan. Semuanya senjata sungguhan. Di rak terbujur pelbagai bedil, lusinan pistol otomatis, bayonet yang dipajang bagai tongkat golf, parang, bahkan senapan mesin ringan model terakhir buatan Cina dan Rusia. "Anda ingin membeli meriam?" tanya kepala bagian penjualan. "Saya khawatir anda bakal kecewa, sebab meriam itu koleksi kebanggaan saya. Tapi kalau punya surat keterangan anda bisa membeli sepucuk senapan otomatis. Saya jamin keadaannya memuaskan." Bisnis senjata api di sini tampaknya barang biasa. Alat perang itu dijual bebas, khususnya untuk penduduk Swiss di wilayah Vaud, dari Basle ke Jenewa. "Banyak penduduk Basle yang punya dua atau tiga pucuk bedil," kata Francois Hauter yang menulis untuk The Sunday Times Magazine, Mei 1982. "Di dalam kota yang berpenghuni 210 ribu jiwa itu terdapat tak kurang dari 1000 orang kolektor senjata api." Senjata tampaknya merupakan bagian penting Swiss sekarang. Citra negeri itu mungkin tak lagi semata-mata cokelat dan pariwisata. Swiss mempersenjatai diri, "memasang taring", konon justru untuk mempertahankan netralitasnya. Tatkala Inggris, sekarang ini, mulai menata kembali Home Guardnya yang pernah dilarang untuk waktu lama, Francois Hauter mengajak pembacanya menengok kekuatan militer Swiss, salah satu yang tertua di kawasan Eropa. "Milisia negeri ini sama sekali tak patut diremehkan," katanya menarik kesimpulan. Mereka dipersenjatai dengan baik, memiliki daya tempur tinggi, hampir tak bisa ditembus dalam "perlindungan"nya yang kokoh di bawah Pegunungan Alpen, dan siap bertarung sampai titik darah penghabisan bagi mempertahankan sikap tidak berpihak. Ditilik struktur dan kekuatannya, angkatan bersenjata Swiss mungkin unik. Ia mampu menurunkan ke lapangan lebih 500 ribu prajurit dalam waktu 48 jam. Masih bisa ditambah lagi dengan sekitar 400 ribu hansip. "Prancis dan Inggris tak mampu berbuat lebih baik dari itu," kata Francois Hauter. Dan jangan lupa, Swiss hanya punya 6,3 juta warganegara. Dari jumlah prajurit itu, Swiss memiliki 17 ribu anggota pasukan istimewa. Mereka terlatih khusus. Ahli melancarkan pendadakan, melintasi gunung, jembatan dan bendungan. Mereka disiapkan terutama untuk tindakan-tindakan "pencegahan." Di balik panorama bersalju dan senyum para pemandu wisata, Pegunungan Alpen ternyata penuh basis militer, landasan rudal, rumah sakit, serta timbunan persediaan amunisi, makanan dan bahan bakar. Lubang perlindungan dan gua ditatah di sepanjang dinding pegunungan bagai hiasan keju Emmentaller. Negeri ini bagai kubu pernaungan raksasa yang menjanjikan keamanan bagi para pendatang dan terutama anak negeri sendiri. Angkatan Bersenjata Swiss memiliki sekitar 2000 perwira tetap. Tak dapat disebut sebagai semata-mata tentara profesional ataupun cadangan. Lebih tepat dinamakan milisia, seperti tentara Israel," kata Francois. Setiap pria Swiss, dari usia 16 hingga 50, ambil bagian dalam latihan militer tahunan. Selesai mengikuti perang-perangan mereka pulang. Yang berusia di atas 20 tahun diperkenankan membawa senjata apinya ke rumah. Toh berita todong-menodong tak pernah terdengar. Hans Peter adalah satu di antara 27 ribu milisia yang ambil bagian dalam latihan di Obwald, dekat Lucerne, musim gugur lalu. Ia tergabung dalam kesatuan pertahanan yang dipersenjatai dengan meriam 35 mm. "Kami sangat bangga," katanya. "Di sini pekerjaan prajurit dipandang serius dan terhormat. Anda tidak bisa memperolok-olokkan kami." Para petani sekitar berdatangan mengunjungi kesatuan Peter. Mereka mengantarkan anggur dan panggang ayam yang masih hangat. Seorang perwira dengan santainya membuka botol anggur itu dengan menggunakan pisau militer. "Seorang petani yang melihat saya berkeliaran dalam pakaian sipil, melaporkan saya kepada salah seorang opsir itu sebagai mata-mata," tutur Francois lebih lanjut. SETIAP penduduk Swiss sekaligus tentara, polisi, dan informan untuk negerinya," perwira itu bercerita pada Francois, dengan puas. Ia sendiri pengacara hukum dalam dunia sipil. "Untuk banyak orang," ujarnya, "negara merupakan seteru yang harus dilenyapkan. Tapi bagi kami negara adalah manifestasi individu. Kami tak punya kepala negara, karena kami tak memerlukannya. Tampaknya absurb juga mempercayakan pertahanan atau politik ke tangan para pengejar karir." Pada usia 20 tahun, setiap pria menghabiskan 17 minggu di kamp latihan dasar. Kemudian pulang membawa semua perlengkapan, termasuk bedil dan peluru. Kepercayaan yang diberikan untuk perasaan tanggung jawab semacam itu memang terasa unik. Setelah latihan, tentara dibagi dalam tiga kelompok. Dari usia 20 hingga 32 tahun dimasukkan kelompok Elite -- pasukan pendadakan. Selama 12 tahun itu setiap prajurit menjalani delapan kali latihan. Tiap latihan makan waktu tiga minggu. Ada juga latihan menembak tahunan dan pemeriksaan senjata serta perlengkapan perang. Dari usia 33 sampai 42 tahun, mereka dimasukkan kelompok Landswehr. Kesatuan ini ditempatkan di perbatasan, kamp dan lubang perlindungan. Menjalani tiga periode dinas, masing-masing dua minggu. Dari usia 43 hingga 50 tahun, setiap penduduk mengikuti Landstrum selama dua pekan. Kesatuan ini lebih bersifat Garda Nasional . Pada usia 50 tahun (55 untuk perwira), setiap prajurit meletakkan senjata melalui sebuah upacara. Tapi tidak berarti langsung berpangku tangan dalam ihwal hankam. Mereka terjun ke dalam barisan pertahanan sipil. Banyak penduduk yang berterus terang menikmati dinas militernya. Umpamanya Urs Ramel, 35 tahun, ayah dua anak, dokter gigi di Emmen, dekat Lucerne. Dalam milisi ia dipercaya sebagai penerbang pesawat pemburu . Pengalaman terbang pak dokter ini tak bisa diremehkan. Pernah lepas landas dari lapangan mobil. Juga menyuruk bersama pesawatnya di bawah jembatan dengan kecepatan 150 mil per jam. "Kadang-kadang saya bingung memilih antara pekerjaan dokter gigi dan penerbang," katanya lalu. Ia membuat perbandingan yang menarik. "Di ruang praktek dokter, tanggung jawab saya hanya meliputi beberapa meter persegi. Bila saya terbang, tanggung jawab itu meliputi ratusan mil persegi." Terbangdi kawasan ini memang membutuhkan ketrampilan istimewa. Seorang pilot harus mampu meluncur di sela-sela puncak Alpen yang runcing dan berkabut, melintasi negeri itu dalam waktu tak sampai tujuh menit dengan kecepatan supersonik, kemudian mendarat di lapangan yang sangat sempit. "Ketika pilot-pilot Inggris mengantarkan pesawat pemburu Hunter yang kami beli dari mereka," tutur Ramel, juga dengan bangga, "mereka tak berani mendarat di lapangan terbang militer kami." Dalam skuadron Ramel, tiga dari setiap 12 pilot adalah amatir. Tujuh di antaranya direktur dari penerbangan niaga Swissair. Dua pilot berkualifikasi penerbang uji-coba. Dalam pesawat Ramel terdapat seorang biolog dan seorang mahasiswa. Dari 600 pilot yang menerbangkan 350 pesawat militer Swiss, hanya 200 penerbang tetap. Kemudian 280 penerbang jet niaga Swissair. Sisanya polisi, mahasiswa, bahkan petani. Padahal pesawat militer mereka terbilang mutakhir. Ada Mirage Prancis, Tiger Amerika dan Hunter Inggris. "Tradisi militer negeri ini memang panjang," kata Francois Hauter. Pada abad XIII Swiss dibangun di sekitar tiga canton: Uri, Schwytz dan Unterwald. Para petani pegunungan bergabung dengan kekuatan bersenjata untuk melindungi diri dari penyerbu asing. Pertikaian dalam negeri teduh melalui perdamaian, disusul peletakan hukum pada 1393. Dan prinsip-prinsip itu masih berlaku hingga Swiss masa kini -- dengan 26 canton dan empat bahasa pengantar yang berbeda. ORANG Swiss terkenal pula sebagai tentara sewaan. Adalah Garda Swiss yang menjaga keamanan Vatikan dan Paus, sejak 1505. Kewaspadaan mereka tinggi. Pengalaman mereka bermukim di jalan lintas Eropa membuat mereka selalu curiga terhadap orang asing. Pegunungan Alpen dalam pada itu merupakan kubu perlindungan alamiah untuk penduduk negeri itu. Mereka mengubah perut gunung itu menjadi gudang raksasa. Di situ tersimpan 650 ton bahan makanan, yang diperbarui tiap dua tahun sekali. Bahan bakar cadangan tersedia untuk enam bulan bagi pemakaian normal. Terdapat 250 ribu jenis perlengkapan dalam 600 instalasi bawah tanah. Di bawah tanah itu juga terbentang 80 km jalan, menembus gunung dan bukit batu. Beberapa bagian jalan bisa dilalui dua truk bergandengan. "Pos komando di bawah tanah itu mirip ruang kontrol NASA," kata Francois Hauter. Bahkan beberapa lapangan terbang militer dibangun di bawah tanah. Menara pengawasnya didirikan di sela bukit. Selain radar, lapangan ini menggunakan periskop yang biasa dipakai kapal selam. Para penerbang berada setengah mil di perut gunung. Jalan ke runway dilindungi oleh pintu-pintu berlapis. M. Reyman, pengacara hukum terkenal di Jenewa yang diserahi tanggung jawab memimpin hansip kota besar itu, sempat melagak di depan Francois. "Mao Zhedong berkata, ia membangun Cina kedua di bawah tanah. Dia betul. Kami juga membangun Swiss kedua di bawah tanah." Untuk gua-gua militer saja, pemerintah Swiss mengeluarkan tak kurang dari 5 milyar frank. Belum lagi ongkos untuk perlindungan nuklir bagi warga negaranya. Padahal selama Perang Dunia II negeri ini cuma kejatuhan bom 120 biji. Sedikit. Lalu, untuk apa semua tindakan berjagajaga itu? "Dalam Perang Dunia I, satu penduduk sipil terbunuh dari setiap 20 serdadu," kata Direktur Pusat Latihan Hansip. "Dalam Perang Dunia II, jumlah orang sipil yang tewas sama banyaknya dengan tentara. Di Vietnam jumlah penduduk sipil yang mati 20 kali lebih banyak dari serdadu. Nah, kami hitung-hitung, dalam perang nuklir yang akan datang, seratus kali lebih banyak orang sipil yang akan tewas ketimbang tentara. Maka patut juga rasanya berjaga-jaga." Hansip Swiss meliputi 450 ribu pria dan 23 ribu wanita sukarelawan. Setelah berusia 50 tahun, setiap kawula mengikuti program latihan 5 hari ditambah dua hari pada tiap tahun berikutnya. Setiap rumah baru harus dilengkapi ruang perlindungan. Di bawah tanah terdapat rumah sakit dengan 70 ribu tempat tidur. Lebih separuh dari 200 ribu lubang perlindungan di seluruh negeri itu milik perorangan dan keluarga. Beberapa di antaranya sangat luas. Terowongan di Sonnenberg, umpamanya, dirancang untuk ribuan orang Swiss yang bermukim di sekitar danau di Kanton Keempat. Pemerintah menganjurkan setiap rumahtangga menimbun cadangan bahan makanan. Ukuran rata-rata sekitar 14 kg untuk tiap orang selama dua pekan. Di Jenewa mereka sudah merancang sebuah lubang perlindungan untuk menyelamatkan benda kesenian kota tersebut, mulai pintu katedral sampai koleksi pribadi. "Swiss adalah satu-satunya bangsa Eropa yang sungguh-sungguh bersiap untuk perang yang akan datang," kata Francois Hauter. Meski begitu, perwira profesional mereka hanya segelintir. "Untuk kami," ujar seorang penduduk, "perang adalah sesuatu yang terlalu penting untuk diserahkan hanya kepada kaum militer." Tapi para amatir pun memiliki tradisi sendiri. Mereka, misalnya, bersantap malam secara tetap di Kastil Colombier, beberapa km dari Neuchatel. Di dinding tergantung benda-benda perang peninggalan para leluhur, perisai dan pedang bersilang. Semua relik itu mendapat penghargaan tinggi. "Swiss memilih netralitas karena kami sangat mencintai perang dan senjata," ujar seorang sosiolog Jenewa. Masa dinas yang bersih di lapangan militer merupakan pertolongan dalam mendaki karir. Lihatlah buku Who's Who Swiss: banyak bankir dan tokoh bisnis besar berasal dari perwira senior. Karir klasik berkisar di sekitar bisnis, politik dan militer. Dalam bisnis, orang Swiss yang berbahasa Jerman lebih berdisiplin dan bersemangat ketimbang Swiss yang berbahasa Prancis. Itu pula sebabnya mereka lebih banyak mencapai pangkat militer yang tinggi. Kadang-kadang timbul juga sedikit cekcok di antara penduduk yang terbagi dalam empat bahasa pengantar ini. Meski demikian "Swiss tak tampak seperti negeri serdadu," kata Francois. Bern adalah salah satu dari sangat sedikit ibukota di dunia yang tidak mempunyai lapangan terbang. Penduduknya membanggakan hal ini -- dan menikmati hidup mereka yang bersih dari hingar-bingar. "Segala-galanya di kota tua ini menghimbau nostalgia masa lampau." Di jendela-jendela rumah dipajang beruang-beruangan dan boneka William Tell yang dibuat dari cokelat. Tapi mengkritik tentara hampir merupakan pantangan di Swiss. Swiss adalah satu-satunya negeri Eropa yang tidak memberi kesempatan penduduknya melawan hukum sipil. Penjara dijanjikan bagi para pembangkang jenis ini. Kendati negeri itu menjadi home base hampir semua organisasi pembela hak-hak asasi tingkat dunia, Swiss sendiri tak ikut menanda-tangani Konvensi Eropa tentang Hak-hak Asasi Manusia. Bisa dipaham: sejak 1945 negeri itu memenjarakan sekitar 400 pembangkang setiap tahun. Mereka juga menolak sertifikat berkelakuan baik - yang memungkinkan seseorang bisa mencari nafkah sebagai sopir taksi, pemilik restoran atau pekerjaan lain. Beberapa pamflet antitentara pernah juga dipergoki di Jenewa. Tapi ramalan Lenin, yang ketika berada di negeri itu mengatakan Swiss bakal menjadi titik awal revolusi dunia, ternyata tak terbukti sampai sekarang. Seorang mahasiswa yang "ingin mengabdi tanah air tanpa menyandang senapan," baru-baru ini dikirim ke penjara selama enam bulan. Umumnya penduduk terbagi dalam lima klub. Klub olahraga, paduan suara, militer, politik, dan klub menembak. Pada Sabtu dan Ahad, dari Basle sampai Zermatt suara tembakan terdengar di sekitar 3000 lokasi. Senjata dan peluru disediakan Angkatan Bersenjata. Para penembak jitu selalu dielu-elukan penduduk kampung. Tentara memberi latihan menemba kepada setiap pemuda yang sudah menginjak usia 16 tahun. Separuh dari jumlah remaja Swiss --sekitar 35 ribu -- mengikuti kursus menembak pendahuluan. Sebagian besar mereka mempersiapkan diri bergabung dengan kesatuan pegunungan, salah satu pasukan elite Swiss yang sering dibandingkan dengan marinir Amerika Serikat. Berbicara dari sebuah gubuk, 10 ribu kaki di atas Alpen, seorang prajurit muda berbangga: "Kami sudah membuat Hitler ketakutan. Ia tak berani melancarkan blitzkrieg sampai ke mari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus