Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sekelompok pemuda di bioskop ratih

Keributan dalam pengelolaan gedung bioskop ratih, yogya, sejumlah pemuda-pemuda yang mengaku dari cv. bambu menduduki gedung tersebut. (kt)

25 Oktober 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JANUR Kuning, film perjuangan yang mengisahkan Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogya, hanya diputar satu hari dan di satu gedung bioskop di Yogya. Kericuhan tentang status gedung bioskop Ratih, menyebabkan film itu tak berhasil memancing dana. Semula pemutaran film ini di Yogyakarta dimaksudkan untuk mencari dana bagi KONI DIY. Untuk mengedarkannya, Metro 77 dan PT Daya Karya Mandiri yang memproduksi film ini menunjuk PT Dwi Sendang yang menguasai dan mengelola bioskop Rahayu dan Ratih. Sejak pagi 10 Oktober itu, kedua gedung bioskop tadi dihias janur kuning. Bahkan Ratih masih ditambah dengan penjor, janur yang dililitkan di bambu yang menjulang tinggi seperti upacara di Bali. Penonton sudah siap antre karcis di siang itu--sebagian membawa undangan. Namun tiba-tiba sekelompok pemuda memerintahkan agar loket di bioskop Ratih tidak dibuka. Pemuda-pemuda itu mengaku dari CV Bambu sebagai pihak yang menguasai gedung pertunjukan itu. Para calon penonton sempat ribut. Tapi untuk menghindari bentrokan, pemutaran film itu di Ratih dibatalkan. "Hanya kami yang berhak membuka gedung ini," kata Muhayat yang mengaku pemegang kuasa CV Bambu yang berkedudukan di Semarang. Melihat gelagat yang tak baik ini, Dwi Sendang besoknya juga menghentikan pemutaran film Janur Kuning di bioskop Rahayu. Karena, "kalau cuma diputar di satu gedung, terasa berat," kata seorang karyawan Dwi Sendang. Kemelut itu mulai kentara ketika 3 Oktober sejumlah pemuda menduduki gedung tersebut. Seluruh pintu gedung digembok sekelompok pemuda, setelah sehari sebelunmya mereka gagal meminta paksa kunci gedung dari pihak pengelola. PT Dwi Sendang, pengelola gedung Ratih ini segera melaporkan kejadian kepada penegak hukum. Tripida Kecamatan Jetis membuka paksa gembok yang dipasang pemuda-pemuda tadi. "Di belakang gedung ini ada keluarga yang tinggal dan istrinya dalam keadaan hamil. Mereka seperti disandera," ujar Ny. Soestiwi Soedomo SH, kuasa hukum Dwi Sendang. Gembok memang bisa dicopot. Tapi menghadapi kelompok pemuda itu rupanya penegak hukum di Yogya berhati-hati. Ny. Soestiwi Soedomo, pensiunan jaksa juga tak mau bentrokan fisik. "Kami ingin menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin," katanya. Sejak 3 Oktober itulah, di depan gedung Ratih ditulis pengumuman dengan huruf besar: "Hari ini libur"--walau tetap mengiklankan Janur Kuning di koran setempat. Ambil Untung Dulu Gedung bioskop ini milik Ny Raden Ayu Soedarjati Djody Gondokusumo istri seorang bekas menteri di zaman Presiden Soekarno. Atas nama Firma Perbara Jakarta nyonya itu menjalin kerjasama dengan Irwan Soesanto, Direktur PT Dwi Sendang sejak 1971 untuk mengelola gedung tersebut. Dalam akta. kerjasama itu memang berakhir 26 September 1980. Tapi, "sudah menjadi kebiasaan Ibu Djody minta bagian keuntungan lebih dulu yang bisa diperhitungkan untuk perpanjangan," kata Ny. Soestiwi. Dan itu sudah dilakukan berkali-kali. Sekitar setahun sebelum kontrak berakhir, Ny. Soedarjati sudah mengambil bagian keuntungan sebanyak Rp 2.716. 225 dalam 5 kali angsuran. Dalam kwitasi penerimaan jelas disebut uang itu sebagai perhitungan perpanjangan selama 7 bulan 19 hari (setelah 26 September 1980). Ini berarti gedung Ratih baru berakhir dikelola Dwi Sendang 15 Mei 1981. Selain itu berdasar akta notaris Soeleman Ardjosasmito Jakarta 23 Januari 1971, gedung Ratih semestinya sudah dikelola Dwi Sendang selambatnya 1 April 1971. Bila tidak, kelambatan sehari dikenakan sanksi kerugian Rp 7.500. Tapi Ratih baru diserahkan Fa. Perbara kepada Dwi Sendang 25 September 1971. PT Dwi Sendang tidak minta ganti rugi, sebagai denda kelambatan penyerahan itu. "Kalau ini diperhitungkan," lanjut Ny. Soestiwi, "PT Dwi Sendang masih berhak untuk mendapat perpanjangan 6 bulan lagi." Malahan, tambah Ny. Soestiwi, dari dua kejadian itu (mengambil bagian keuntungan lebih dulu dan kelambatan penyerahan gedung di awal kerjasama), gedung Ratih seharusnya baru lepas dari PT Dwi Sendang 15 November 1981. Ny Djody mengakui semua uang yang telah diterimanya. Tapi, katanya, uang itu akan dikembalikannya dalam bentuk uang pula. "Kami keberatan," kata Ny. Soestiwi. Pertemuan kedua pihak 26 September 1980 itu menemui jalan buntu. Dan kemudian ternyata Ny. Djody ingin mengalihkan pengelolaan gedung bioskop itu kepada pihak lain. Dua Broker Benar juga. PT Dwi Sendang menerima tembusan surat-surat yang isinya: Ny. Djody telah memberi kuasa kepada CV Bambu Semarang untuk mengelola gedung Ratih sejak 2 Oktober 1980. PT Dwi Sendang yang merasa kontraknya belum habis tentu saja menolak. Dan terjadilah pendudukan oleh sekelompok pemuda secara paksa itu. Pendudukan itu sendiri dianggap PT Dwi Sendang sebagai tindak pidana. "Perkaranya sudah diajukan ke Kejaksaan Negeri Yogyakarta,"kata Ny. Soestiwi. Begitu pula perkara perdatanya. Yang paling gelisah kini, tentu saja karyawan gedung itu. Mereka, jumlahnya 27 orang, memberi kuasa kepada A. Siregar, wartawan Berita Nasional Yogya, untuk mengurus nasib mereka. Tapi menurut Muhayat, kuasa CV Bambu, "mereka akan tetap ditampung CV Bambu, bahkan sejak 1 Oktober ini seluruh karyawan gedung Ratih menjadi tanggung jawab CV Bambu," kata Muhayat. Sampai Jumat pekan lalu, gedung bioskop yang tergolong mewah di Yogya itu masih tetap libur. PT Dwi Sendang tak mau menyerahkan kunci bagian dalarm, sementara pintu luar tetap dikuasai pihak pemuda--yang rupanya mewakili CV Bambu. Tapi bagi kalangan pengelola bioskop di Yogya sengketa seperti ini sudah bukan hal baru lagi. Sebelumnya kasus serupa pernah terjadi di President Theater. Di kota ini, bioskop kelas utama dikelola dua broker, PT Dwi Sendang untuk Rahayu dan Ratih, CV Bambu menguasai President Theater, Yogya Theater dan Soboharsono --6 gedung bioskop lain di kota ini merupakan gedung kelas dua.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus