DIES Natalis Universitas Tarumanegara, Jakarta, dua minggu lalu,
mengingatkan pada masalah ujian negara bagi para dokter lulusan
swasta.
Dies ke-18 tersebut dirayakan agak besar-besaran -- di Balai
Sidang Senayan. Ada alasan, memang. Selain karena program jangka
pendek terpenuhi -antara lain jumlah mahasiswa yang memenuhi
target (4500-an orang) dan penyempurnaan prasarana ruang kuliah
plus laboratorium yang hampir 15.000 m2 --juga karena tahun ini
berhasil diwisuda 43 dokter baru. "Biasanya tiap tahun hanya
diwisuda 14 dokter," kata dr. R. Soewarno, Dekan FK-nya. Di mana
kuncinya, sehingga FK Untar menduduki tempat ketiga -- sesudah
FK-FK Trisakti dan Universitas Kristen Indonesia, yang jumlah
peserta ujiannya memang lebih banyak?
Dokter FK swasta hanya boleh berpraktek setelah lulus ujian FK
negeri. Dan hanya 4 FK negeri yang diserahi hak menguji: Ul
Jakarta, Undip Semarang, Unair Surabaya dan Unpad Bandung.
Karena itu, di samping peningkatan mutu akademis di FK swasta
sendiri (seperti terlihat di Untar) menentukan penambahan jumlah
FK negeri yang berhak menguji sudah tentu memperlebar kesempatan.
Dan penambahan itu dilakukan Dep. P&K, tahun lalu dan tahun
ini--dengan memberi hak kepada FK-FK UGM Yogya, USU Medan,
Udayana Denpasar dan Unand Padang. Total kini terdapat delapan
dari 13 FK negeri di tanah air yang diberi hak tersebut.
Akibatnya, menurut catatan Majelis Pimpinan Fakultas Kedokteran
Swasta (MPFKS), tahun ini terbuka kemungkinan bagi 444 kandidat
FKS untuk menjadi dokter berijazah negeri -- sementara
sebelumnya hanya sekitar 250.
Upaya pemerintah tersebut sudah tentu disambut dengan sedikit
kelegaan. Maklum: jumlah mahasiswa FKS sendiri, menurut
datamutakhir lebih tiga ribu orang--dan separuhnya mahasiswa
tingkat terakhir. Ini bisa terjadi karena tingkat terakhir itu
merupakan tempat penumpukan dari tahun-tahun sebelumnya: mereka
yang antre ujian negara.
Toh ada yang disayangkan--misalnya oleh Sekretaris Eksekutif
MPFKS, dr. H. Ayub Sani Ibrahim, terhadap pemberian hak baru
bagi universitas di luar Jawa. "Mahasiswa terbanyak ada di enam
FK di Jakarta," katanya. "Mereka agak susah kalau harus menempuh
ujian di luar Jawa. Soal biaya."
Apa boleh buat. Soalnya, seperti sudah sering dikatakan pihak
FKN, mereka sebenarnya sibuk dengan mahasiswanya. sendiri.
Karena itu kesempatan mengurusi mahasiswa orang justru diberikan
kepada universitas yang "ada waktu" --dan mampu. Seperti FK
Udayana, misalnya, yang terletak di provinsi yang memang tak
punya FKS. Soalnya, FKS hanya ada di Jakarta (6), di Bandung
(1), Semarang (1) dan Medan (2).
Maka sebuah kasus menarik terjadi akhir-akhir ini di USU Medan.
FK USU kali ini menyediakan tempat sebanyak 24. Tapi yang terisi
hanya 14--semuanya dari Jakarta. Dari dua FKS di Medan sendiri
belum ada kandidat, dan dari Jakarta yang mampu terbang kesana
memang hanya itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini