Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Setengah Juta Warga Jakarta Masih Buang Hajat ‘Sembarangan’

PAL Jaya mendorong pembangunan MCK komunal dengan sistem biopal.

21 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
MCK Komunal Biopal PD Pal Jaya di Jalan Petamburan 6, Tanah Abang, Jakarta Pusat, kemarin. Tempo/Faisal Akbar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah Jakarta Raya (PD Pal Jaya) memperkirakan lebih dari 500 ribu warga Ibu Kota masih buang hajat di sungai atau tempat mandi cuci kakus (MCK) yang tak layak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Utama PD Pal Jaya, Subekti, mengatakan kotoran setengah juta orang itu turut memperparah pencemaran bakteri Escherichia coli (E. Coli) pada air tanah dan air sungai di Jakarta. Di sejumlah tempat di Jakarta, pada 2018, pencemaran air sungai oleh E. Coli menembus angka 10 ribu bakteri per 100 sentimeter kubik (cc) air, jauh dari batas toleransi 3.000 bakteri per 100 cc air.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kondisinya memang memprihatinkan, di kota besar seperti Jakarta ini," kata Direktur Utama PD Pal Jaya, Subekti, kepada Tempo, kemarin.

Menurut Subekti, warga yang masih buang air besar sembarangan menyebar di banyak wilayah. Dari 267 kelurahan di Jakarta, baru 17 kelurahan yang terbebas dari kebiasaan buang air besar sembarangan. "Jadi, kami akhirnya harus membantu ke tingkat yang paling kecil, seperti RW (rukun warga) atau rumah," ujar dia.

Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, indeks pencemaran air sungai dengan kategori tercemar berat di Ibu Kota meningkat dari 32 persen pada 2014 menjadi 61 persen pada 2017. Sumber pencemarannya sekitar 72,7 persen berasal dari air tinja, air mandi, dan cuci; 17,3 persen limbah perkantoran; dan 9,9 persen limbah industri.

Menurut Subekti, untuk memperbaiki sanitasi di permukiman padat, sejak 2018, PD Pal Jaya mulai menggunakan dana corporate social responsibility (CSR). Dana dari swasta itu, antara lain, dipakai untuk pembuatan MCK komunal.

Tahun ini, PD Pal Jaya menargetkan revitalisasi MCK komunal di tujuh lokasi. Pada Februari lalu, PD Pal Jaya telah menuntaskan pembangunan MCK komunal di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Februari lalu. Sedangkan enam MCK komunal lainnya akan dibangun di Kelurahan Pulo Gadung, Sunter Agung, Pasar Senen, Kwitang, Ujung Menteng, dan Kelurahan Pisangan Timur.

Belakangan, PD Pal Jaya membatalkan pembangunan MCK komunal di Pulo Gadung karena masyarakat setempat menolak syarat revitalisasi MCK. Perusahaan milik daerah tersebut kemudian menjajaki lokasi baru di Kelurahan Pulomas.

Corporate Secretary PD Pal Jaya, Mala Ramadhona, mengatakan syarat MCK komunal antara lain harus dibangun dengan sistem biopal, yakni dilengkapi instalasi pengolahan air limbah (IPAL). MCK komunal tak boleh hanya ditanam dalam tanah lalu dibeton, seperti septic tank konvensional yang rawan bocor. "Di Pulo Gadung, masyarakat bertahan menggunakan septic tank konvensional. Kami tak mau karena itu tak membantu mengurangi pencemaran air," kata Ramadhona.

Menurut dia, PD Pal Jaya hanya akan membiayai renovasi atau pembangunan MCK komunal di daerah yang masyarakatnya sepakat memiliki MCK yang layak. Di daerah yang belum terjangkau pipa-pipa IPAL, MCK biopal menjadi tempat penampungan tinja sementara. PD Pal Jaya secara periodik akan menguras isi MCK biopal tersebut ke pusat pengolahan air limbah.

Buruknya sanitasi tak hanya menjadi masalah di permukiman kumuh dan padat. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menegur 28 dari 77 pemilik gedung di sepanjang Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Pasalnya, 28 gedung perkantoran tersebut masih memakai septic tank konvensional yang ditanam dalam tanah.

Aturannya, seluruh bangunan di ruas Jalan Sudirman-Thamrin harus memiliki sistem IPAL sendiri. "Untuk tingkat rumah sekarang, kami berupaya supaya tak hanya memakai septic tank (konvensional)," kata Anies, beberapa waktu lalu. FRANSISCO ROSARIANS


Kakus Komunal di Kampung Padat

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus