Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PUNDI keuangan negara tiba-tiba saja menggembung. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memerintahkan pencairan Rp 1,2 triliun dana jaminan kredit PT Timor Putra Nasional di Bank Mandiri. Lama terpendam dan menjadi bahan sengketa, dana itu secara bertahap dialihkan ke rekening negara di Bank Indonesia.
”Seluruh dana sudah dipindahkan ke rekening sementara Departemen Keuangan,” kata Sri Mulyani, Jumat dua pekan lalu. Dana yang dialihkan ini berukuran jumbo: jumlahnya setara dengan nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Yogyakarta 2008.
Menurut kalangan dekat Sri Mulyani, duit itu tak langsung dipindahkan ke rekening negara di Bank Indonesia agar tak mengganggu likuiditas Bank Mandiri. ”Ini duit besar,” katanya, ”bila ditarik sekaligus bisa menggoyahkan Bank Mandiri.”
Uang yang terus berbunga itu merupakan kumpulan hasil penjualan mobil Timor sejak 1997. Uang ditampung dalam rekening khusus untuk mencicil utang perusahaan milik Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto itu kepada belasan bank pemerintah yang sebagian di antaranya bergabung menjadi Bank Mandiri.
Ketika rezim Orde Baru tumbang, uang itu menjadi bahan sengketa. Pemerintah menganggap PT Timor mengemplang pajak hingga Rp 3 triliun. Duit pun disita untuk pembayaran. Timor yang gagal mencairkan dana ini menggugat Bank Mandiri, dan kasusnya kini diproses Mahkamah Agung.
Persoalan semakin ruwet ketika pemerintah, di lain pihak, melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional, menjual hak tagih utang Timor ke PT Vista Bella Pratama pada 2003. Berhak atas piutang senilai Rp 4,5 triliun, Vista membeli hak tagih dengan harga hanya sekitar sepersepuluhnya. Mengambil alih sepaket dengan dua aset Tommy lainnya—Bali Pecatu Utama dan Sempati Air—Vista menyetor Rp 512 miliar.
Dua bulan setelah penandatanganan perjanjian jual-beli cessie itu, Direktur Vista Taufik Surya Darma memang menandatangani surat pernyataan bahwa deposito jaminan di Bank Mandiri itu bukan merupakan bagian dari transaksi. Namun, konon, dokumen asli setoff itu bersama berdus-dus berkas Timor lainnya hilang dicuri dari kantor Badan Penyehatan Perbankan Nasional.
Belakangan, transaksi ini pun diketahui memendam patgulipat. Vista Bella diduga terkait dengan sejumlah perusahaan Tommy, satu hal yang diharamkan dalam perjanjian jual-beli hak tagih. Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan sejumlah aliran dana yang menguatkan hubungan itu.
Berbekal temuan-temuan ini, pemerintah menggugat Vista Bella, Tommy, dan tiga pihak lain yang dianggap terlibat dalam transaksi. Gugatan ini kini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Menteri Keuangan juga bergerak cepat mengambil alih dana Rp 1,2 triliun. ”Untuk mengamankan uang negara,” ujar sumber Tempo di Departemen Keuangan.
PADA akhir 2002, Tommy Soeharto baru saja mengawali masa hukumannya di penjara Batu, Nusakambangan. Ia dinyatakan terbukti membunuh Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita dan dihukum 15 tahun penjara. Melalui orang dekatnya, menurut sumber Tempo, ia mengirim pesan ke Surya Paloh, pengusaha yang dekat dengan keluarganya, agar membeli hak tagih utang Timor. ”Ini aset bagus, Om,” begitu pesan yang disampaikan, seperti ditirukan sang sumber.
Ketika itu, Badan Penyehatan Perbankan sedang membuka lelang penjualan berbagai aset perusahaan Tommy. Mendapat pesan itu, sumber lainnya menuturkan, Surya segera bergegas. Ia meminta Taufik Surya Darma, anggota staf yang banyak menjalankan kepentingan bisnisnya, menyiapkan ”kendaraan tender”: PT Vista Bella Pratama. Ini perusahaan milik kenalan Taufik, yang menurut akta pendiriannya bergerak di bidang kontraktor umum.
Setelah mengambil alih saham dari pemilik sebelumnya, Taufik menduduki posisi Direktur Vista Bella. Agar lengkap, menurut sumber lainnya, Surya Paloh menunjuk Alfian Sanjaya sebagai komisaris. Pria pertengahan 40-an ini, biasa dipanggil Asiong, kerap menangani instalasi listrik di rumah dan kantor Surya. Dengan perusahaan ini, kubu Surya berburu aset Tommy.
Lazimnya peserta tender, Vista Bella menyetor Rp 10 miliar security deposit—tanda keseriusan suatu perusahaan ikut penawaran di Badan Penyehatan Perbankan. Duit setoran ini ditarik dari BCA Cabang Puri Indah, Jakarta Barat, tempat rekening Grup Media milik Surya Paloh dibuka. Bukti penarikan oleh staf keuangan Media ini kabarnya kini dipegang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Di tengah proses pemasukan tender oleh kelompok Surya, diam-diam Tommy juga melangkah. Melalui orang dekatnya yang berinisial NS, ia memasukkan penawaran ke Badan Penyehatan Perbankan. Tujuannya jelas: harta dia aman jika hak tagih utangnya dibeli kalangan sendiri. Dengan kata lain, utang Rp 4,5 triliun lunas cukup dengan membayar sepersepuluhnya.
Singkat kata, Vista Bella, yang mengajukan harga paket Timor-Bali Pecatu Utama-Sempati Rp 512 miliar, menang tender. Kubu Tommy tak menyerah. ”Mereka melobi Surya Paloh agar bisa bekerja sama,” ujar sumber Tempo. Politikus Partai Golkar itu setuju: ia sepakat menjual kembali cessie ke Tommy dengan harga hampir dua kali lipat.
Deal. Proses penyelesaian transaksi dengan Badan Penyehatan Perbankan pun dimulai. Pada tahap ini, keduanya sepakat berbagi beban. Kelompok Tommy menyetor ke Badan Penyehatan Perbankan untuk kepentingan Vista Bella melalui jalan berliku. Dari rekening PT Humpuss di BNI Cabang Menteng, Jakarta Pusat, duit dipindah ke rekening PT Mandala Buana Bakti di Bank Niaga Cabang Gajah Mada, Jakarta Barat. Dari namanya, dua perusahaan itu sangat jelas berkaitan erat dengan Tommy. Petinggi Mandala, menurut kejaksaan, juga merupakan petinggi Humpuss.
Melalui rekening Mandala-lah dana disetor ke Badan Penyehatan Perbankan. Dengan lima kali transfer, mereka total menyetor Rp 342 miliar lebih. Sisanya ditutup oleh kelompok Surya. Transaksi ditutup dengan ditandatanganinya akta jual-beli piutang pada 15 April 2003. Akta ini ditandatangani Taufik Surya sebagai Direktur Vista Bella dan Dwi Yanti KP, Kepala Grup Divisi Penjualan Aset Kredit Badan Penyehatan Perbankan.
DUA bulan setelah transaksi dengan Badan Penyehatan Perbankan, Vista Bella mengalihkan piutang Timor ke Amazonas Finance. Akta jual-beli ini ditandatangani Taufik Surya dan Oscar G. Guedez Machado, warga negara Venezuela yang disebut sebagai Direktur Amazonas. Di situ disebutkan, hak tagih dijual dengan harga Rp 445 miliar untuk empat item piutang senilai Rp 3,7 triliun.
Amazonas, menurut dokumen itu, merupakan perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum British Virgin Island. Alamat korespondensinya di One Philip Street, Singapura. Tempo menemukan: ini kantor notaris yang memang biasa melayani pendirian perusahaan-perusahaan di atas kertas dan umumnya berbasis di British Virgin Island.
Oscar Guedez sendiri diduga memiliki kaitan dengan kelompok Tommy. Pada 2003, menurut penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, ia memiliki izin tinggal di Indonesia atas sponsor Mandala Buana Bakti. Atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi pula, kantor Imigrasi Indonesia kini mencegah Oscar ke luar negeri.
Mungkin karena proses pembayaran tak lancar, penandatanganan akta jual-beli Vista-Amazonas itu tak diikuti dengan serah-terima dokumen utang Timor. Berbagai berkas piutang ternyata tetap dikuasai kelompok Surya Paloh: antara lain sertifikat deposito senilai Rp 80-an miliar, sertifikat tanah pabrik Timor di Cikarang, Jawa Barat, juga ratusan akta kredit, termasuk surat pengakuan utang US$ 261 juta yang diteken Tommy Soeharto. Dokumen-dokumen ini pun kabarnya kini di tangan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Humpuss juga mengalirkan Rp 8 miliar ke rekening Vista Bella di Bank Mega. Dana ini ditarik tunai pada hari yang sama dengan kedatangannya. Menurut sumber Tempo yang mengetahui aliran dana ini, duit tunai ini dialihkan ke satu perusahaan katering. Sebagian lainnya disetor ke biro iklan yang menangani satu pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pemilu 2004.
Dimintai konfirmasi soal itu, Taufik Surya mengatakan Rp 8 miliar itu dialirkan jauh setelah selesai transaksi. ”Jadi tidak ada hubungannya dengan jual-beli cessie di Badan Penyehatan Perbankan,” katanya.
Sayang, Surya Paloh belum bisa dimintai konfirmasi. Tempo gagal menjangkau telepon selulernya yang selalu tak aktif. Surat permohonan wawancara pun belum direspons. Menurut sekretarisnya, Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar itu sedang berada di luar negeri. Tapi, dalam wawancara dengan Tempo sebelumnya, Surya selalu membantah memiliki kaitan dengan Vista Bella ataupun transaksi pembelian piutang Timor. ”Saya tak mau terlibat perkara bangkai,” katanya.
Tommy Soeharto juga tidak menanggapi permintaan wawancara melalui surat atau merespons reporter Tempo yang tiga hari menunggu di kantornya. Jawaban diberikan pengacaranya, O.C. Kaligis. ”Tommy sama sekali tak memiliki hubungan dengan Vista Bella,” katanya (lihat ”Tidak Benar Tommy Kolusi”).
Taufik Surya Darma menyatakan tak ada yang salah dengan transaksi lima tahun silam itu. ”Kami yakin pengadilan menolak gugatan pemerintah,” ujarnya. Adapun Alfian Sanjaya mengaku tak paham sama sekali. ”Saya cuma disuruh tanda tangan, dan setelah itu tidak tahu apa-apa,” kata sang komisaris. ”Bahkan saya tak tahu kalau Anda tanya apa itu cessie.”
Berbagai kejanggalan itu membuat pemerintah yakin dengan langkahnya. Menurut sumber di kalangan dekat Sri Mulyani, Departemen Keuangan akan segera membatalkan perjanjian jual-beli piutang dengan Vista Bella. Dengan surat pengakuan utang yang diteken Tommy Soeharto, pemerintah juga berencana menagih utang Rp 4,5 triliun. Termasuk kemungkinan menyita aset Timor di Cikarang.
Menurut Candra M. Hamzah, Komisi Pemberantasan Korupsi mengumpulkan berbagai bahan dan keterangan untuk mendukung penyelesaian secara perdata oleh pemerintah. ”Kami berkoordinasi dengan Departemen Keuangan dan Kejaksaan Agung,” ujarnya. Jika langkah ini sukses, pundi keuangan negara tentu akan terus menggembung.
Budi Setyarso, Agus Suprapto, Vennie Melyani
Sengketa Duit Segunung
25 Agustus 1995
Tommy Soeharto mendirikan PT Timor Putra Nasional dengan menggandeng pabrik mobil dari Korea Selatan, Kia Motors. Tommy menguasai 99 persen saham di PT Timor.
Juni 1996
Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 1996 tentang Pembuatan Mobil Nasional, yang mengizinkan sekitar 4.000 mobil Kia diimpor PT Timor tanpa pajak.
Agustus 1997
PT Timor mendapat kredit dari 16 bank nasional—yang sekarang melebur ke Bank Mandiri. Sindikasi bank yang dipimpin Bank Dagang Negara mengucurkan kredit tanpa agunan US$ 690 juta dengan bunga tiga persen dan masa pinjaman 10 tahun.
Januari 1998
Karena tekanan Dana Moneter Internasional (IMF), Soeharto mencabut keputusan presiden tentang mobil nasional.
31 Maret 1999
Karena tak mampu membayar kredit, Timor menjadi pasien Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Setelah itu, Timor menyerahkan sejumlah asetnya sebagai jaminan. Setahun kemudian, Badan Penyehatan Perbankan Nasional merestrukturisasi Timor.
April 2002
Pengusaha Mohammad Hartono dan Chatarina Widayanti mendirikan PT Vista Bella Pratama, yang bergerak di bidang perdagangan umum.
12 Maret 2003
Vista Bella dibeli oleh Taufik Surya Darma dan Alfian Sanjaya. Vista Bella dipakai untuk membeli perusahaan-perusahaan sakit.
15 April 2003
Sebulan setelah beralih kepemilikan, Vista Bella ikut tender jual-beli piutang Timor yang diadakan Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Piutang Timor senilai Rp 4,5 triliun dibeli Vista Bella seharga Rp 446 miliar. Perjanjiannya mensyaratkan tak boleh ada keterkaitan langsung atau tak langsung antara perusahaan itu dan Grup Humpuss atau pemiliknya.
April 2003
Pembayaran pembelian piutang Timor dari Vista Bella ke rekening Badan Penyehatan Perbankan nasional dilakukan oleh PT Mandala Buana Bhakti atas nama Vista Bella melalui Bank Niaga Cabang Gajah Mada. Total nilai Rp 342,63 miliar dan US$ 70,16 juta.
30 Juni 2003
Perusahaan asal Singapura, Amazonas Finance Limited dan Wedingley Capital, membeli piutang Timor Vista Bella. Belakangan Taufik Surya Darma mengakui Vista Bella hanyalah special purpose vehicle (kepanjangan tangan) Amazonas. Piutang Timor lalu dijual lagi oleh Amazonas ke Global Auto Technology, yang berkongsi dengan Humphrey International Ltd.
Juli-Agustus 2004
Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali Timor tentang surat paksa penagihan dari kantor pajak dan bea-cukai. Mahkamah Agung membatalkan penyitaan aset Timor.
Januari 2005-November 2006
Timor meminta rekening giro dan depositonya (hasil penjualan mobil) di Bank Mandiri sebesar Rp 1,2 triliun dicairkan. Bank Mandiri menolak atas permintaan Menteri Keuangan Jusuf Anwar. Timor menggugat dan menang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
29 November 2007
Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan indikasi Vista Bella masih terafiliasi dengan Timor dan Tommy. Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta perjanjian jual-beli Timor dibatalkan.
Desember 2007
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta membatalkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tommy melayangkan kasasi ke Mahkamah Agung.
14 Desember 2007
Kejaksaan mengaku memiliki 33 bukti yang mengungkap terafiliasinya Vista Bella dengan Tommy. Salah satunya soal bukti transfer Humpuss ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional atas nama Vista Bella.
5 Mei 2008
Pemerintah menggugat perdata Timor, Vista Bella, Humpuss, Mandala Buana, dan Tommy di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pemerintah meminta perjanjian jual-beli dibatalkan dan meminta tergugat membayar seluruh utang Timor. Jaksa meminta rekening Tommy di BNP Paribas dan aset Timor di Cikarang disita sebagai jaminan.
10 Juni 2008
Amazonas menggugat Vista Bella di Pengadilan Negeri Jakarta Utara karena melakukan setoff deposito milik Timor di Mandiri. Kejaksaan mengajukan intervensi.
Juli 2008
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang pembatalan perjanjian jual-beli Timor. Hakim meminta masing-masing pihak melakukan mediasi.
Agustus 2008
Mediasi gagal. Tommy menggugat balik pemerintah, yang dianggap mencemarkan nama baiknya.
29 Agustus 2008
Bank Mandiri mencairkan rekening Timor Rp 1,2 triliun ke penampungan sementara Departemen Keuangan. Pencairan itu dilakukan atas perintah Menteri Keuangan Sri Mulyani.
1 September 2008
Tommy mengirim protes kepada Presiden Yudhoyono. Ia meminta Presiden mengingatkan Sri Mulyani, yang dianggapnya bertindak sewenang-wenang.
Sumber: Berkas gugatan Kejaksaan Agung, berkas nota keberatan Tommy Soeharto, dan sumber lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo