Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SINGAPURA - Pengadilan Tinggi Singapura kemarin menolak permohonan peninjauan kembali hukum warisan kolonial Inggris soal pelarangan homoseksual. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 377A, pelaku homoseksual di Singapura bisa dihukum penjara maksimal 2 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Undang-undang yang disahkan pada 1938 ini sebenarnya jarang ditegakkan. Tapi para pegiat lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) menilai bahwa aturan itu sudah tak sesuai dengan perkembangan Singapura sebagai negara modern.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengadilan menyatakan, sekalipun undang-undang tidak ditegakkan, hal itu bukanlah hal yang berlebihan. “Legislasi tetap penting dalam mencerminkan sentimen dan kepercayaan publik,” demikian isi ringkasan putusan hakim See Kee Oon.
Upaya terbaru untuk membatalkan undang-undang ini dipelopori oleh tiga orang, yakni DJ Johnson Ong Ming, pensiunan dokter Roy Tan Seng Kee, dan pembela hak LGBT, Bryan Choong Chee Hoong. Mereka menganggap UU tersebut inkonstitusional.
Pengacara Tan, M. Ravi, mengatakan sangat kecewa atas putusan pengadilan. “Hal ini mengejutkan bagi hati nurani dan sangat sewenang-wenang. Undang-undang ini sangat diskriminatif,” katanya.
Peninjauan kembali UU yang melarang hubungan sejenis di Singapura pertama kali digulirkan pada 2012 oleh pasangan gay Lim Meng Suan dan Kenneth Chee, meski gagal. Upaya terbaru ini diilhami kesuksesan India yang pada 2018 membatalkan UU warisan Inggris soal pelarangan hubungan gay dan lesbian.
REUTERS | CNA | SITA PLANASARI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo