Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sketsa, dari Renville sampai Linggarjati

Lewat sketsanya, Henk Ngantung merekam beragam peristiwa bersejarah.

3 Februari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hanya dibutuhkan selembar foto untuk melegakan hati Kamang Ngantung, anak ketiga pasangan Henk Ngantung dan Hetty Eveline Mamesah. Foto itu menjadi bukti sketsa ayahnya aman tersimpan di Museum Seni Rupa dan Keramik DKI Jakarta.

"Oh, ini tanda tangan Sukarno masih nyata, ya? Masih ada rupanya sketsa ini," kata Kamang, 44 tahun, saat Tempo pada Rabu dua pekan lalu menyodorkan foto sebuah sketsa Henk Ngantung bergambar Sukarno yang tersimpan di Museum Keramik.

Sketsa yang dibuat pada 10 November 1946 itu menggambarkan pertemuan Presiden RI Sukarno dengan Lord Killearn, diplomat Inggris yang menjadi perwakilan Komite Tiga Negara. Kertasnya menua menjadi cokelat, tapi gurat pena Henk masih nyata terlihat.

Sepekan sebelumnya Kamang masih gusar. Ada kekhawatiran sketsa itu tak lagi dipegang Museum Keramik Jakarta. Soalnya, sketsa Sukarno dan Lord Killearn itu tak terlihat terpajang ketika Museum Keramik memamerkan sketsa-sketsa Henk koleksi mereka pada 2012. Padahal sketsa itu termasuk sangat penting dan otentik karena terdapat tanda tangan Sukarno dan Killearn.

Museum Keramik juga menyimpan sketsa lain Henk yang dibubuhi tanda tangan tokoh Republik peserta Perundingan Linggarjati. Terdapat 40 sketsa Henk yang disimpan Museum Keramik. Meski dibungkus kaca dan dibingkai pigura, sketsa-sketsanya tak dipajang, tapi disimpan di gudang tengah. "Sebagian besar koleksi disimpan di gudang, tak cukup tempat kalau dipajang," kata Kepala Seksi Pameran dan Edukasi Museum Keramik Hary Wibowo. Hary tak keberatan mengeluarkan sketsa itu dari gudang. Memenuhi permintaan Tempo, ia mengeluarkan 10 dari 40 sketsa yang ada. Setahu Hary, koleksi sketsa Henk Ngantung ini merupakan hibah dari Pertamina.

1 1 1

Kedekatan Henk Ngantung dengan Bung Karno membuka akses Henk kepada berbagai peristiwa sejarah Republik Indonesia. Pada 1946, tatkala Sukarno memberi sambutan di kongres pertama askar Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) di Hotel Merdeka di Jalan Malioboro, Yogyakarta, misalnya, Henk diperbolehkan Sukarno mensketsa peristiwa itu dari jarak tiga langkah di samping kanan Sukarno. Henk, yang saat itu berusia 25 tahun, dalam sebuah foto tampak berdiri, tangan kanannya memegang pena, tangan kiri menggenggam papan alas yang menjepit lembaran kertas.

"Pak Henk kalau membuat sketsa memang dari jarak dekat," ujar Evie. "Lihat saja di foto itu," dia menambahkan seraya menunjukkan beberapa helai foto dokumentasi Kongres KRIS. Evie sampai kini masih menyimpan segepok foto lama Henk. Termasuk saat Henk mengikuti Perundingan Linggarjati pada 1946 dan saat berada di geladak kapal perang Amerika Serikat, kapal Renville, yang berlabuh di Tanjung Priok pada 1948.

Seri sketsa Linggarjati terbilang karya yang menjadi tonggak bersejarah dalam perjalanan berkesenian Henk. Ia mampu menangkap Perundingan Linggarjati dari segala sisi. Salah satunya adalah momen saat para pejabat bercengkerama. Selain sketsa Presiden Sukarno mengobrol dengan Lord Killearn, ada gambar Bung Hatta di meja makan bersebelahan dengan Van Mook. Raut wajah Hatta datar, sedangkan Van Mook lebih bersemangat mengajak bicara tetamu di sana. Dari gambar-gambar itu bisa dilihat pula kemahiran Henk menangkap air muka.

Sisi lain perundingan juga digambarkan oleh Henk. Ia, misalnya, menangkap momen-momen saat juru warta membuat laporan di tangga penginapan Perdana Menteri Sjahrir. Atau kegiatan di dapur hotel tempat Sjahrir menginap.

Yang menjadikan sketsa Linggarjati karya Henk menjadi demikian berharga adalah lantaran, di sela-sela perundingan, Henk menyempatkan diri meminta tanda tangan kepada para peserta untuk sketsa-sketsanya itu. Sukarno, Sjahrir, Perdana Menteri Negeri Indonesia Timur Anak Agung Gde Agung, Delegasi RI Leimena, Wakil Menteri Luar Negeri Agus Salim, Menteri Muda Penerangan Baswedan, Schermerhorn, dan Killearn turut membubuhkan tanda tangan.

Evie mengakui sketsa Linggarjati suaminya itu pada 1990-an ia jual ke Pertamina Rp 10 juta. Pertamina kemudian menghibahkannya ke Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta. "Murah juga ya dijualnya," ujar Hary, Kepala Seksi Pameran dan Edukasi Museum Keramik, begitu mendapat informasi ini.

1 1 1

Tak terhitung banyaknya sketsa yang dibuat Henk, mulai usia remaja hingga akhir hayatnya. Pada 1981, Penerbit Sinar Harapan mencetak buku Sketsa-sketsa Henk Ngantung dari Masa ke Masa. Baharuddin M.S., yang menulis buku itu, beserta pelukis Nashar, kelimpungan menyeleksi sketsa mana saja yang akan dipajang dalam buku. Meski Henk mendampingi Nashar dalam proses seleksi, mereka tetap kesulitan karena begitu banyak sketsa Henk.

"Ini karena jumlah sketsa yang akan dipasang dibatasi sekitar 200 lembar. Padahal tersedia lebih dari seribu pilihan," tulis Baharuddin dalam kata pengantar. Henk menyimpan rapi sketsanya. "Ia membingkai dan memberi kaca pada setiap sketsanya," kata Baharuddin. Sketsa yang belum dibingkai biasanya diapit dua karton agar tak kusut.

Sketsa Henk kini tercerai-berai di banyak kolektor. Evie tak ingat kepada siapa saja ia menjual sketsa Henk. Yang ia ingat persis hanya sketsa yang dijual ke Pertamina pada zaman Direktur Piet Haryono itu. Dalam pameran tunggal pada 1991 di Ancol, Jakarta, masih ada 350 sketsa yang dipajang. Dan itu kini sudah habis. Di rumahnya hanya tersisa beberapa. "Saya tak ingat sudah saya jual kepada siapa saja sketsa-sketsa itu," ujar Evie.

Ananda Badudu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus