Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HIDUP dalam "pengasingan" tak membuat Soeharto kehilangan gagasan. Dalam wawancara dengan wartawan surat kabar Jepang Yomiuri Shimbun yang terbit Rabu pekan silam, bekas presiden yang turun takhta Mei tahun lalu ini malah mengeluarkan pernyataan kontroversial. Menurut dia, pemilihan umum (pemilu) pada 7 Juni nanti sebaiknya ditunda saja.
Soeharto menyebut beberapa alasan. Pertama, reformasi ekonomi yang dipaksakan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) telah membebani rakyat dan memicu kerusuhan di pelbagai daerah, sehingga rakyat tak siap mencoblos. Selain itu, proses persiapannya juga bakal sulit. "Dulu saja pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil sulit dilaksanakan, padahal hanya diikuti oleh tiga partai, apalagi sekarang saat diikuti oleh 48 partai," katanya.
Ia lalu menuding, ada sejumlah politikus yang ingin memanfaatkan arena coblosan untuk kepentingan mereka sendiri dan memanaskan konflik lokal. Jadi, menurut dia, memaksakan pemilu untuk memilih kabinet baru malah akan menambah kacau situasi di Indonesia. Mungkin bisa ditambahkan, jika pemilu tepat waktu, itu akan makin membuat bekas presiden kedua ini gundah.
Soalnya, saat ini Soeharto sedang menghadapi penyelidikan atas dugaan korupsi yang telah dilakukannya selama 32 tahun berkuasa. Sedangkan keberhasilan pemilu jelas akan sangat mempengaruhi maju dan tidaknya proses investigasi itu. Seandainya pemilu sukses dan pemerintah baru terbentuk, ia tinggal menunggu nasib. Sebaliknya bila pemilu gagal dan pemerintahan lama bertahan, mungkin Soeharto masih sempat ringkes-ringkes kesalahan.
Sepi di Pos Pendaftaran |
MASYARAKAT tampaknya biasa-biasa saja menyambut pemilu. Buktinya, pos-pos pendaftaran di pelbagai daerah tak terlihat diserbu pemilih. Pendaftar ada memang, tapi tak terlihat antrean. Padahal, Rabu pekan lalu, mestinya merupakan hari terakhir pendaftaran pemilih tahap pertama yang menggunakan metode stelsel aktif. Artinya, pemilih datang sendiri ke tempat pendaftaran.
Ketua Panitia Pemilu Indonesia Jacob Tobing mengungkapkan bahwa di beberapa daerah seperti Pacitan, Jawa Timur, Kalimantan, dan Irianjaya, proses pendaftaran justru baru dimulai pada Rabu itu. Keterlambatan, katanya, karena banyak pejabat kelurahan yang lepas tangan dalam urusan pendaftaran. Lurah-lurah merasa bahwa pada era reformasi ini, pemilu bukan urusan mereka lagi.
Jacob juga mengakui bahwa keterlambatan disebabkan oleh lambatnya pengiriman materi formulir pendaftaran ke panitia pemilih di lapangan. Sedangkan di beberapa daerah tertentu, seperti di Sidoarjo, Jawa Timur, lambatnya proses pendaftaran disebabkan petugas belum menerima dana awal untuk operasional.
Toh, Jacob yakin target peserta pemilu di atas 60 persen sanggup tercapai. Alasannya, banyak orang yang mendaftar pada malam hari karena kesibukan mereka. Proses pendaftaran pun bisa dilakukan melalui berbagai cara, misalnya dengan stelsel pasif, yakni petugas pendaftaran pemilih (Gastarlih) mendatangi rumah-rumah warga. Selain itu, batas akhir waktu pendaftaran pun masih cukup panjang, sampai dengan 12 Mei 1999. "Jadi, saya optimistislah," kata Jacob.
Sidang untuk Annas |
PENGEMUDI VW merah itu melaju ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu pekan silam. Dia adalah Annas Alamudi, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang dituduh sengaja menabrak aparat keamanan ketika terjadi aksi unjuk rasa mahasiswa di Jalan Imam Bonjol, Jakarta, 11 November tahun lalu.
Dalam persidangan pertama yang diketuai oleh Hutojo, S.H., Jaksa M. Purba membidik Annas dengan tuduhan utama percobaan menghilangkan jiwa orang lain dan melanggar Pasal 338 KUHP. Dengan tuduhan itu, Annas terancam hukuman penjara maksimum 10 tahun penjara. Toh, Annas tak gentar menghadapi ancaman tersebut. Ia justru yakin akan bebas dari tuntutan hukum. "Jika masih ada keadilan dan independensi lembaga peradilan, insya Allah saya bebas," katanya. Sidang pun ditunda hingga Rabu pekan ini untuk mendengarkan dakwaan jaksa dan eksepsi pembela.
Bom Meledak, BCA Dirampok |
Jakarta tampaknya belum bisa disebut sebagai kota yang aman. Buktinya, Kamis pekan lalu, sebuah bom meledak di Plaza Mandala, di kawasan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat. Bom yang belum diketahui jenisnya itu meledak pada pukul 11.05 WIB dan menghancurkan sebuah toko supplier Satelindo. Kaca depan sebelah kiri dan plafon toko itu hancur. Untungnya tidak ada korban yang jatuh.
Menurut beberapa saksi mata, bom itu terletak di pot bunga di tepi jalan. Namun, polisi belum berhasil mengungkap motif dan pelaku peledakan bom yang gelegarnya terdengar sampai radius satu kilometer itu. Lima menit setelah ledakan bom itu, segerombolan perampok beraksi di Kantor Cabang Pembantu (KCP) BCA di Jalan Keamanan Raya, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat. Jaraknya dengan lokasi ledakan bom hanya sekitar 500 meter.
Diperkirakan duit Rp 500 juta dibawa kabur. Sebagian di antaranya dihambur-hamburkan ke jalanan untuk mengecoh massa. Untung saja, atas kesigapan warga setempat, tiga dari empat perampok itu berhasil diringkus—tentu saja setelah dihajar massa. Tapi dari pihak BCA seorang satpam tewas tertembak sementara Kepala KCP BCA tangan kanannya terkena tebasan golok perampok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo