Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bersama kasus sumbangan Sultan Brunei, skandal Bulog memang kembali marak ke permukaan beberapa pekan terakhirdan segera menjadi ajang pertempuran babak kedua antara Presiden dan parlemen. Dua pekan silam, Panitia Khusus (Pansus) yang dibentuk DPR untuk mengusut dua kasus tadi kembali beraksi. Mereka sudah dan berencana memanggil orang yang dianggap terlibat, termasuk Presiden Abdurrahman sendiri. Dan di tengah kontroversi apakah Presiden harus datang atau tidak memenuhi panggilan Pansus, muncullah Soewondo.
Soewondo dianggap sebagai salah satu tokoh kunci dalam skandal Bulog. Setelah lima bulan mengaku tidak tahu Soewondo berada di mana, dua pekan silam polisi mengatakan berhasil menangkap sang buron. Pekan inijika kesehatannya tidak lagi buruk seperti dikatakan polisiSoewondo bakal memberikan keterangan yang ditunggu-tunggu banyak orang itu, baik pendukung maupun pengkritik Presiden Abdurrahman.
Ke manakah Soewondo akan menendang bolanya?
Para politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)yang mendukung Abdurrahman Wahidyakin bahwa Soewondo akan membersihkan nama sang Presiden. "Saya yakin Soewondo akan menyatakan bahwa dirinya tak pernah diperintah Gus Dur meminta pencairan dana dari Bulog tersebut," kata Tari Siwi Utami, anggota DPR dari PKB.
Keyakinan para politisi PKB itu cukup beralasan melihat perubahan kesaksian yang diberikan Dr. Sapuan, tokoh kunci lain dalam skandal ini. Dalam keterangannya kepada hakim yang menyidangkan perkaranya Selasa pekan lalu, tiga hari setelah Soewondo ditangkap, mantan Wakil Kepala Bulog itu mengatakan bahwa apa yang disebut sebagai skandal Bulog sebenarnya cuma soal utang-piutang pribadi, tanpa melibatkan Presiden. "Soewondo hanya meminjam uang," katanya.
Ini berbeda dengan kesaksian Sapuan sebelumnya. Dalam keterangannya di hadapan Komisi III DPR, Mei lalu, Sapuan mengatakan bahwa dia mencairkan uang sebesar Rp 35 miliar dari dana milik Yanatera, yayasan karyawan Bulog, atas perintah Presiden melalui Soewondo, sang tukang pijat. Presiden, kata Sapuan, membutuhkan dana itu untuk membiayai penyelesaian masalah Aceh.
Politisi PKB berharap dan yakin Soewondo akan mendukung kesaksian Sapuan. Jika tidak? "Dia bisa habis," kata seorang anggota Pansus dari PKB.
Sudah lama PKB memang kewalahan menghadapi serangan tiga serangkai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Golkar, dan Poros Tengah, yang terus menyerang Presiden Abdurrahman dalam skandal Bulog. Dengan hanya mengantongi 11 persen suara parlemen, tameng partai ini memang tak rapat. Apalagi, kini, soal Bulog telah ditangani Pansus yang dibentuk berdasarkan rekomendasi hasil hak angket DPR. Panitia ini akan punya wewenang untuk merekomendasikan Sidang Paripurna MPR yang bisa memutuskan apakah Abdurrahman Wahid patut dipertahankan sebagai presiden.
Di tengah tekanan yang marak lagi, satu-satunya yang mungkin adalah menjadikan Soewondo sebagai perisai untuk membersihkan nama Presiden dan menyusutkan kasus ini sebagai soal utang-piutang pribadi.
Dan polisi datang membantu. Rincian penangkapan Soewondo terkesan agak janggal dan mengundang banyak pertanyaan (lihat: Misteri Penangkapan Soewondo). Benarkah polisi selama ini tidak tahu di mana Soewondo berada? Benarkah mereka telah serius mencari Soewondo sang buron? Tidakkah polisi cuma menerima perintah bahwa saatnyalah kini Soewondo dimunculkan ke hadapan publik, sementara sudah lama sebenarnya mereka tahu di mana sang buron berada?
Kejanggalan lain terletak pada keengganan polisi meluluskan permintaan Pansus agar menghadirkan Soewondo ke DPR. Sikap itu berbeda dengan ketika mereka mendatangkan Sapuan ke Komisi III, Mei lalu.
Meski mengendus aroma rekayasa dalam penangkapan itu, beberapa anggota Pansus di luar PKB menyatakan tak akan mundur. "Soewondo bukan saksi kunci," kata Alvin Lie, anggota Pansus dari Partai Amanat Nasional. Dan mereka menyimpan sejumlah peluru lain.
Menurut anggota panitia itu dari Partai Golkar, mereka akan membuktikan keterlibatan Presiden Abdurrahman dengan meminta keterangan Menteri Luar Negeri Alwi Shihab. Menurut sumber itu, pada Desember 1999, telah ada pertemuan antara Alwi, Presiden Abdurrahman, bekas Sekretaris Kepresidenan Ratih Hardjono, dan bekas Menteri Perdagangan Jusuf Kalla. Dalam pertemuan itu, Presiden menanyakan apakah dana nonbujeter Bulog bisa dipakai untuk operasi kemanusiaan di Aceh. Karena dijawab harus melalui keputusan presiden, Abdurrahman Wahid mengurungkan niatnya itu. "Alwi kan Menteri Luar Negeri. Kok, ada dalam pertemuan itu?" kata sumber tersebut. Pansus menduga, karena dihadiri oleh tim kepresidenan, niat untuk meloroti kas Bulog itu memang direncanakan sejak awal.
Pansus menganggap pertemuan lain, pada 7 Januari 2000, antara Sapuan dan Presiden Abdurrahman (yang diakui Presiden sendiri kepada polisi), juga cukup untuk mempersalahkan Presiden. "Gus Dur punya niat yang tidak baik. Kalau memang ingin menegakkan pemerintahan yang bersih, mestinya kan tidak sembunyi-sembunyi," kata Ade Komarudin, Wakil Ketua Pansus dari Partai Golkar.
Titik lemah Presiden Abdurrahman yang lainnya adalah bukti kontak telepon antara Alwi Shihab dan Jusuf Kalla pada 3 April 2000. Ketika itu, Alwi menanyakan apakah uang dari Bulog sudah ditransfer atau belum. Ade menilai pembicaraan ini janggal. "Dari mana Alwi tahu tentang transfer dana tersebut?" kata Ade. Alwi sendiri, ketika dikonfirmasi TEMPO pada awal kasus ini meledak, membantah ada hubungan telepon tersebut. "Jika perlu, kita periksa saja catatan telepon genggam Alwi dan Kalla," kata Ade Komarudin.
Selain memeriksa Alwi, Pansus berniat memanggil sejumlah orang dekat Presiden yang menerima dana Bulog tersebut, termasuk Siti Farikha, Soewondo, dan istrinya. "Mereka kan orang dekat Gus Dur semua," kata Ade lagi.
Pasukan Abdurrahman Wahid di PKB bukan tak menyadari strategi para musuhnya. Itulah sebabnya mereka sendiri sudah pasang kuda-kuda. Sejak Juni lalu, PKB telah membentuk Tim Tujuh yang bertugas mengklarifikasi skandal Bulog dan skandal bantuan Sultan Brunei, yang juga masuk ke kocek pribadi orang-orang dekat Presiden.
Meski resminya bertugas mengklarifikasi dua skandal itu, faktanya mereka berdinas untuk mengumpulkan data yang mendukung ketidakterlibatan Presiden. Tim itu sudah menemui sejumlah orang yang terkait, seperti Siti Farikha dan Tety Nursetiati (istri Soewondo). "PKB yakin, berdasarkan keterangan orang-orang yang kami temui, Gus Dur bersih," ujar Tari Siwi Utami dari Tim Tujuh.
Masalahnya adalah bagaimana para pendukung Presiden Abdurrahman membantah "bukti keras" berupa transfer langsung dari Yanatera ke rekening pribadi orang-orang Presiden. Para penerima itu adalah Siti Farikha, Tety Nursetiati, Suko Sudarso (Wakil Kepala Penelitian dan Pengembangan PDI-P), dan Leo Purnomo. Bersama Leo, Soewondo duduk dalam manajemen (Soewondo bahkan komisaris) Awair, maskapai penerbangan yang dirintis Presiden Abdurrahman Wahid.
Bahkan, kesaksian Sapuan dan Soewondo bahwa soal di antara mereka cuma utang-piutang biasa bisa gugur oleh fakta lain. Surat perjanjian utang ditandatangani Soewondo bukan pada Januari ketika uangnya cair, melainkan pada akhir Mei, setelah kasus ini meledak ke publik.
Lebih dari segalanya, pendukung Presiden Abdurrahman di Pansus tidaklah cukup bergigi. Dari 50 anggota Pansus, PKB hanya kebagian empat suara. Jika terjadi voting, partai ini jelas tidak punya kans untuk menang. Selama ini, dua fraksi yang setia mendampingi PKB adalah Fraksi Partai Demokrasi Kasih Bangsa dan Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia. Sayangnya, keduanya pun cuma fraksi kecil yang tidak memiliki banyak anggota.
Jadi, akan berakhirkah pemerintahan Abdurrahman Wahid jika Pansus berhasil membuktikan keterlibatannya? Belum tentu. Dalam Sidang Umum Tahunan MPR lalu, peluru skandal Bulog diperkirakan akan menggiring Presiden ke sidang istimewa. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Presiden selamat, tapi dengan catatan dia harus membagi kekuasaannya bersama Wakil Presiden Megawati serta merombak kabinetnya.
Perombakan kabinet inilah yang menjadi "candu" bagi partai-partai yang semula berniat membongkar borok pemerintahan Abdurrahman Wahid. Ketika itu, tawaran jabatan menteri dipakai sebagai gula-gula pemikat. Saat sidang umum lalu, orang yang tergiur dengan tawaran kelompok Abdurrahman ini kerap dijuluki kelompok KISS alias "Ke Istana Sendiri-Sendiri".
Tapi Ade Komarudin yakin kali ini lobi semacam itu tidak akan laku. "Itu cerita dulu. Sekarang tidak ada perpecahan lagi," atanya. Dia tidak menyangkal adanya lobi semacam itu. Ia sendiri mengaku pernah diajak seorang politisi PKB untuk bertemu dengan Presiden Abdurrahman, yang akan kembali pekan ini dari lawatannya ke Korea Selatan. "Ayolah kita ketemu dan menyelesaikan permasalahan negeri ini," kata Ade menirukan pelobi PKB itu. Namun, Ade mengaku menolak tawaran itu dengan halus. "Saya tak ingin Gus Dur hanya didatangi orang-orang yang mencari uang."
Bahkan, jika tak terbukti ada pihak yang dirugikan, skandal Bulog menggarisbawahi betapa remang-remang selalu kebijakan pemerintahan Abdurrahman Wahid berkaitan dengan soal serius semacam inisama seperti dalam skandal Tommy Soeharto (Presiden menemuinya di balik pengadilan) serta skandal pengemplang utang (Presiden membebaskan tiga konglomerat yang berutang besar-besaran kepada rakyat).
Namun, uang dan kedudukan tidak hanya menyilaukan mereka yang duduk di lembaga eksekutif, tapi juga wakil rakyat di parlemen. Dan itulah yang membuat perkara korupsi lebih sulit lagi diudari di negeri yang paling korup sedunia ini.
Arif Zulkifli, Adi Prasetya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo