Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HOPENG. Itulah kata yang biasa dipakai Luhut Binsar Pandjaitan untuk menyapa para karibnya, seperti Rizal Ramli. Dalam bahasa Tionghoa, hopeng berasal dari kata hao pengyou, yang berarti teman baik atau sahabat. Keduanya memang lama menjalin pertemanan. "Rizal Ramli termasuk hopeng-nya. Hopeng itu sebutan Pak Luhut untuk kawan lamanya," kata Jusman Syafii Djamal, kolega Luhut dan Rizal, kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Jusman adalah Menteri Perhubungan 2007-2009 di Kabinet Indonesia Bersatu periode II. Dia kini menjabat Komisaris Utama PT Toba Sejahtera, kelompok usaha yang didirikan Luhut. Perusahaan ini bergerak di bidang pertambangan batu bara, minyak dan gas, pembangkit listrik, serta perkebunan dan kehutanan. Jusman juga alumnus Institut Teknologi Bandung, satu angkatan dengan Rizal Ramli.
Persis sepekan sebelumnya, duo Rizal-Luhut dilantik sebagai anggota Kabinet Kerja. Luhut, yang masih menjabat Kepala Staf Kepresidenan, kini merangkap sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, menggantikan Tedjo Edhy Purdijatno. Sedangkan Rizal menempati posisi Menteri Koordinator Kemaritiman, yang sebelumnya diduduki Indroyono Soesilo.
Bersama mereka, dilantik pula Darmin Nasution sebagai Menteri Koordinator Perekonomian menggantikan Sofyan Djalil. Thomas Trikasih Lembong menjadi Menteri Perdagangan menggantikan Rachmat Gobel. Sofyan Djalil bergeser mengisi kursi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, yang sebelumnya ditempati Andrinof Chaniago. Adapun Pramono Anung menjabat Sekretaris Kabinet menggantikan Andi Widjajanto.
Masuknya Rizal Ramli—ekonom yang dikenal kerap melontarkan pernyataan kontroversial—ke Kabinet Kerja tak lepas dari peran sang kawan lama. Para petinggi di sekitar Presiden Joko Widodo menunjuk orang yang sama ketika ditanya siapa yang paling berjasa mendorong Rizal jadi menteri: Luhut Pandjaitan.
Rizal mengkonfirmasi ihwal peran kunci yang dimainkan Luhut itu. Malah, menurut dia, bukan cuma Luhut, tapi ada juga yang lain. "Pak Luhut meng-endorse. Yang lain ada, enggak usah disebut namanya," kata Rizal, Rabu pekan lalu.
Luhut tak sepenuhnya menampik kabar tersebut. "Meng-endorse? Memangnya saya siapa?" ujarnya sambil tertawa. Tapi ia berkilah, "Buat saya, kalau memang bagus, ya bagus."
Nyatanya, dukungan itu sukses membuat Rizal terhindar dari rintangan serta mengatasi beragam masukan berbeda dan cenderung negatif ke Jokowi. Doktor ekonomi lulusan Boston University, Amerika Serikat, ini mengungkapkan ada sejumlah pihak yang berniat menjegalnya masuk kabinet. Hingga pertemuan dengan Jokowi pun, menurut dia, mesti dirahasiakan tempat dan waktunya. "Enggak bisa saya sebutkan karena banyak yang mau mem-blocking saya. Jadi memang diatur supaya enggak ketahuan."
Menurut Jusman, jejak pertemanan Rizal dan Luhut bisa ditarik jauh ke belakang. Sejak kuliah di Bandung—Rizal dan Jusman angkatan 1973—mereka sudah mengenal Luhut. Adik ipar Luhut, almarhum Ucok Batara, adalah rekan seangkatan mereka di ITB. Melalui Ucok pula Luhut, yang seorang perwira militer, kenal dekat dengan jaringan mahasiswa dan aktivis kampus.
Keakraban keluarga Luhut dan Rizal, Jusman menceritakan, juga terjalin di Negeri Abang Sam, pada 1988-1989. Saat tinggal di Boston, istri Rizal, Herawati Moelyono, berteman dekat dengan Kartini, istri ekonom senior Syahrir yang juga pendiri Partai Perjuangan Indonesia Baru (PIB). Nah, Nurmala Kartini Pandjaitan-Syahrir ini adalah adik kandung Luhut, yang pada Agustus 2010 dilantik sebagai Duta Besar RI di Argentina. Duet Kartini yang merupakan doktor antropologi dan Herawati yang doktor arsitektur ini, kata Jusman, sempat bekerja sama ketika membangun Yayasan Kebun Binatang Ragunan.
Pulang dari Boston, Rizal kembali dekat dengan Luhut di Bandung, pada 1990-an. Saat itu Luhut menjabat Komandan Pusat Kesenjataan Infanteri atau Pussenif.
Kolega mereka lainnya, Adhie Massardi, menambahkan catatannya. Adhie mengatakan Rizal Ramli memang cukup dekat dengan kalangan militer. Sebagai pendiri Econit Advisory Group, Rizal pernah diminta menjadi pembicara di Sekolah Staf Angkatan Darat (Seskoad). Ia juga sempat menjadi penasihat ekonomi Fraksi ABRI di Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut Adhie, perkawanan mereka berlanjut di kabinet Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Saat itu Rizal menjabat Menteri Koordinator Perekonomian, 23 Agustus 2000-12 Juni 2001, menggantikan Kwik Kian Gie. Lantas ia menjadi Menteri Keuangan pada 12 Juni 2001-9 Agustus 2001, menggantikan Prijadi Praptosuhardjo. Sedangkan Luhut menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan, 24 Agustus 2000-22 Juli 2001, menggantikan Jusuf Kalla. Adapun Adhie adalah juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid.
"Dekat banget. Saya dan Pak Luhut teman lama," begitu Rizal menggambarkan pertemanannya dengan Luhut. "Kami ini orangnya Gus Dur semua. Istilah saya sama teman-teman Nahdlatul Ulama, kalau keadaan biasa-biasa saja, kami enggak diperlukan. Kalau sudah krisis, baru butuh orangnya Gus Dur buat beresin."
Sebelum menjabat Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal beberapa kali datang ke Kantor Staf Presiden di Bina Graha, di lingkungan Istana Negara. Tapi ia membantah anggapan bahwa kehadirannya ke kantor Luhut menjelang perombakan kabinet itu terkait dengan lobi posisi menteri. "Itu lain lagi urusannya. Pak Luhut kan diminta memberi masukan kepada Presiden. Nah, kalau menyangkut ekonomi, saya biasanya diminta Bang Luhut untuk kasih umpan balik dan input," ujarnya.
Luhut malah menggambarkan kedekatannya dengan Rizal seperti saudara sendiri. "Ya, dia adik saya sejak dulu," katanya. Karena itu, Luhut tak segan "menyentil" ketika Rizal melontarkan pernyataan yang menghebohkan beberapa saat setelah dilantik sebagai menteri.
Rizal memang mengusik Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno lewat kritiknya terhadap proyek pembelian 30 pesawat Airbus A350 oleh PT Garuda Indonesia. Tapi Rizal beralasan kritik itu dia lontarkan karena merasa punya ikatan batin dengan maskapai penerbangan pelat merah tersebut. Sebab, ketika jadi menteri koordinator semasa Gus Dur, dia pernah memimpin tim restrukturisasi utang Garuda pada konsorsium bank Eropa. Ia tak ingin Garuda kembali terjerembap dalam belitan utang.
Pernyataan pedas Rizal juga menyerempet Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam program pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt. Ia menilai megaproyek itu terlalu ambisius dan sulit diwujudkan. Ia menyarankan pemerintah membikin target yang lebih realistis.
"Sudah saya tegur. Kemarin dia ngomong karena genit aja," ujar Luhut membela sang kawan.
Retno Sulistyowati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo