Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Pasokan Seret, Harga Meroket

Indonesia mengimpor daging kerbau India dan daging sapi Brasil untuk stok Ramadan dan Lebaran. Daging lokal menjadi alternatif. 

26 Februari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Harga daging sapi di sejumlah daerah terus meroket.

  • Pemerintah menugasi BUMN mengimpor daging sapi dan kerbau.

  • Pengusaha khawatir pedagang mengoplos daging untuk mengelabui konsumen.

BUKAN Ramadan, bukan pula Lebaran, tapi harga daging sapi di Kalimantan Utara mahal, di atas Rp 150 ribu per kilogram. Pedagang daging di Pasar Induk Tanjung Selor, Kalimantan Utara, Jimmi, menawarkan dagangannya seharga Rp 170 ribu per kilogram. “Stok lagi kosong,” katanya kepada Tempo pada Sabtu, 25 Februari lalu. Jimmi mengeluh pasokan daging seret setelah wabah virus penyakit mulut dan kuku menyerang sejumlah sentra peternakan di Indonesia tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pedagang lain, Zulfakar, mengaku menghargai daging jualannya di atas Rp 160 ribu per kilogram. Dia mengatakan harga itu sudah lama berlaku. Bahkan, Zulfakar menambahkan, harganya bisa naik hingga Rp 180 ribu per kilogram menjelang bulan puasa nanti. Tak aneh jika penjualan daging seret. Zulfakar mengaku dagangannya hanya laku rata-rata 10 kilogram sehari. Pembelinya pun jarang warga biasa. “Kebanyakan pengusaha warung makan.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kalimantan Utara tergolong wilayah yang memiliki tanda "merah" pada laman Panelharga.badanpangan.go.id yang dipublikasikan Direktorat Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Badan Pangan Nasional. Warna merah berarti harga komoditas itu telah melampaui harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah. Bahkan, sejak akhir September 2022, berdasarkan data Badan Pangan Nasional, Kalimantan Utara menjadi provinsi dengan harga daging tertinggi di Tanah Air. 

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengecek stok daging sapi beku yang didatangkan dari Brazil, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 16 Desember 2021. Tempo/Aisha Shaidra

Pada Sabtu, 25 Februari lalu, situs informasi harga pangan Badan Pangan Nasional mencatat harga daging sapi di Kalimantan Utara Rp 166.200 per kilogram, melampaui harga rata-rata nasional Rp 134.140 per kilogram. Zulfakar mengatakan daging di Tanjung Selor mahal karena pasokannya bergantung pada daerah lain, seperti Sulawesi, yang ongkos pengirimannya yang tidak murah. 

Tapi bukan cuma di Kalimantan Utara, dalam beberapa bulan terakhir warna "merah" terlihat di seluruh Kalimantan, Sumatera, dan Papua serta sebagian Jawa dan Sulawesi. Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Protein Hewani Indonesia Noverdi Bross mengatakan harga daging mahal karena suplai yang berliku-liku. Hambatan lain, sebelum ke daerah lain, daging impor yang masuk lewat Jakarta harus melalui beragam prosedur, termasuk pengecekan oleh Badan Karantina Pertanian. “Di provinsi asal (keberangkatan) harus diperiksa,” ucapnya pada Rabu, 22 Februari lalu. Dulu, kata Noverdi, begitu dikirim, daging bisa langsung bisa masuk ke pasar.  

Mahalnya harga daging sapi mendorong pemerintah membuka keran impor. Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan sudah mendorong percepatan pengadaan daging sapi dan daging kerbau melalui perusahaan milik negara sektor pangan untuk menjaga stok agar tidak terjadi kelangkaan. 

Menurut Arief, surat penugasan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir telah terbit pada pertengahan Februari lalu. Pemerintah menugasi Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) mengimpor 100 ribu ton daging kerbau dari India. Sedangkan ID Food, holding BUMN pangan, mendatangkan 100 ribu ton daging sapi dari Brasil. Dua perusahaan ini memerlukan rekomendasi teknis dari Kementerian Pertanian dan surat persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan. “Semua berjalan paralel," tuturnya pada Selasa, 14 Februari lalu.

Penugasan kepada Bulog dan ID Food, Arief menambahkan, sesuai dengan keputusan rapat koordinasi teknis dan rapat koordinasi terbatas di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian pada Januari lalu. Pemerintah memperkirakan kebutuhan daging 815 ribu ton tahun ini. Sekitar 448 ribu ton dipenuhi dari produksi dalam negeri. Sisanya diimpor dari Australia, Selandia Baru, Brasil, dan India. 

Direktur Utama ID Food Frans Tambunan mengatakan segera melaksanakan penugasan. Setelah surat penugasan diterima, kata dia, ID Food menyiapkan skema pengadaan dan negosiasi dengan pemasok. Rencananya, 100 ribu ton daging sapi dari Brasil akan didatangkan secara bertahap. “Kami usahakan sebelum Lebaran barang tiba,” ucapnya pada Selasa, 14 Februari lalu. Frans optimistis harga di Brasil akan lebih murah karena ada penambahan jumlah pemasok dari sebelumnya dua menjadi 12 perusahaan. 

Namun, sepekan kemudian, Frans menyampaikan perubahan skema. Ia mengatakan daging sapi Brasil baru bisa sampai di Tanah Air setelah Lebaran. Alasannya, pengapalan memakan waktu lama karena jarak tempuh yang sangat jauh. Karena itu, ID Food mengungkapkan skenario baru, yakni mendatangkan daging sapi Australia yang diperkirakan bisa tiba sebelum Lebaran. 

Bulog juga segera bergerak setelah menerima surat penugasan dari Menteri BUMN. Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan sedang mengurus rekomendasi teknis dari Kementerian Pertanian. Tapi, dia mengungkapkan, pengurusan izin di tahap ini tersendat. “Sampai hari ini, sudah mau satu bulan," katanya pada Jumat pagi, 24 Februari lalu. Tapi, menurut Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, Bulog menerima rekomendasi teknis pada malam setelah Presiden Joko Widodo menggelar rapat pada Jumat siang. Dengan izin ini, Arief yakin pasokan akan segera bertambah untuk memenuhi kebutuhan 60 ribu ton sebulan. 

Pedagang daging di Pasar Induk Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, 25 Februari 2023. Foto: Nurjannah

Selain merencanakan impor daging beku, Arief mengatakan pemerintah menyiapkan pasokan daging dari sapi hidup yang diperoleh dari beberapa daerah. Pengusaha mulai mendatangkan stok menjelang Ramadan. Alternatifnya adalah daging dari sapi impor yang digemukkan. Sapi bakalan berbobot 350-400 kilogram akan digemukkan sampai seberat 500-600 kilogram. Ada pula sumber pasokan dari sapi lokal seperti sapi Bali dan Sumba. “Masyarakat silakan pilih,” tutur Arief. 

Awal Februari lalu, Arief mengaku sempat berkeliling mengecek pasokan. Ia menemukan daging kerbau India yang diimpor Bulog beberapa waktu lalu masih tersedia di beberapa tempat. Dia pun memastikan daging kerbau masih diminati. Arief memberi contoh di Sumatera Barat banyak warga membuat rendang dari daging kerbau yang memiliki serat lebih besar daripada sapi.

Salah satu pengguna daging kerbau adalah produsen bakso, sosis, dan produk olahan daging lain. Ketua Umum Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso Lasiman mengatakan anggota asosiasinya bisa menghabiskan 5-7 ton daging kerbau sebulan. Pembuat bakso mencampur daging sapi dan kerbau untuk bahan baku bakso. Menurut Lasiman, dengan racikan yang pas, bakso yang dihasilkan tetap lezat. “Daging kerbau enak," ucapnya pada Sabtu, 25 Februari lalu.

Lasiman malah khawatir terhadap pedagang daging. Saat harga daging sapi mahal seperti sekarang, kata dia, bisa saja daging kerbau beku dicairkan sampai tampak segar kemudian dicampur dengan daging sapi segar. “Lantas dijual sebagai daging sapi yang mahal.”

KHAIRUL ANAM, NORJANNAH (TANJUNG SELOR) 
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus