Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sosialisasi Pura-pura Rancangan Undang-Undang

Pemerintah tetap mensosialisasi RUU KUHP lama yang masih memuat pasal-pasal kontroversial.

10 Juni 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Benny Rianto mensosialisasikan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) di Medan, 23 Februari 2021. Dok. Kemenkumham

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah tetap mensosialisasi RUU KUHP lama yang masih memuat pasal-pasal kontroversial.

  • Sosialisas pemerintah terhadap RUU KUHP ini dianggap hanya formalitas.

  • Pemerintah baru membentuk tim untuk menyempurnakan draf RUU KUHP setelah berkeliling kota menggelar sosialisasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Kepala Bagian Humas Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Tubagus Erif, mengatakan pemerintah tetap mensosialisasi draf lama Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) karena tingginya penolakan masyarakat terhadap rancangan tersebut pada 2019. Sosialisasi pemerintah itu sudah dilakukan di 11 kota sejak awal 2021 hingga bulan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Salah satu alasannya adalah kurangnya sosialisasi yang melahirkan mispersepsi,” kata Tubagus, kemarin. 

Tubagus menjelaskan, pemerintah akan membentuk tim beranggotakan pakar hukum dari berbagai organisasi, seperti lembaga masyarakat non-pemerintah dan akademikus. Tim ini akan bertugas menyempurnakan draf RUU KUHP agar semaksimal mungkin dapat mengakomodasi aspirasi dan dinamika yang berkembang di masyarakat. 

Penjelasan Tubagus ini berbeda dengan keterangan dia terdahulu ketika dimintai konfirmasi. Ia justru mengatakan pemerintah sudah menyempurnakan draf RUU KUHP. Namun ia berdalih bahwa draf hasil penyempurnaan tersebut belum bisa dibuka ke publik. 

“Penyempurnaan dari pemerintah sendiri belum dapat disosialisasi dan dipublikasikan karena belum ada persetujuan dari DPR,” kata Tubagus, Selasa lalu. 

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly menyinggung soal sosialisasi RUU KUHP ini dalam rapat bersama Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin. Yasonna mengatakan pemerintah sudah mensosialisasi RUU itu di 11 kota. Ke-11 kota itu adalah Medan, Semarang, Bali, Yogyakarta, Ambon, Makassar, Padang, Banjarmasin, Surabaya, Lombok, dan Manado. Lalu pemerintah akan melanjutkan sosialisasi serupa di Jakarta. 

“Sosialisasi ini mendapat respons positif,” kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu. 

Selama ini, pemerintah ternyata hanya mensosialisasi draf RUU KUHP hasil pembahasan pada 2019. Padahal draf itu sempat menuai penolakan dari berbagai kalangan masyarakat karena memuat pasal-pasal kontroversial. Presiden Joko Widodo merespons penolakan itu dengan menunda pengesahan RUU tersebut menjadi undang-undang. Ia juga memerintahkan Kementerian Hukum dan HAM menjaring masukan dari masyarakat untuk menyempurnakan RUU KUHP. 

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani. Dok. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, mengatakan draf RUU KUHP yang disosialisasi pemerintah tersebut tetap serupa dengan rancangan yang ditolak masyarakat pada 2019. Ia menduga pemerintah tetap ngotot memakai draf RUU KUHP lama dalam sosialisasi. Jadi, sosialisasi itu terkesan pura-pura dan formalitas karena tetap tak mengakomodasi kritik publik. 

“Ingat betul saat UU Cipta Kerja, ada sosialisasi, tapi masukan masyarakat tak ada yang diterima. Terlihat betul mekanisme formalitas belaka,” kata Julius. 

Julius juga mengaitkan upaya pemerintah yang kembali membahas RUU KUHP di tengah masifnya kritik publik terhadap tes wawasan kebangsaan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi. “Lagi ribut soal KPK, ingin cepat bahas RUU KUHP untuk kriminalisasi yang kritik negara,” ujarnya. 

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, mengatakan, selama sosialisasi, pemerintah hanya memberikan akses draf RUU KUHP kepada peserta sosialisasi di Hotel Four Point Manado, Sulawesi Utara. Akses terhadap dokumen RUU KUHP ini dinilainya sangat eksklusif karena publik tidak bisa memperolehnya dengan mudah. 

Isnur juga heran karena pemerintah masih mensosialisasi RUU lama yang pernah ditolak masyarakat. Kondisi ini berbanding terbalik dengan pernyataan Presiden Jokowi pada 20 September 2019 bahwa pengesahan RUU KUHP ditunda untuk dilakukan pendalaman materi.

“September 2019 disebut akan didalami materinya, pada pertengahan tahun 2020 disebut sedang pembahasan perumusan. Di Manado tidak berubah. Ngapain aja?” kata Isnur. “Kalau sosialisasi, masukannya ditampung atau gimana? Sosialisasi kan sekadar pengumuman.” 

DEWI NURITA | DIKO OKTARA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus