SUDAH hampir 6 bulan tcrakhir ini, Kota Denpasar sepi dari
kegiatan olahraga. Tak lain sebabnya: stadion Ngurah Rai,
satu-satunya tempat kegiatan olahraga, sedang diperbaiki. Dan
belum ada tanda-tanda, kapan akan selesai.
Stadion ini berikut kegiatan-kegiatan di sekitarnya diurus oleh
Yayasan Sarana/Prasarana Olahraga Bafi. Tak jelas apakah yayasan
ini swasta atau semi pemerintah. Tapi ketuanya adalah staf ahli
Kantor Gubernur Bali, Gde Subamia, bekas menteri di zaman orla.
Yang pasti yayasan ini bertugas membangun dan memperindah
stadion Ngurah Rai.
Misalnya pagar stadion yang dulunya terdiri dari bekas drum
aspal telah diganti tembok khas Bali, yaitu yang lazim dipakai
untuk memagari pura atau bangunan suci lainnya. Sesudah itu
yayasan membuat tribune di sebelah barat. Ini sudah rampung.
Sulit mengingatnya berapa biaya yang telah dikeluarkan, karena
dikerjakan sejak 2 tahun lalu.
Bukan berarti tribune sudah selesai seluruhnya. Yayasan agaknya
merasa malu karena tribune itu belum beratap. Maka Pemda Bali
pun menlberikan biaya Rp 47 juta untuk atap itu, melalui
anggaran 1977/1978. Untuk membuat atap tentu diperlukan tiang
penyangga. Namun di sinilah letak ihwalnya: tiang itu ternyata
terlalu banyah. Untuk jarak 50 meter telah dideretkan 16 tiang
penyangga. "Ini sesuai dengan bestek," kata petugas Hutama
Karya, pemborongnya. Tapi deng, yang sebanyak itu protes banyak
dilontarkan karena pemandangan ke tengah lapangan akan banyak
terhalang.
Gubernur Bali Sukarmen yang belum lama ini diam-diam melihat
stadion itu rupanya juga merasa heran. "Gubernur tidak setuju
kalau tiang tribune itu tidak dihilangkan " ungkap drs. Wedagama
Ketua Bappeda Bali. Maka jalan satu-satunya adalah merubah
gambar dan menghilangkan tiang-tiang itu. Untuk itu disodorkan
biaya Rp 37 juta. Tapi DPRD Bali yang hari-hari belakangan ini
sedang sibuk mengatur anggaran kaget melihat angka itu. "Masak
untuk membongkar tiang itu diperlukan biaya lebih dari « juta
rupiah." komentar I Gusti Ngurah Sara, anggota Komisi D DPRD
yang menangani masalah itu.
Bupati Oka
Jadi, dari mina biaya itu dapat di harapkan? Belum juga dapat
dipastikan. Bupati Badung IDG Oka juga rupanya tak sudi
membantu. "Itu bukan wilayah saya." ucapnya. Barangkali ucapan
bupati itu karena melihat kekuasaan yayasan tadi amat "otomon"
atas kawasan stadion yang arealnya mencapai 10 hektar itu.
Termasuk memungut karcis pedagang-pedagang yang ada di sana
setiap malam. "Uangnya tak ada yang masuk kabupaten tapi
pedagang-pedagang itu mengeluh kepada saya," tutur Bupati Oka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini