Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Serba Belum Mampu

Pontianak belum mampu menyediakan air minum yang bersih untuk warganya dan masih menggantungkan diri pada air hujan. berbagai cara penduduk untuk mengumpulkan air. (kt)

4 Maret 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JANGAN dikira Kota Pontianak di pinggir Sungai Kapuas itu misalnya sudah bebas dari masalah air minum. Sebab kota dengan penduduk sekitar 1/4 juta jia itu ternyata masih banyak menggantungkan dahaga warganya pada tetesan air hujan dari langit. Hal ini dibeberkan Gubernur Kalimantan Barat, Sujiman pada lokakarya Perpamsi (Persatoan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia) akhir Januari lalu di Pontianak. Sujiman juga mengungkapkan berbagai cara penduduk di daerah itu untuk menangkap air minum. Seperti dengan membuat sumur, tong penadah hujan dan sebagainya. "Hanya sebagian kecil saja penduduk Pontianak kebagian air ledeng PAM." kata Sujiman. Bahkan Walikota Pontianak Balir SH mengungkapkan bahwa di saat-saat musim kemarau sungai-sungai yang ada di sekitar kotanya selalu bercampur air laut yang asin itu. Karenanya pada saat-saat demikian wabah kolera kerap muncul. Jika diingat bahwa kebutuhan ideal seseorang akan air minum setiap hari adalah 180 hingga 200 liter, tak heran bila sepanjang lokakarya itu keluh kesah banyak terdengar soal kurangnya kemampuan untuk mencukupi kebutuhan. Beruntung bahwa beberapa buah kota akhir-akhir ini mulai membenahi kemampuan aliran air bersihnya masing-masing setelah mendapat bantuan dari negara-negara maju. Seperti Negeri Belanda. Bidang Ekonomi Jakarta misalnya dengan penduduk 6 juta jiwa seharusnya air bersih yang terkucur adalah 14.000 liter setiap detik. Padahal kemampuannya sekarang hanya sekitar 40% saja. Tapi ir. Heri Prasodjo, Ketua Umum Perpamsi dan Dirut PAM DKI Jakarta juga mengungkapkan duka cerita mengurusi air minum di ibukota negara ini. Di bidang penagihan misalnya ia bercerita tentang penagih-penagih rekening PAM di Jakarta yang masih harus memakai sepeda. Padahal jarak yang ditempuh cukup jauh, seperti antara Kebayoran Baru dan Tebet. Artinya Heri Prasodjo ingin meminta perhatian akan nasib para petugasnya, di tengah caci maki yang sering dilontarkan warga kota jika terjadi kemacetan aliran air minum. Barangkali karena hal-hal serupa itu, maka di antara beberapa keputusan lokakarya di Pontianak itu yang terpenting adalah "kita usulkan agar soal air minum dimasukkan ke dalam bidang ekonomi" seperti kata Heri Prasodjo. Selama ini air minum masih termasuk bidang sosial. Karenanya tak heran jika cerila tentang kerugian terus menerus yang dialami PAM di kota-kota besar bukan hal baru lagi. Barangkali dengan memasukkan air minutn ke dalam bidang ekonomi perhitungan untung rugi sebagai perusahaan daerah akan lebih membantu petugas-petugasnya dan kotamadya sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus